31 July 2010

Amr Khaled Berdakwah dengan Cara Berbeda

Amr Khaled, namanya disebut di urutan ke-13 dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia oleh Majalah Time.

Amr Khaled memang beda. Gayanya, tak seperti penceramah agama pada umumnya. Tak ada sorban yang menutup kepalanya. Tak ada pula jubah yang ia kenakan menyelimuti tubuhnya, seperti yang digunakan para penceramah sambil berdiri di atas mimbar.

Khaled mengenakan pakaian kasual dan menggunakan bahasa Mesir yang biasa dipakai dalam pergaulan sehari-hari dalam ceramahnya. Biasanya, para imam dan penceramah memiliki kecenderungan menggunakan pakaian klasik Arab saat berceramah.

Keunikan Khaled dalam memberikan ceramah agama, telah membuatnya menjadi salah salah satu penceramah terkenal di dunia. Bahkan, belum lama ini namanya disebut di urutan ke-13 dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia oleh Majalah Time.

Selain itu, Khaled juga memliliki salurannya sendiri di  Youtube, membuat ia bisa menjangkau lebih banyak audiens. Ia pun lalu karib disebut  Muslim Televangelist. Rekaman ceramahnya dalam bentuk DVD pun banyak diburu orang.

Di Virgin, sebuah toko yang menjual DVD di Kairo, Mesir, DVD berisi rekaman ceramah Khaled bertengger di rak bagian atas dan masuk kategori  best seller, bersebelahan dengan DVD Bruce Willis dan Charlie Chaplin.

Di sisi lain, gayanya yang beda dalam memberikan ceramah telah menuai kritik dari sejumlah ulama yang telah mapan dan dia harus meninggalkan tempat kelahirannya, Mesir. Namun, melalui ceramahnya di televisi dan disiarkan melalui satelit, telah membuatnya memiliki banyak audiens.

Jadi, ceramahnya tak lagi dibatasi oleh dinding-dinding sebuah masjid atau aula. Apa yang ia sampaikan dalam ceramahnya telah menembus dan melampaui batas-batas negara. Sebab, audiens di mana pun berada yang terjangkau siaran bisa mendengar ceramah dan melihat gaya ceramahnya.

Seorang perempuan muda Kairo, mengungkapkan, rahasia sukses Khaled dalam berceramah sebenarnya sederhana saja. ''Dia berbicara dengan menggunakan bahasa kami,'' kata perempuan yang mengenakan kerudung berwarna-warni itu.

Geneiva Abdo, seorang penulis, mengatakan, perbedaan Khaled dengan penceramah lainnya terletak pada bahasa yang digunakannya. Menurut dia, pengaderan penceramah dengan gaya seperti Khaled memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada sekarang ini.

''Orang-orang seperti Khaled, telah menemukan sebuah cara untuk menyisipkan nilai-nilai agama ke dalam gaya hidup yang lebih modern. Dengan kata lain, perilaku Anda yang menentukan apakah Anda bisa disebut sebagai Muslim yang baik atau bukan,'' kata Abdo. Dalam konteks ini, ungkap Abdo, para penceramah seperti Khaled melontarkan paradigma berbeda.

Sukses besar yang diraih Khaled melalui ceramah di televisi dengan audiens berjumlah jutaan orang di seluruh dunia, mendorongnya untuk lebih jauh berkiprah. Kini, ia berencana meluncurkan sebuah  reality show 'The Apprentice', menurut versinya sendiri.

Acara serupa berasal dari AS, yang mempertunjukkan pebisnis ternama, Donald Trump, mencari seorang kandidat yang dianggap bisa menjalankan bisnis yang dimilikinya. Versi Inggris, para peserta berkompetisi untuk bisa bekerja dengan pengusaha Lord Sugar.

''Tujuan acara yang saya buat, bukan untuk menghasilkan uang,'' kata Khaled seperti dikutip BBC baru-baru ini. Namun, kata dia, acara yang benar-benar beda dibandingkan versi AS dan Inggris ini bertujuan agar para pemuda siap memberikan dukungan dan berbuat bagi masyarakatnya.

Khaled mengungkapkan, perbedaan mendasar acara yang akan ia buat adalah para peserta tak bersaing untuk meraih keuntungan personal secara finansial. Kontestan yang menang adalah mereka yang memiliki ide terbaik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

''Dalam satu misi, mereka akan pergi beberapa desa. Kami akan melihat siapa yang mampu memberikan bantuan maksimal pada keluarga-keluarga miskin di desa tersebut dibandingkan kontestan lainnya,'' jelas Khaled.

Menurut Khaled, Nabi Muhammad mengatakan bahwa bekerja untuk membantu sebuah keluarga yang miskin lebih baik dibandingkan berdiam diri di masjid selama 40 hari. ''Bagaimana sebuah keyakinan bisa membantu mendukung keberadaan sebuah masyarakat, inilah jalan saya,'' katanya.

Islam di Tibet, Ketika Kedamaian Terkoyak

"Atap Dunia’’. Begitulah Tibet kerap dijuluki. Tak berlebihan julukan itu ditabalkan kepada Tibet. Betapa tidak. Di negara itulah puncak tertinggi di dunia, yakni Everest, berada. Sejatinya, sebagian wilayah Tibet masuk dalam kawasan pegunungan Himalaya.

Begitu terkenalnya, sampai-sampai nama Tibet, Himalaya atau Everest, banyak dijadikan sebagai inspirasi pembuatan karya seni khususnya film dan buku. Di antaranya adalah seri kisah petualangan Tintin. Pada salah satu judulnya, yakni Tintin di Tibet, Herge sang penulis asal Belgia, menyuguhkan sekilas pemandangan dan kondisi alam di Tibet, serta kehidupan masyarakatnya.

Apa yang tersaji memang tak jauh berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Tibet memiliki karakteristik lingkungan yang sangat beragam, di samping wilayahnya yang bergunung-gunung. Iklim yang keras lantaran kerap turun hujan salju juga menjadi bagian dari kondisi alam di sana. Meski demikian, situasi itu agak berbanding terbalik dengan sifat masyarakat Tibet yang cinta damai.

Sebagian besar penduduk beragama Budha. Tak heran, jika di Tibet mudah ditemui kuil-kuil Budha sebagai tempat pendidikan serta pembinaan para biksu. Di tengah keseharian mereka, terdapat komunitas Muslim. Islam dan Budha sejatinya telah berbagi sejarah panjang di negara yang berpenduduk sebanyak 2,7 juta jiwa itu. Hubungan erat telah berlangsung sejak abad ke-8 M. Para sejarawan Islam di era kekhalifahan, semisal Thabari, Yaqut Hamawi, dan Ibn Khaldun, bahkan kerap menyebut nama Tibet dalam tulisantulisannya. Islam masuk ke Tibet di era Umar bin Abdul Aziz I (717 M - 720 M) dari Dinasti Umayyah.

Saat itu, Khalifah Umar mengirim utusan atas permintaan delegasi Tibet dalam rangka mengenalkan Islam di kawasan tersebut. Rombongan utusan dipimpin oleh Salah bin Abdullah Hanafi. Mereka segera mendakwahkan Islam. Kegiatan itu tak berhenti meski terjadi pergantian kepemimpinan di Baghdad dari Dinasti Umayyah ke Dinasti Abbasiyah.

Namun demikian, penduduk Tibet yang berpindah keyakinan ke agama Islam tidak terlampau banyak. Kehadiran pemeluk Islam dalam jumlah signifikan terjadi melalui pedagang dan imigran asal Kashmir, wilayah di India yang berbatasan langsung dengan Tibet.

Keberadaan mereka ditemukan di seluruh kota di Tibet. Pedagang dan imigran Muslim dari Kashmir pertama kali datang ke Tibet sekitar abad ke-12 M. Dari waktu ke waktu, interaksi kian erat. Pedagang dan imigran Muslim kemudian menikah dengan wanita setempat, yang akhirnya mengikuti agama suaminya. Hal ini mendorong pening katan jumlah umat Islam di Tibet.

Masyarakat Tibet pun menyebut pemeluk Islam dengan panggilan Kachee, artinya orang Kashmir. Walaupun bukan warga asli Tibet, tapi mereka lebih diakui sebagai bagian dari masyarakat ketimbang Muslim Hui yang berasal dari Cina yang disebut Kyangsha.

Sebagian besar Muslim Tibet menetap di kota Lhasa dan Shigatse, kota terbesar kedua. Kebanyakan mereka tinggal di sekitar masjid yang dibangun kemudian. Masjid lantas menjadi pusat kehidupan sosial umat. Ini membuat masjid-masjid di Tibet terpelihara dengan baik. Ketika Tibet berada di bawah kekuasaan Dalai La ma kelima, umat Islam hidup berdampingan secara damai bersama pemeluk Budha. Umat Muslim juga mendapat perlakuan istimewa. Mereka misalnya diizinkan menjalankan urusan keseharian secara syariat. Muslim Tibet juga bebas untuk mendirikan perusahaan dan berbisnis.

Masa-masa penuh kedamaian itu terkoyak seiring invasi tentara Cina pada 1950. Setahun kemudian, Cina menduduki ibu kota Lhasa dan mendongkel Dalai Lama dari kekuasaannya. Tibet pun dijadikan sebagai salah satu provinsi Cina. Sejak peristiwa tersebut, masyarakat terus mendapat tekanan. Tak hanya umat Budha, perlakuan semena-mena juga diterima warga minoritas Muslim. Kedua umat juga sering diadu domba. Tak hanya itu, pihak penguasa mendesak Muslim Tibet untuk menjual tanah dan bangunan milik mereka.

Untuk itu, Muslim Tibet diiming-imingi tawaran untuk berimigrasi ke luar negeri apabila bersedia menjual lahan dan bangunannya. Tapi, tawaran ini ditolak mentahmentah. Muslim Tibet tak ingin menyerahkan begitu saja harta dan kekayaan yang mereka peroleh dari jerih payahnya. Sebagai konsekuensinya, mereka terus mendapatkan tekanan dan penindasan.

Para pedagang dan warga Tibet dilarang untuk menjual makanan kepada umat Muslim yang enggan menjual tanah dan rumahnya. Dampak dari perintah boikot ini sangat memprihatinkan, mengingat banyaknya umat yang menderita kelaparan.

Tak kuasa menahan derita, umat Muslim Tibet memilih untuk mengungsi ke wilayah India. Maka, terjadilah gelombang eksodus ke kota-kota perbatasan di India. Di lokasi pengungsian, kehidupan tak lebih baik. Mereka mencoba bertahan dan berjuang membangun komunitas di pengasingan hingga selama dua dasawarsa berikutnya. Hanya saja, usaha ini tak cukup berhasil lantaran ketiadaan figur pemimpin yang mumpuni.

Akibat permasalahan yang tak kunjung tuntas, sebagian umat Muslim Tibet memilih pergi ke luar negeri. Arab Saudi, Turki, Nepal dan beberapa kawasan di India menjadi tujuan mereka dalam usaha mencari penghidupan yang lebih layak.

Situasi dan kondisi memprihatinkan yang dialami warga Muslim Tibet ini tak lepas dari perhatian Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet yang juga hidup di pengasingan. Dalai Lama secara khusus mengirimkan utusannya untuk mengetahui kondisi sebenarnya warga Muslim Tibet ini. Dia cukup diyakinkan dengan informasi terkait penderitaan Muslim Tibet di pengungsian.

Maka itu, saat kunjungan ke Srinagar tahun 1975, Dalai Lama membahas ma -salah ini dengan sejumlah petinggi India. Dia sekaligus mendorong Muslim Tibet membentuk Asosiasi Kesejahteraan Pengungsi Muslim sebagai wadah perjuangan. ed; heri ruslan


Dukungan untuk Muslim Tibet

Imbauan Dalai Lama untuk membentuk semacam badan peningkatan kesejahteraan Muslim di pengungsian, segera direalisasikan. Badan ini langsung bekerja terutama untuk mengangkat taraf ekonomi dan pendidikan komunitas Muslim.

Bantuan dana dari Dalai Lama sangat membantu pelaksanaan kerja badan tersebut. Setelah itu, sejumlah bantuan lain mulai berdatangan, antara lain dari yayasan masyarakat Tibet di New York.

Program pengembangan usaha kecil menjadi prioritas. Di beberapa lokasi pengungsian, didirikan pusat-pusat kerajinan tangan. Umat Muslim ada yang dikirim ke Dharamsala untuk belajar teknik membuat karpet.

Dari aspek sosial kemasyarakatan, Kerajaan Arab Saudi turut membantu dana bagi pembangunan ratusan unit rumah, sekaligus masjid. Pembangunan perumahan selesai sekitar tahun 1985 untuk kemudian didistribusikan kepada para pengungsi.

Situs www.unpo.orgmenyebutkan, diperkirakan sekitar dua ribu umat Muslim Tibet menjadi perantau. Sementara yang masih bertahan di Tibet jumlahnya mencapai tiga ribu jiwa. Mereka yang memilih meninggalkan Tibet kini hidup terpencar di berbagai negara. Sebagian masih berada di wilayah Kashmir, sebagian lagi menetap di Nepal, juga beberapa negara di Timur Tengah dan Turki.

Para pengungsi ini masih punya satu harapan. Yaitu, suatu hari nanti mereka ingin kembali ke Tibet. Seorang pemuda Muslim saat ditanya apakah berkeinginan kembali ke Tibet sebagai solusi akhir, dengan tegas menjawab, Lebih baik hidup di bawah jembatan di negeri sendiri, ketimbang hidup senang tapi sebagai pengungsi di negara orang.

Mimpi dan harapan itulah yang membuat umat Muslim Tibet di pengasingan terus berupaya menggalang bantuan dari seluruh dunia. Salah satu yang sangat mendukung langkah itu adalah Dalai Lama.

Pada berbagai forum, pemimpin spiritual Tibet ini senantiasa mengungkapkan penderitaan warga Muslim Tibet. Dia pun meminta agar dunia memberikan perhatian bagi mereka.

Dalai Lama juga mengaku prihatin dengan stigma kekerasan yang saat ini disematkan kepada umat Muslim. Menurutnya, dalam kaitan tersebut Islam telah diperlakukan dengan tidak adil.

Berdasarkan pengalamannya hidup bersama komunitas Muslim, peraih Nobel Perdamaian tahun 1989 itu mengungkapkan, Islam bukanlah sebuah tradisi militan. Sebaliknya, kata dia, Islam memiliki pesan dan ajaran yang mengedepankan kasih sayang dan perdamaian.

Terkait aksi kekerasan yang dilakukan oleh segelintir umat Islam, Dalai Lama mengingatkan, bahwa hal serupa bisa terjadi pada agama lain. Di tiap-tiap agama, selalu akan ada orang yang memilih cara tersebut, paparnya.

Lebih jauh, pemilik nama asli Tenzim Gyatso ini meminta agar segenap umat manusia untuk menjalin kerjasama, berto leransi dan menjauhi pertikaian yang meng atasnamakan agama. Dia berpendapat, dengan semangat saling menghargai dan tolong menolong itulah, maka harapan untuk membantu sepenuhnya umat Muslim Tibet dapat diwujudkan.

Islam di Senegal, Wajah Islam yang Toleran

Puluhan orang tampak mengelilingi seorang musisi kulit hitam di kawasan sibuk di Harleem, New York, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu. Mereka begitu menikmati sajian irama musik khas Afrika yang dimainkan sang seniman, Youssou N'Dour.

Musisi kelahiran Senegal tersebut sejatinya memang sedang mempersiapkan acara khusus di AS. Selain berpartisipasi dalam perhelatan akbar Muslim Voices: Arts and Ideas Festival, dia juga dijadwalkan menghadiri pemutaran perdana film dokumenter perjalanan kariernya di Brooklyn Academy of Music.

Youssou N'Dour (49 tahun) bukanlah musisi kemarin sore. Di blantika musik dunia, namanya sudah demikian tenar. Jutaan albumnya laris manis di seluruh dunia dan dia kerap kali berkolaborasi dengan para musisi kondang, misalnya Sting, Bono, Paul Simon, hingga Bruce Springsteen.

Apa yang membuat karya-karyanya amat dikagumi? Youssou punya kekhasan dalam bermusik, yakni lirik lagunya yang 'dalam.' Ada pesan yang kerap ingin dia sampaikan kepada semua orang lewat tembang-tembangnya, di antaranya adalah wajah Islam yang sejuk dan damai.

Ya, Youssou merupakan seorang Muslim. Dan, dengan musiknya itu, dia selalu memiliki sebuah harapan. ''Saya ingin memperlihatkan wajah Islam yang sebenarnya, yakni sebuah agama yang damai dan toleran,'' katanya menegaskan, seperti dikutip harian The Daily Star.

Dirinya mengaku sedih setiap kali agamanya dikaitkan dengan citra kekerasan dan teror, terutama oleh media-media Barat. Padahal, bukan itu karakter agama Islam yang diketahuinya, baik di negara asalnya maupun di negara Islam lainnya.

Oleh sebab itulah, Youssou bertekad untuk terus menyajikan musik bertema agama, yang dibalut dengan irama khas Afrika. Dia tidak pantang mundur, kendati tak sedikit kalangan yang mengecamnya lantaran dianggap mencampurkan Islam dengan budaya pop sekuler.

Terlepas dari 'kampanye' damai lewat musik ini, apa yang berlangsung di tanah kelahiran Youssou, Senegal, memang merepresentasikan pesan yang ada di dalam lagu-lagu tersebut. Senegal, sebuah negara di Afrika Barat, dikenal sebagai negara mayoritas Muslim yang toleran.

Kehidupan religius bisa dilihat di kota-kota di negara itu. Di ibu kota Dakar, misalnya, jamak dijumpai kaum pria yang mengenakan pakaian Muslim lengkap dengan kopiah putihnya, atau juga wanita-wanita berjilbab.

Shalat berjamaah di tepi jalan adalah pemandangan sehari-hari. Seperti halnya di Kota Suci Makkah dan Madinah, jika sudah tiba waktu shalat fardu, apa pun kegiatan yang sedang dilakukan, para penduduknya akan langsung bersiap melaksanakan shalat.

Kondisi serupa juga merambah hingga ke luar kota Dakar dan pelosok-pelosok desa. Suasana Islami amat terasa. Di desa-desa, bangunan masjid dan mushala bahkan menjadi sesuatu yang wajib untuk dimiliki.

Aliran sufi

Ini tidaklah mengherankan, mengingat agama Islam dianut oleh mayoritas (sekitar 95 persen) penduduk Senegal, yang berjumlah sekitar 11 juta jiwa. Adapun selebihnya adalah pemeluk Kristen Katolik, sebanyak lima persen serta penganut animisme (satu persen).

Perkembangan agama Islam di negara bekas jajahan Prancis ini, tak bisa dilepaskan dari pengaruh aliran tarekat sufi. Ada dua aliran tarekat yang paling berpengaruh, yakni Tarekat Tijaniyya dan Tarekat Muridiyya.

Aliran Tijaniyya punya basis pengikut di Kota Tivaouane dan Kaolack, sementara aliran Muridiyya berkembang pesat di Kota Toubba. Sejak lama, tarekat sufi ini telah memainkan peranan signifikan dalam kehidupan sosial keagamaan serta perjuangan melawan kaum kolonial.

Didirikan tahun 1886 oleh Syekh Ahmed Bamba dan semula merupakan cabang Tarekat Qadiriyya, aliran Muridiyya menjadi yang paling awal menancapkan pengaruhnya. Dalam waktu singkat, aliran ini sanggup menarik banyak pengikut, dan menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah.

Pada akhir abad ke-19, pengikut aliran sufi itu berjuang melawan Prancis serta Inggris. Akan tetapi, perlawanan berhenti ketika para pemimpinnya, antara lain Malick Sy dan Syekh Ahmed Bamba, memutuskan untuk berunding dengan Prancis dan diberikan imbalan hak kebebasan beragama.

Kemudian, Syekh Bamba diberikan izin untuk mengembangkan aktivitas di kawasan Peuls. Sejak itulah, aliran sufi tersebut terus meluaskan pengaruh dan kian dikenal oleh masyarakat Senegal serta Afrika Barat.

Banyak warga yang menjadikan tarekat ini sebagai pembimbing mereka dalam menyelesaikan masalah sehari-hari, semisal usai kehilangan pekerjaan atau tertimpa musibah. Syekh Bamba pun kerap mengingatkan pengikutnya untuk giat bekerja demi meningkatkan taraf kehidupan. Dia juga memberikan dorongan moral bagi yang terkena musibah.

Sedangkan aliran Tijaniyya berasal dari Afrika Utara dan telah berkembang pesat hingga Afrika Barat, khususnya Senegal, Mauritania, dan Mali. Pasca kemerdekaan tahun 1962, aliran Tijaniyya punya basis di Touba, yang bisa dibilang negara dalam negara.

Mengapa demikian? Tak lain karena wilayah ini tak memiliki gubernur serta administrasi pemerintahan. Kepemimpinan dipegang langsung oleh imam besar aliran tarekat sufi itu.

Tapi, secara keseluruhan, Senegal dipegang oleh pemerintahan yang sekuler, kendati mayoritas penduduknya beragama Islam. Peraturan perundangan menaungi semua golongan dan agama sehingga tercipta toleransi antaragama.

Sudah menjadi tradisi, misalnya, saat umat Islam merayakan hari besar agama, mereka mengundang tetangganya yang non-Muslim. Begitu pula, ketika umat Muslim dihina dengan gambar kartun Nabi Muhammad SAW oleh media Barat, umat non-Muslim di sana banyak yang turut mengecam tindakan itu.

Islam Pengaruhi Hukum Modern

Ajaran Islam diakui telah memberi pengaruh dan memperkaya hukum-hukum pengungsi internasional modern. Sebuah studi yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pengaruh dan sumbangan Islam bagi hukum internasional tentang pengungsi lebih besar dibandingkan sumber-sumber lainnya.

''Komunitas internasional harus menghargai dan mengakui kontribusi ajaran Islam yang mengajarkan kebaikan dan keramahtamahan bagi hukum modern,'' ujar Pimpinan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Antonio Guterres, dalam kata sambutan hasil studi yang dilakukan organisasi internasional itu.

Studi yang bertajuk, "The Right to Asylum Between Islamic Shari'ah and International Refugee Law", itu mengungkapkan pengaruh dan nilai-nilai hukum Islam dalam kerangka hukum di era modern. Hukum Islam yang telah berkembang sejak 14 abad lalu telah banyak diadopsi dalam penyusunan hukum pengungsi internasional.

Hasil studi itu juga menyimpulkan bahwa hukum Islam (syariah) yang mulai berkembang di era Rasulullah SAW telah menciptakan basis bagi begitu banyak hukum internasional yang terkait dengan masalah pengungsi. UNHCR merupakan organisasi internasional yang menangani puluhan juta pengungsi di seluruh dunia.

Seperti diwartakan Islamonline, dalam studi yang dipimpin oleh Antonio Guterres dan dihimpun Prof Ahmed Abu Al-Wafa dari Fakultas Hukum Universitas Kairo itu terungkap sejumlah contoh betapa hukum Islam (Syariah) memberi perhatian serius terhadap masalah pengungsi.

Berdasarkan hukum Islam, Muslim dan non-Muslim memiliki hak yang sama untuk mencari dan menikmati perlindungan atau suaka dari penindasan dan penyiksaan. Selain itu, melarang umatnya untuk mengembalikan pengungsi yang membutuhkan perlindungan ke dalam situasi yang berbahaya.

Islam justru menyerukan umatnya untuk membantu pengungsi agar dapat kembali berkumpul bersama keluarganya serta menjamin dan melindungi nyawa serta harta mereka. Tak hanya itu, Islam juga melarang tindakan yang memaksa para pengungsi untuk mengubah keyakinan atau agama mereka.

Studi tentang kontribusi Islam dalam pembentukan hukum internasional tentang pengungsi itu juga didukung Organisasi Konferensi Islam (OKI). Pada 1990, OKI telah berhasil membuat Deklarasi HAM dalam Islam. Di dalamnya tercantum bahwa setiap manusia yang melepaskan diri dari penindasan memiliki hak untuk mencari suaka dan menerima perlindungan di negara lain.

Pengungsi Muslim
Selain menyoroti sumbangan Islam bagi hukum internasional tentang pengungsi, PBB juga mengungkapkan bahwa umat Muslim telah menjadi pengungsi terbesar di dunia. ''Saat ini, mayoritas pengungsi di seluruh dunia adalah Muslim,'' ungkap Guterres menegaskan.


Berdasarkan catatan UNHCR, saat ini ada 16 juta pengungsi dan pencari suaka. Separuh dari pengungsi dunia, papar Guterres, berasal dari dua negara Muslim, yakni Irak dan Afghanistan. Guterres menyayangkan begitu banyak hak-hak pengungsi Muslim yang tak terlindungi akibat berkembangnya rasisme dan xenofobia di dunia.

Tantangan Dakwah Islam di Brazil

Di kawasan Amerika Selatan, Brazil merupakan negara terbesar, baik dari aspek luas wilayah maupun jumlah penduduk (180 juta jiwa). Negara yang menjadi gudangnya pesepak bola terkenal di dunia ini, juga merupakan pusat agama Nasrani di wilayah tersebut.

Untuk meneguhkan status itu, orang-orang Brazil pun membangun sebuah patung Yesus Kristus dalam ukuran cukup besar, tahun 1850-an. Terletak di puncak Bukit Corcovado, Rio de Janeiro, patung yang dinamakan Cristo Redentor ini bahkan pernah diusulkan menjadi satu dari sekian keajaiban dunia.

Di tengah dominasi agama Nasrani, agama Islam terus berupaya mengembangkan diri. Ya, umat Muslim memang bereksistensi di sini, bahkan telah ada sejak seabad lampau. Dan, kini jumlahnya, menurut otoritas Islam setempat, mencapai sekitar 1,5 juta jiwa lebih. Geliat Islam terbilang cukup baik. Dan, itu ditunjang situasi di dalam negeri yang kondusif. Brazil merupakan negara yang memiliki keanekaragaman etnik, budaya, dan keagamaan.

Semua komunitas maupun golongan memiliki kesempatan sama untuk berkembang.
Islam, misalnya. Jumlah masjid di Brazil hingga kini tercatat sekitar 120 unit. Begitu pula, dengan pusat-pusat Islam, yayasan amal, dan organisasi-organisasi keagamaan.
Seperti diungkapkan Al-Sadiq Al-Othmani, kepala Departemen Urusan Islam pada Pusat Dakwah Islam di Amerika Latin, umat Muslim merasakah sebuah suasana toleransi. ''Mereka bebas untuk berdoa dan membangun masjid-masjid,'' katanya.

Peluang ini pun tak disia-siakan. Umat Muslim setempat terus menggencarkan dakwah Islam. Tak hanya lewat jalur konvensional, seperti di masjid atau pusat keislaman, dakwah juga dilakukan melalui media elekronik maupun internet.Selama ini untuk berkhotbah, kata Othmani, para dai dan relawan harus menempuh perjalanan selama dua hingga tiga jam untuk mencapai masjid di dalam kota.

Bayangkan apabila masjid yang hendak dituju berada di luar kota, waktu yang dibutuhkan bisa jadi 12 jam. ''Maka itu, melalui internet, sebuah khotbah akan dapat langsung diakses oleh umat di berbagai kota sehingga lebih efisien dan efektif,'' katanya menandaskan.
Namun demikian, belakangan ini dakwah yang dilakukan mulai menemui kendala. Pekan lalu, berbagai media melansir laporan bahwa sejumlah masjid di Brazil ditutup karena kekurangan imam dan dai. ''Ada sepertiga jumlah masjid yang ditutup,'' aku Othmani lagi.Menurut Khaled Taqei al Din, seorang imam di Sao Paolo, dari 120 masjid yang ada, hanya memiliki sekitar 40 imam dan khotib. Itu pun hanya sedikit yang menyelesaikan pendidikan syariat di tingkat perguruan tinggi.

Akibatnya, masjid menjadi sepi dari aktivitas keagamaan, bahkan untuk mengejar shalat lima waktu berjamaah, tidak semuanya bisa. Dikhawatirkan, kondisi itu bisa memengaruhi para generasi muda Muslim untuk memperdalam ilmu agama.Beberapa tokoh agama lantas mengaitkan masalah ini dengan kurangnya dana di pusat-pusat keislaman. Itu menjadikan mereka tidak mampu mencetak imam-imam baru yang mumpuni.

Masalah ini membutuhkan solusi cepat. Umat, organisasi Islam, yayasan amal, serta lainnya, diimbau untuk bekerja sama terutama dalam penggalangan dana, agar bisa diadakan kembali pelatihan-pelatihan bagi para dai dan imam.Selain itu, umat Muslim di Brazil membutuhkan ribuan buku keislaman berbahasa Portugis. Maklum saja, Brazil adalah satu-satunya negara di Amerika Latin yang menggunakan bahasa Portugis.

Kebanyakan buku dan literatur keagamaan bagi kawasan ini ditulis dengan bahasa Spanyol. Dan, hanya sedikit sekali yang sudah merupakan terjemahan bahasa Portugis.
Mengutip dari situs berita Aljazeera , kalangan Muslim di Brazil menduga hambatan ini disebabkan dua faktor utama, yakni faktor eksternal dan internal.

Bahasa Arab
Pada faktor eksternal, dukungan dari institusi-institusi Islam di sejumlah negara Muslim, dirasakan masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari minimnya jumlah buku dan literatur yang diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis. Selain itu, mereka juga tidak terlampau gencar mengirimkan dai dan guru agama ke Brazil.

Adapun dari internal, hal itu terkait dengan awal mula kedatangan agama Islam ke negara penghasil pisang terbesar di dunia ini. Orang-orang Islam pertama yang datang ke Brazil merupakan para budak serta pekerja kasar yang dipekerjakan di perkebunan.
Karakteristik mereka tentu saja jauh dari tradisi keilmuan maupun wawasan keislaman. Hingga pada pertengahan abad ke 20, datanglah para pedagang asal Arab dan mereka lantas menetap di Brazil, dengan bekal keilmuan agama yang cukup.

Dengan keterbatasan itu, Islam tetap berkembang, tak hanya menyebarkan nilai-nilai Islam terhadap kalangan umat sendiri, tapi juga kepada warga Brazil yang non-Muslim.
Kini, kehidupan generasi berikutnya dari umat Muslim awal di Brazil, sudah jauh berbeda. Mereka telah mengeyam pendidikan lebih bermutu, menduduki jabatan publik dan swasta, serta memiliki kehidupan lebih layak. Inilah modal utama eksistensi Islam di masa mendatang.

Tapi, ''Penguasaan bahasa Arab mereka masih terbatas. Mereka pun kesulitan jika harus merujuk pada buku-buku dan literatur utama agama Islam yang masih berbahasa Arab,'' ungkap Samir Hayek, seorang penulis dan pengarang keturunan Arab.Beragam usaha dalam mengurangi hambatan ini terus dilakukan. Seperti, yang dirintis oleh Prof Dr Hilmi Nashr, dosen di Islamic Studies di Universitas San Paolo, yang merintis penerjemahan Alquran maupun hadis ke dalam bahasa Portugis.

Tapi, papar Hilmi, segenap umat di sana berharap dukungan dari negara-negara Islam lainnya untuk dakwah di Brazil. ''Terutama, penyediaan buku-buku rujukan yang ditulis dalam bahasa kami,'' katanya. Pengurus Islamic Center Kawasan Amerika Latin, lembaga yang mengoordinasikan kegiatan dakwah di wilayah itu, juga tak tinggal diam. Menurut pimpinan Islamic Center, Sheikh Ahmed bin Ali al Swayfiy, mereka sedang mengupayakan penerjemahan beberapa buku keislaman ke bahasa Portugis. ''Intinya, jangan sampai kegiatan dakwah terhambat,'' kata dia menandaskan.

Turis Muslim Pilih Brazil

Makanan yang semula disajikan hangat itu berangsur dingin. Akan tetapi, si empunya makanan, Abdel Rahman Yehia (51 tahun), tidak terlalu mempermasalahkan, dia sedang asyik menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pramusaji di restoran tersebut.
Abdel Rahman tampak senang, dia lantas menjawab panjang lebar apa pun pertanyaan yang diajukan, terkait agama dan negara asalnya. Dan, sore itu, justru menjadi momen berkesannya selama berlibur di Brazil.

''Kami sekeluarga sudah tiga kali berlibur di Brazil,'' paparnya, seperti dikutip dari situs  islam online . Mengapa memilih liburan di negara ini? Alasannya sederhana. Selain memang keindahan pemandangan panoramanya, Brazil juga kondusif bagi turisme, termasuk bagi mereka yang berasal dari negara-negara Islam.

Dengan sikap saling menghormati, kehidupan masyarakat sangat tenteram, jauh dari pertikaian antaretnis dan agama. Jadilah, selain London, kini kota-kota di Brazil sudah masuk dalam daftar tempat wisata yang ingin dikunjungi para turis Muslim. Abdel Rahman mengaku, ketika berjalan-jalan di pusat kota, sama sekali tidak ada gangguan. Meski secara fisik, dia bisa dikenali dari wajahnya yang khas Timur Tengah.

Masyarakat setempat malahan kerap menyapanya dengan ramah. Mungkin mereka tahu, dia adalah seorang turis sehingga harus dihormati. ''Ada juga yang lantas bertanya banyak hal, terutama menyangkut agama Islam. Ini tentu membanggakan,'' ujarnya. Penegasan senada diungkapkan Sajida Obeid (58), pelancong dari Lebanon. Dia begitu terkesan dengan atmosfer bersahabat di kota-kota metropolitan Brazil. ''Saya datang bersama putra saya setelah mendengar banyak informasi yang cukup baik tentang Brazil,'' jelas dia.

Obeid lantas bercerita pengalamannya pertama kali berjalan-jalan di kawasan wisata. ''Awalnya, saya khawatir karena mengenakan kerudung. Tapi, orang-orang tidak merasa aneh dan membiarkan kita menikmati liburan,'' kata dia lagi. Kedatangan para turis Muslim ini disambut dengan hangat di Brazil. Dari penuturan Roberto Almeida, kepala hubungan masyarakat dan media Departemen Turisme dan Informasi Brazil, pintu terbuka bagi turis dari berbagai negara, agama, dan etnis.

Menurutnya, peningkatan jumlah penduduk keturunan Arab di negara ini, menjadi salah satu pendorong kedatangan para turis dari kawasan Timur Tengah. ''Mereka kemudian menyampaikan informasi mengenai Brazil ke keluarganya,'' papar dia.Ke mana tujuan para turis ini selama liburan di Brazil? Ada beberapa lokasi favorit, di antaranya ke Santos, Sao Paolo, Goiania, Curitiba, Brasilia, dan Florianopolis.

Kota-kota ini dianggap sesuai dengan tradisi Islam. ''Selain itu, di sana juga terdapat komunitas Muslim yang cukup besar. Sehingga, mereka bisa menyaksikan tradisi Islam maupun tempat-tempat ibadah yang ada,'' ujar Claudio Muhammad Baker, juru bicara Muslim Association of Santo

Islam di Jerman, Antara Integrasi dan Rasa Percaya Diri

Hubungan Islam dan Barat sering kali mengalami pasang surut, termasuk di Jerman. Namun, dengan semangat toleransi dan saling menghargai, keduanya bisa menatap masa depan lebih cerah.

Seperti kebanyakan komunitas Muslim lainnya di kawasan Eropa, umat Islam di Jerman juga sempat mengalami kekhawatiran terhadap berbagai peristiwa yang senantiasa dikaitkan dengan agama Islam, seperti terorisme, jilbab, hukum syariah, dan sebagainya.

Keberadaan mereka di tanah airnya sendiri terkadang tidak diperhatikan, hanya karena berbeda kepercayaan dengan mayoritas masyarakat Eropa.

''Mayoritas umat Islam saat ini lahir dan besar di Jerman dan tidak bermigrasi. Kami adalah bagian dari Jerman,'' tegas Kepala Islamic Council, Ali Kizilkaya.

Pernyataan tersebut agaknya mewakili aspirasi sekitar 3,5 juta komunitas Muslim Jerman saat ini. Mereka berharap, eksistensi dan keberadaannya di negara Bavaria tersebut diakui, bukan lagi hanya dianggap sebagai warga kelas dua.

Itulah yang kemudian, oleh seorang penulis tenar berdarah Turki, Feridun Zaimoglu, harus dijadikan pendorong bagi segenap Muslim untuk berperan lebih besar dalam berbagai bidang kehidupan. Intinya, papar dia, umat harus tampil percaya diri serta tidak mudah menyerah pada tekanan.

Seiring dengan itu, mulai tumbuh semangat dari sebagian umat untuk mengembangkan Islam di tengah peradaban Jerman. Pun, di kalangan pemuda, mereka cukup antusias dalam bergerak guna mengoreksi stereotipe terhadap Islam yang bukan merupakan agama kekerasan.

Pemerintah Jerman merespons positif langkah tersebut. Hal ini disampaikan oleh Utusan Khusus Menteri Luar Negeri Jerman untuk Dialog Antaragama, Heidrun Tempel, ketika berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, pemerintah tidak membedakan pemberian fasilitas antara warga Muslim Jerman yang sudah menjadi warga negara yang sah dan warga Jerman lainnya.

Di antaranya termasuk hak politik yang sama dan juga pemberian sejumlah fasilitas dalam peribadatan. ''Saat ini, ada sekitar 206 masjid di Jerman dan fungsinya sama dengan masjid di negara-negara lain,'' jelasnya.

Sarana lain yang diberikan adalah kemudahan dalam media komunikasi. Umat Muslim Jerman kini telah bisa menikmati beragam acara siraman rohani, baik lewat televisi maupun radio. Belum lagi melalui media internet, yang membuat cakupan informasi keagamaan menjadi lebih banyak.

Begitu pula di bidang pendidikan. Pada beberapa sekolah negeri yang ada di sejumlah negara bagian, ada kelonggaran untuk memasukkan mata pelajaran agama Islam, termasuk pemakaian jilbab yang secara resmi sudah diperbolehkan oleh peemrintah.

Oleh karena itu, Hedrun berharap, adanya kebijakan tersebut dapat memperkuat toleransi di masyarakat Jerman. Keragaman budaya, etnis, dan agama hendaknya tidak memicu konflik dan sebaiknya menjadi perekat dalam menyatukan seluruh warga.

Hal yang sama ditandaskan Menteri Dalam Negeri Jerman, Wolfgang Schrauber, yang menilai, keanekaragaman agama akan menjadi tantangan bagi kehidupan bersama kemasyarakatan. Oleh sebab itu, amatlah penting dilakukan dialog antaragama.

''Upaya itu adalah alat di negara yang netral karena menyumbangkan perbaikan pemahaman antarpihak dalam kehidupan bersama yang harmonis,'' katanya, seperti dikutip dari stuttgarter nachrichten 2009.

Menurutnya, pemerintah mendukung penuh dialog antaragama ini karena pemerintah memandang agama sebagai sumber orientasi dan kehidupan kemasyarakatan. Hidup bersama berdampingan tidak akan mungkin terjadi hanya dengan rasionalitas. Oleh sebab itu, sambung dia, di Jerman, terdapat perundangan yang sekuler, namun Jerman bukanlah negara sekuler.

Dalam beberapa tahun terakhir, Islam memang cenderung dikarakteristikkan dengan krisis atau serangan teroris. Hal itu berkembang secara umum di dunia Barat.

Untuk menepis anggapan negatif tersebut, para pemuka agama, tokoh, cendekiawan, serta kalangan masyarakat tak henti mengampanyekan wajah Islam yang damai dan kekerasan tidak termasuk di dalamnya.

Sedikit demi sedikit, upaya ini membuahkan hasil. Masyarakat Eropa dan juga Jerman mulai bisa menerima kehadiran Islam dan umat Muslim walau belum sepenuhnya terhapus kecurigaan.

Di Jerman, warga Muslim menyambut era baru ini. Semangat keislaman semakin meningkat. Komunitas dan organisasi Islam mencari tempat-tempat yang dapat digunakan beribadah dalam jangka waktu lama.

Beberapa asosiasi Muslim bahkan telah mengubah sejumlah bagian ruangan kerja menjadi tempat shalat temporer demi memfasilitasi kebutuhan keagamaan yang semakin bertambah.

Lebih jauh, Wolfgang Schrauber menambahkan, tidak mudah bagi agama yang relatif baru masuk ke Jerman, seperti Islam, untuk dapat menyesuaikan diri. Terlebih, upaya integrasi warga Muslim di negara Barat juga dipengaruhi oleh persepsi negatif mengenai Islam.

Tiga Tantangan
Namun, persoalan ini bukan dihadapi Islam saja. Gereja pun memerlukan waktu yang tak sebentar hingga mereka tidak hanya menerima demokrasi, tapi juga menerapkannya di kehidupan kemasyaratan Kristen. Nah, saat ini Islam sedang menghadapi tantangan untuk memodernisasi diri.

Di antara tantangan terbesar adalah upaya asimilasi warga Muslim di Jerman. Ini akan berlangsung terus. ''Muslim di Jerman harus bertindak sesuai hukum yang berlaku jika mereka ingin berintegrasi,'' kata Wolfgang.

Dia menambahkan, dialog Islam-Jerman juga perlu lebih dikembangkan dalam mempersiapkan solusi, seperti pelajaran agama Islam di sekolah atau panduan prosedur pemakaman Islami.

''Sehingga, kita tidak hanya memperkaya keragaman keagamaan, tetapi juga meneguhkan persatuan dalam kehidupan kemasyarakatan di negara kita,'' ujarnya.

Harapan tersebut sejatinya juga merupakan keinginan seluruh warga Muslim Jerman. Mereka pun menghendaki perbaikan mendasar, baik di lingkup antarmasyarakat maupun di internal umat sendiri.

Berdasarkan pengamatan warga Muslim setempat, setidaknya ada tiga kritik utama yang perlu mendapat perhatian. Pertama, kurangnya sistem pengajaran Islam secara independen. Kedua, ketidakhadiran jaringan komunitas Muslim yang berkelanjutan. Ketiga, fokus lembaga Islam yang masih dominan pada kebutuhan struktural organisasi itu sendiri ketimbang pengembangan masyarakat ke arah luar.

Demikianlah, perjuangan umat Muslim untuk berintegrasi meski kadang pasang surut, itu tetap berlangsung. Merujuk pada penegasan Feridun Zaimoglu di atas, rasa percaya diri haruslah melandasi setiap gerak dan langkah umat sehingga mereka dapat membawa cahaya Islam yang sejati dalam derap peradaban di Jerman dan juga Eropa.


Telah Ada Sejak Era Ottoman


Dalam berbagai literatur sejarah, banyak yang menyebutkan bahwa kehadiran umat Islam di Jerman dan juga sebagian negara di Eropa karena didorong faktor imigrasi dari negara Islam di Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, dan Asia, untuk mencari pekerjaan serta alasan politik.

Hal tersebut berlangsung pada era tahun 1960-an hingga 1970-an, sekaligus membuat pertumbuhan penduduk Muslim meningkat pesat. Berdasarkan sensus tahun 2006, jumlah umat Islam di Jerman telah mencapai angka 3,3 juta jiwa atau empat persen dari populasi penduduk.

Akan tetapi, sebenarnya Islam sudah menapakkan jejaknya di Jerman jauh sebelum itu. Islam hadir pertama kali pada masa Kesultanan Ottoman, yaitu pada abad ke-18, di mana kedua bangsa telah menjalin hubungan diplomatik, militer, dan ekonomi.

Sebanyak 12 tentara Ottoman tercatat pernah bergabung dalam pasukan Kaisar Frederick William I dari Prusia (Jerman) pada awal abad ke-18. Pada 1745, Frederick II bahkan meresmikan penggabungan unit pasukan Muslim di ketentaraan Prusia dan menamainya 'Penunggang Muslim'.

Pasukan ini terdiri atas bangsa Bosnia, Albania, dan Tartar. Pada tahun 1760, Prusia menambah lagi unit pasukan Korps Bosnia yang berkekuatan 1.000 tentara.

Bersamaan dengan itu, imigrasi penduduk dari sejumlah negara Islam di kawasan Balkan terus berlangsung. Jumlah mereka terus bertambah. Pada tahun 1798, untuk kali pertama, sebuah pemakaman Muslim dibuka di Ibu Kota Berlin.

Pemakaman tersebut, yang sempat dipindahkan tahun 1866, masih ada hingga kini. Sampai tahun 1900, terdapat lebih dari 10 ribu umat Muslim di Jerman yang kebanyakan berasal dari wilayah Balkan dan Turki.

Ketika Perang Dunia I berkecamuk, sebanyak 15 ribu tawanan Muslim dibawa ke Berlin. Dari sinilah, masjid pertama di Berlin dibangun yang diperuntukkan bagi para tawanan ini. Namun, operasional masjid tersebut tak berjalan lama karena pada tahun 1930 terpaksa ditutup.

Setelah perang usai, masih ada sebagian kecil komunitas Muslim yang menetap di Berlin. Mereka terdiri atas para intelektual dan mahasiswa.

Untuk kali kedua, sebuah masjid didirikan untuk komunitas ini dengan nama Masjid Ahmadiyya di Berlin dan dibuka secara resmi tahun 1924. Imam pertamanya tercatat bernama Maulama Sadr-ud-Din dari India.

Sejak itu, perlahan tapi pasti, kehidupan umat Islam terus berkembang, termasuk dalam kegiatan pendidikan dan organisasi. Islam Colloguium, institusi pendidikan untuk anak-anak, dibentuk untuk pertama kalinya tahun 1932.

Pada masa tersebut, terdapat sekitar 3 ribu umat Islam di Jerman dan 300 di antaranya adalah warga asli. Dimulailah era kejayaan Nazi, yang meski tidak menargetkan umat Muslim secara khusus, mereka tetap merasakan kondisi ketidakadilan dan kecurigaan atas kaum minoritas agama di tengah euforia supremasi ras Aria (kulit putih).

Banyak dari kaum Muslim terpaksa mengungsi ke negara lain. Ketika perang selesai yang dimenangkan pasukan Sekutu, jumlah umat Islam di Jerman hanya tinggal beberapa ratus.

Kebangkitan industri membuka lembaran baru. Pemerintah Jerman mengundang para pekerja asing untuk mengisi posisi pekerjaan di pabrik-pabrik yang telah dibangun. Era tahun 60-an, terjadi gelombang imigrasi dari negara-negara Islam.


Dalam dua dekade, peningkatan jumlah penduduk beragama Islam tercatat sangat pesat. Angkanya mencapai 3 juta jiwa lebih dan didominasi oleh pendatang dari Turki (sebagian besar mereka berasal dari Anatolia, kawasan tenggara Turki).

27 July 2010

Islam di Karibia Dikagumi karena Etos Kerjanya

Kepulauan Karibia meliputi sekitar 19 negara kecil, seperti Guyana, Trinidad dan Tobago, Suriname, dan lainnya. Kawasan ini cukup terkenal di seantero dunia karena keindahan alamnya. Tak mengherankan jika Karibia menjadi salah satu tujuan wisata paling populer.

Setiap tahun, para turis asal Amerika dan Eropa berkunjung ke sana untuk menikmati wisata pantai dan laut. Efeknya, masyarakat lokal dapat menarik keuntungan cukup besar dari industri pariwisata ini.

Di antara penduduk setempat, terdapat pula komunitas Muslim yang telah tinggal di Karibia sejak lama. Jumlah mereka pun cukup besar sehingga turut memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari.

Seorang pemuka agama setempat, al-Hajj Naseer Ahmad Khan, mengatakan, saat ini umat Islam sudah berintegrasi dalam berbagai profesi. ''Saya kira, masa depan kami akan sangat cerah,'' paparnya.

Ahmad Khan, yang juga ketua Islamic Missionaries Guild International, sebuah lembaga keagamaan yang berkedudukan di Guyana, menjelaskan, jumlah umat Islam di kepulauan Karibia mencapai sekitar 400 ribu jiwa. Mereka tersebar di sejumlah negara di kawasan ini, yakni Barbados, Grenada, Dominika, Pueto Rico, Kepulauan Virgin, dan Jamaika.

Konsentrasi terbesar umat Islam berada di Guyana dengan populasi mencapai 120 ribu jiwa. Adapun di Trinidad dan Tobago serta Guyana masing-masing terdapat sekitar 100 ribu jiwa.

Meski begitu, di Trinidad-lah pusat keislaman kawasan ini, bahkan kerap menggelar kegiatan berskala internasional. Pangeran Arab Saudi, Muhammad ibn Faisal, misalnya, pernah datang ke Trinidad untuk menghadiri sebuah perhelatan konferensi dakwah. Di negara ini, terdapat sekitar 85 masjid.

Trinidad dan Tobago terletak di bagian selatan Karibia. Negara ini memiliki aneka ragam budaya dari masyarakat yang multikultural yang dilingkupi sikap tenggang rasa, pembauran agama, dan kebudayaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat.

Selain Islam, dua agama terbesar lainnya adalah Kristen dan Hindu. Negara kepulauan yang pada awalnya diduduki oleh bangsa Spanyol, Inggris, dan Prancis ini amat kuat dipengaruhi sejarah perbudakan dan kuli kontrak. Keduanya memberi sumbangan terbesar bagi keragaman budaya di Trinidad.

Adalah dua orang tokoh agama, yaitu Nizam Mohammed yang merupakan mantan politikus serta Noor Mohammed Hassanali yang gencar menyosialisasikan dan menyebarkan agama Islam. Kiprah mereka dalam berdakwah di masjid-masjid telah membangkitkan ghirah (semangat) keislaman di kalangan komunitas Muslim.

Tahun lalu, keduanya dipercaya memberikan khotbah Idul Fitri. Ribuan umat Islam (diperkirakan mencapai 4 ribu orang) memenuhi lapangan besar di Jean Pierre Cultural Complex di Port-of-Spain. ''Muslim di Trinidad, kendati tidak terlampau besar, sangat terorganisasi,'' ungkap Imtiaz Ali (32 tahun), seorang Muslim Trinidad.

Negara ini, sambungnya, terbagi menjadi dua generasi umat Islam. Pertama, yang masih memegang teguh tradisi. Mereka dikatakan sulit menerima Islam yang dinamis. Sedangkan, kelompok kedua adalah generasi muda Muslim.''Tahun sebelumnya, ada sekitar 100 orang dari Trinidad yang menunaikan ibadah haji ke Makkah dan sebagian besar berasal dari generasi muda,'' ungkap Ali.

Kontribusi umat
Dari mana asal usul umat Islam di Karibia? Ali, Naseer Ahmad Khan, dan lainnya merupakan keturunan Muslim yang berasal dari sebuah provinsi di India, Uttar Pradesh.

Nenek moyang mereka itu pertama kali tiba di kawasan ini sekitar tahun 1845. ''Yang membawanya adalah para tuan tanah setempat. Orang-orang Islam dijanjikan kesejahteraan dengan memperoleh tanah. Tapi, janji tinggal janji, akhirnya banyak yang meninggal karena menderita,'' imbuh Ali.

Di sana, para imigran ini dipekerjakan di perkebunan tebu dan tembakau dengan memakai sistem imbal tenaga. Sejak perbudakan dihapuskan di seluruh wilayah jajahan Inggris, tuan tanah menerapkan sistem itu. Pekerja tersebut tidak menerima upah sebagai konsekuensi pembayaran utang-utang mereka dan biaya perjalanan.

Karena terus dipaksa bekerja keras setiap hari, banyak pekerja Muslim asal India ini yang tak sempat mencatatkan atau menuliskan riwayat mereka serta tempat tinggal sebelumnya. ''Kini, kita menjadi tidak tahu apa pun tentang asal usul kita di India,'' kata Nizam Mohammed.

Mohammed (46 tahun), lulusan sekolah tinggi di London, mengaku sama sekali tidak mengetahui apakah nenek moyangnya termasuk di antara pendatang Islam pertama dari India yang menumpangi kapal Fatel Razeck.

Dia hanya mengenal nama kedua buyutnya, yakni Kallam Meah dan Rajeem Meah. Setelah bekerja selama lima tahun memenuhi sistem imbal tenaga, Kallam melanjutkan bekerja di perkebunan kopi dan cokelat, sedangkan Rajeem memilih profesi sebagai penjahit.

Selain imigran dari India, ada lagi komunitas Muslim yang berasal dari Afrika. Mereka merupakan Suku Mandingo, suku asli Afrika Barat. Merekalah pemeluk Islam pertama yang datang ke Trinidad, tepatnya pada tahun 1777. Ketika itu, orang-orang Afrika ini dipekerjakan di perkebunan tebu sebagai budak.

Hingga tahun 1802, jumlah mereka telah mencapai 20 ribu jiwa. Tahun 1830-an, orang Islam asal Afrika ini menetap di Port of Spain. Kebanyakan tidak bisa baca tulis, namun terorganisasi berkat peran Muhammad Beth, yang telah membeli kebebasannya dari perbudakan. Mereka tetap mempertahankan agamanya, bergiat di banyak bidang, dan secara berkala kembali ke kampung halaman di Senegal.

Lainnya adalah warga Muslim dari Timur Tengah, Indonesia, Pakistan, dan sebagainya. Sejarah mencatat, sebelum Trinidad menemukan sumur minyak pertamanya, ekonomi di wilayah itu telah maju pesat. Para pendatang Muslim dulunya menekuni bidang pertanian dan perdagangan.

''Saat ini, umat Muslim cukup berperan signifikan dalam kemajuan ekonomi,'' urai Mohammed. ''Banyak dari mereka berhasil mencapai posisi penting di sebuah perusahaan publik. Mereka juga selalu terlibat dalam bidang politik.''

Hal itu diamini oleh Perdana Menteri ANR Robinson. ''Umat Muslim terus memberikan kontribusi cukup besar dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari sosial, ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Hal ini tentu sangatlah membanggakan,'' jelasnya.

Pertumbuhan ekonomi terus dijaga. Walau harga minyak mentah dunia masih terus bergejolak, Trinidad tetap mampu mempertahankan pendapatan per kapita sebesar 6 ribu dolar AS, peringkat keempat tertinggi di kawasan barat Benua Amerika.

Tetap Giat Bekerja

Berbeda dengan Trinidad dan Tobago, kondisi negara Guyana justru banyak bergelut dengan perekonomian yang kurang menunjang. Ini sebagai akibat kebijakan ekonomi dari pemerintahan sebelumnya.

Pendapatan per kapitanya hanya 570 dolar AS sehingga menjadikannya negara termiskin ketiga di kawasan ini, setelah Haiti dan Bolivia. Sektor pariwisata di negara kecil ini juga kurang berkembang, ditambah lagi dengan harga tiga komoditas utama: beras, gula, dan baoksit, yang terus turun di pasaran dunia hingga menimbulkan inflasi. Nilai tukar uangnya pun semakin rendah.

Sebagai gambaran, jika tahun lalu satu dolar AS masih sekitar 4,25 dolar Guyana, kini nilainya sudah terjun ke 20 dolar Guyana per dolar AS.  Maka, tak heran, utang luar negeri jadi andalan pembiayaan. Kini, jumlahnya sudah mencapai 1 hingga 5 miliar dolar atau mendekati 1,875 dolar AS per kapita.

''Problem terbesar di Guyana kini adalah bagaimana membayar utang negara,'' papar Al-Haj Naseer Ahmad Khan. ''Tapi, setelah pergantian kepemimpinan, saya kira ada secercah harapan menuju kemajuan.'' Akibat situasi ini, segenap penduduk Guyana harus bekerja keras, termasuk kalangan komunitas Muslim yang jumlahnya sekitar 15 persen dari populasi penduduk sebesar 800 ribu jiwa.

Beratnya beban kehidupan tak menghalangi umat untuk bergiat ibadah. Masjid-masjid yang jumlahnya diperkirakan mencapai 133 unit di seluruh negeri tetap ramai dengan berbagai kegiatan, termasuk di Masjid Dar al-Salaam, terletak di Ibu Kota Georgetown.

Sejatinya, di Guyana, semua pemeluk agama menikmati kebebasan menjalankan ajaran agama masing-masing. Para pegawai pemerintah yang beragama Islam bahkan mendapat jatah istirahat dua jam setiap hari Jumat agar dapat menunaikan shalat Jumat.

Kondisi serupa juga ditemui di Suriname, sebuah negara yang lebih multietnis. Umat Muslim di sini kebanyakan adalah kalangan masyarakat kelas menengah bawah dan mereka bekerja di sektor pertanian. ''Muslim di sini mengandalkan kerja keras sendiri, sementara umat Kristen dan Hindu banyak mendapatkan dukungan dana dan moral dari berbagai organisasi di Belanda, Amerika Serikat, dan India,'' papar Dr Isaac Jamaludin, ketua Madjlies Moeslimien Suriname.

Pada akhirnya, ketekunan dan kegigihan umat Islam dalam bekerja memunculkan simpati dan ketertarikan dari warga kepulauan Karibia. Surat kabar El Nuevo Herald dalam satu laporannya menyebutkan, para penduduk kepulauan Karibia dalam beberapa tahun ini makin banyak yang beralih ke agama Islam.Sementara itu, harian Trinidad menyatakan alasan mengapa banyak warga memilih Islam antara lain karena tertarik dengan keseimbangan antara bekerja dan spiritualitas yang diajarkan Islam.


Mereka yang tadinya tidak punya pekerjaan, setelah masuk Islam, menjadi giat bekerja dan tidak lagi bermalas-malasan. Sebab, agama Islam mengajarkan bahwa orang-orang yang rajin bekerja akan mendapatkan balasan pahala yang besar. Hal ini berdampak pada makin meningkatnya standar kualitas kehidupan di kalangan masyarakat kepulauan Karibia.

Muslimah Pejuang Kemiskinan dari Virginia

Bisma Y Sheikh, Muslimah muda, dinobatkan sebagai seorang bintang yang lagi bersinar dari kota Berryville di Clarke County, Virginia, dimana ia dikenal sebagai pejuang kemiskinan, sebagaimana dilansir surat kabar The Winchester Star Senin (1/5) kemarin.

"Gadis ini tampil dengan sangat percaya diri serta semangat dan keinginan yang tulus untuk membawa orang dalam kebersamaan," kata Karen Schultz pimpinan komite Star Leadership Awards pada Clarke County High School.

"Dia sangat memberi inspirasi."

Pelajar 18 tahun di Clarke County High School ini memenangkan The School's 2009 Star Leadership Award pada Ahad (31/5) kemarin.  Acara ini merupakan agenda tahunan di sekolah tersebut. Dan ia berhak mendapatkan hadiah sebesar $5000.

Schultz menegaskan bahwa semua nominator layak mendapat pujian. Namun komitmen Bisma terhadap perdamaian dan kepeduliannya terhadap beban orang lain merupakan suatu yang luar biasa.

Dia mendapat penghargaan untuk "sebuah kombinasi dari keunggulan karakter, kualitas kepemimpinan dan kesetiaan terhadap tugas."

Disamping memenangkan Leadership Award, Bisma juga memenangkan dua penghargaan lain yang masing-masing hadiahnya sebesar $1000.

Ia menjadi relawan di sekolah dasar, membantu siswa satu demi satu di taman kanak-kanak dan sekolah menengah pertama.

Setelah menyelesaikan gelar sarjananya dalam empat tahun, dia berharap bisa melanjutkan ke fakultas hukum.

Ia ingin bekerja di Timur Tengah dan di seluruh dunia berkaitan dengan isu perdamaian, resolusi konflik, persoalan HAM, dan hak-hak sipil.

Pejuang Kemiskinan

Sebagai Muslimah muda, ia dikenal oleh masyarakat lokal sebagai pejuang kemiskinan global.

"Meski saya lahir di AS, namun keluarga saya aslinya berasal dari Pakistan dan saya telah melihat kemiskinan di sana," katanya kepada surat kabar Winchester Star.

"Saya melihat orang kelaparan, orang-orang yang butuh pertolongan dan anak yatim di jalanan," lanjutnya.

Dia meyakini memerangi kemiskinan merupakan komponen terpenting dari Iman seorang Muslim.

"Saya melakukan hal tersebut karena saya menyukainya," tambahnya.

Bisma membantu menyalurkan lebih dari 50.000 paket makanan pada tahun ini bagi anak-anak miskin di Haiti melalui lembaga bantuan Stop Hunger Now.

Dia juga membantu mengumpulkan uang pada tahun 2004 untuk membantu anak-anak korban perang Afghanistan dan pada tahun 2005 ia membantu korban gempa di Pakistan.

"Setiap orangtua berdoa dan berharap bahwa anak-anak mereka nanti akan menjadi salah satu orang yang terpilih," kata ayahnya Yousaf berkaitan dengan penghargaan yang ia terima.


"Dan kami sangat bangga dengannya," imbuhnya.

Menengok Studi Islam di Xinjiang

Sejak kecil, Mamat Reyim (23), warga Urumqi, Uighur Xinjiang, sebuah daerah otonomi di Republik Rakyat Cina (RRC) sudah gemar membaca Alquran. ''Membaca kitab suci Alquran selalu menjadi hal yang menyenangkan buat saya,'' tutur Reyim.

Kecintaannya kepada kitab suci membuatnya bercita-cita menjadi seorang ulama yang ahli Alquran. Untuk mewujudkan impiannya itu, Reyim pun menimba ilmu di Akademi Studi Kitab Suci Islam Xinjiang. Jika tak ada aral melintang, tahun ini Reyim akan menyelesaikan studinya di akademi itu.

Selepas menyelesaikan studinya di Xinjiang, Reyim berencana untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi Islam terkemuka di dunia, Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Demi mewujudkan cita-citanya menjadi ulama yang ahli Alquran, Reyim pun telah mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan beasiswa dari Kedutaan Besar Mesir di Beijing.

''Saya sangat yakin dengan kemampuan saya untuk bersaing mendapatkan beasiswa,'' tutur Reyim kepada surat kabar China Daily seusai mengikuti audisi di Kedutaan Besar Mesir di Beijing, Senin (18/5). Saat ditanya apakah dirinya tegang saat dites, sembari tersenyum Reyim berkata, ''Tidak sama sekali.''

Selain pandai berbahasa Arab dan Inggris, Reyim juga dikenal sebagai atlet atletik di kampusnya. Ia pun ahli menggunakan instant messaging untuk menjalin pertemanan dengan orang Timur Tengah dan Cina. Pemuda yang pemalu itu mengaku sangat mencintai akademi tempat dirinya menimba ilmu saat ini.

Ia pun berjanji akan kembali ke kampusnya begitu menyelesaikan studinya di Mesir, kelak. ''Saya akan kembali untuk mengajar setelah meraih gelar di Mesir,'' ungkapnya. Reyim adalah salah satu dari 160 anak muda Muslim di Provinsi Xinjiang Cina yang beruntung bisa melanjutkan studinya di Akademi Studi Alquran.

Berdasarkan data statistik, di wilayah otonomi Uighur Xinjiang, terdapat sekitar 12 juta umat Muslim.  Di wilayah itu, tersebar sekitar 24 ribu tempat ibadah, sekitar 23.900 di antaranya adalah masjid. Urumqi, tempat kelahiran Reyim, tercatat memiliki 461 tempat ibadah, sekitar 433 di antaranya adalah masjid.

"Keberadaan lembaga pendidikan, seperti Akademi Studi Alquran Xinjiang  merupakan sarana yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan spiritual penduduk lokal,'' tutur Muhetaer Aishan, deputi ketua Komisi Hubungan Keagamaan dan Etnik Xinjiang.

Akademi yang telah berdiri sejak 1987 itu menawarkan program studi keislaman selama empat tahun. Selain itu, perguruan tinggi itu juga mengadakan pelatihan singkat bagi para imam. Menurut Pimpinan Akademi Studi Alquran Xinjiang, Wupuer Rexiti, Pemerintah Cina turut membantu mendanai aktivitas akademik.

Menurut Rexiti, untuk meningkatkan fasilitas dan kegiatan akademik, Pemerintah Cina menyalurkan bantuan sebesar 4 juta yuan per tahunnya. "Anak muda Muslim di Xinjiang yang berusia antara 18 hingga 25 tahun bisa kuliah di akademi ini, selepas mereka menyelesaikan sekolah menengah atas,'' ungkap Rexiti.


Akademi itu menawarkan 16 pogram studi, termasuk hafalan Alquran, hukum dan kebudayaan Islam, komputer, bahasa Arab, dan Inggris. "Mahasiswa kami harus menguasai pengetahuan agama dan umum serta keahlian. Sehingga, mereka bisa melayani umat Islam ketika mengabdikan dirinya menjadi pemimpin umat di masjid-masjid yang tersebar di Xinjiang.

Muslim di Sri Lanka Dari Arab Hingga Melayu

Muslim di Sri Lanka tergolong minoritas di tengah mayoritas penduduk beragama Buddha. Populasinya hanya sekitar delapan persen dari sekitar 20 juta penduduk negeri yang semula bernama Sailan itu. Secara umum, komunitas Muslim di negara yang terletak di Selat India ini terbagi menjadi tiga kelompok, yakni Sri Lanka Moors, India Muslim, dan Melayu. Keberadaan kelompok-kelompok itu punya sejarah dan tradisi masing-masing.

Berbagai catatan sejarah menunjukkan kehadiran Islam ke wilayah ini punya sejarah yang panjang. Islam masuk ke Sri Lanka bermula dari kedatangan pedagang Arab di abad ke-8. Banyak di antara mereka menetap di pulau bagian bawah negeri ini, menikah dengan masyarakat Sri Lanka, dan melakukan penyebaran agama Islam. Mereka melakukan perdagangan bersama penduduk setempat hingga mencapai kejayaannya pada abad ke-15. Mereka itulah yang kemudian disebut Sri Lanka Moors. Istilah "Moor" dipandang dari sudut etimologi, pertama kali digunakan oleh orang Portugis. Populasi Sri Lanka Moors mencapai 93 persen dari penduduk Muslim di negeri ini.

Situs wikipedia mencatat, Islam berkembang di Sri Lanka tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Pantai Malabar, India. Tradisi mencatat, orang Arab yang menetap di Pantai Malabar biasa berlayar dari Pelabuhan Cranganore ke Sri Lanka, untuk menziarahi apa yang mereka percayai sebagai bekas tapak kaki Nabi Adam di puncak sebuah gunung yang hingga kini masih dikenal sebagai Puncak Adam. Ibn Batuta, pengembara Arab terkenal di abad ke-14, menemukan banyak pengaruh Arab di Sri Lanka dalam catatan pengembaraannya.

Bahkan, tulis situs itu, sebelum akhir abad ke-7 sebuah koloni pedagang Islam telah tiba di Sri Lanka. Terpukau dengan keindahan pemandangan sekitar dan tertarik dengan tradisi yang dikaitkan dengan Puncak Adam, pedagang Islam tiba dalam jumlah yang besar. Sebagian di antara mereka kemudian mengambil keputusan untuk menetap di pulau itu. Kehadiran mereka diterima baik oleh pemerintah setempat. Kebanyakan mereka tinggal di sepanjang kawasan pantai, hidup aman dan makmur sambil menjalin hubungan budaya dan perdagangan dengan bandar-bandar Islam yang lain.

Menurut Tikiri Abeyasinghe dalam Portuguese Rule in Ceylon , 1594-1612 (Pemerintahan Portugis di Ceylon, 1594-1612), Muslim yang pertama datang ke Sri Lanka adalah sekelompok orang Arab Bani Hashim yang diusir dari Tanah Arab pada awal abad ke-8 oleh pemerintah tirani Khalifah Abd al-Malik ibn Marwan. Mereka berasal dari selatan Sungai Furat lalu menetap di Concan, bagian selatan benua India, Pulau Ceylon (Sailan), dan Melaka. Sebagian dari mereka yang datang ke Ceylon membentuk permukiman besar di sepanjang pantai timur laut, utara, dan barat pulau tersebut, yakni sebuah di Trincomalee, sebuah di Jaffna, sebuah di Colombo, sebuah di Barbareen, dan sebuah di Point de Galle.

Negeri yang indah
Sejak dulu, negeri ini terkenal dengan keindahannya, kaya akan sumber daya alam. Sebutlah, misalnya, teh bermutu tinggi, di samping terkenal dengan kerajinan batu mulia. Kondisi ini mengundang perhatian negara-negara besar di masa lalu. Mereka tertarik dengan kekayaan alam itu dan ingin menguasainya. Kehadiran negara-negara besar itu perlahan-lahan mengubah masa kejayaan Muslim yang lebih dulu berkembang di negeri tersebut.

Pada abad ke-16, Portugis masuk ke wilayah negeri ini. Kehadirannya memaksa warga Muslim berimigrasi ke Central Highlands dan ke pantai timur negara itu.Abad ke-18, Belanda datang dan menguasai Sailan. Tak jauh berbeda dengan masa kekuasaan Portugis, kehadiran Belanda di Sri Lanka pun tidak memberikan ruang gerak yang bebas bagi warga Muslim. Dalam berbagai literatur disebutkan, masa itu, selain memerintah dengan kekerasan, kolonial Belanda juga membuat undang-undang yang melarang kaum Muslim melakukan kegiatan ibadah dan membatasi aktivitas perdagangan atau berhubungan dengan pedagang Muslim lainnya.

Belanda pergi, Inggris datang ke Sri Lanka pada abad ke-19. Di masa kekuasaan Belanda dan Inggris, banyak orang Jawa dan Malaysia yang telah beragama Islam dikirim ke Sri Lanka. Kala itu, Belanda menjajah Indonesia dan Inggris menguasai Malaysia. Kehadiran 'orang-orang buangan' itu dengan sendirinya menjadi gelombang baru kehadiran Muslim di Sri Lanka. Sebagaimana halnya dengan pedagang Arab yang datang jauh sebelumnya, Muslim dari Indonesia dan Malaysia pun banyak yang memilih berdiam dan menetap di negeri ini.

Kebanyakan pendatang Melayu adalah tentara yang dibawa oleh Belanda ke Sri Lanka yang kemudian mengambil keputusan untuk menetap di pulau tersebut. Pendatang lain adalah anggota keluarga bangsawan dari Indonesia yang dibuang ke negeri itu. Populasi keturunan orang Melayu Sri Lanka yang berasal dari Asia Tenggara--Indonesia dan Malaysia--kini diperkirakan mencapai sekitar 50 ribu orang.

Selain dari Asia Tenggara, gelombang kedatangan warga Muslim ke Sri Lanka juga datang dari India dan Pakistan. Mereka ini adalah orang Islam keturunan yang datang untuk mencari peluang usaha pada masa kolonial di Sri Lanka. Sebagian datang ke negara ini di awal kekuasaan Portugis, lainnya tiba di masa kekuasaan Inggris. Umumnya mereka datang dari negeri-negeri, seperti Tamil Nadu dan Kerala.


Merdeka
Sri Lanka memperoleh kemerdekaannya, lepas dari penjajahan kolonial pada 1948, saat kaum Muslim terbebas dari segala penindasan di seluruh sektor kehidupan, seperti budaya, politik, dan sosial. Di awal kemerdekaan, mayoritas Sinh memegang kekuasan dan menjalankan pemerintahan dengan sistem demokrasi yang menguntungkan kaum Muslim.

Namun, pemerintahan berikutnya mulai melakukan diskriminasi terhadap kaum Muslim dengan membangun permukiman bagi warga Sinh agar mereka tidak menjadi penduduk mayoritas. Tahap demi tahap pemerintah mengurangi jumlah sekolah-sekolah bagi kaum Muslimin, melarang mereka belajar di universitas, serta menghancurkan sendi-sendi perekonomian mereka.

Kondisi ini berlangsung sampai musibah besar menimpa negeri ini, seiring dengan terjadinya peperangan antara etnis Tamil dan Sinh pada 1983. Etnis Tamil menuntut kemerdekaan dengan mendirikan sebuah negara di sebelah selatan dan timur Sri Lanka. Tuntutan ini menggiring mereka pada pertikaian bersenjata dengan Pemerintah Sri Lanka yang menelan ribuan korban jiwa.

Pertikaian antaretnis itu tidak menguntungkan posisi warga Muslim. Di tengah pertikaian itu, banyak warga Muslim yang terpaksa mengungsi. Kehidupan mereka di pengungsian, jauh dari kondisi yang harmonis. Banyak di antara mereka yang tinggal di perkemahan dengan kebutuhan hidup minimal, sulit mendapatkan pekerjaan yang memadai untuk mengatasi kesulitan ekonomi mereka. Kesempatan bagi anak-anak mereka yang tinggal di pengungsian untuk mendapatkan pendidikan, apa boleh buat, menjadi terbatas. bur/berbagai sumber


Dibawa Melayu
Islam Melayu yang kini berdiam dan menjadi warga di Sri Lanka mayoritas berasal dari wilayah Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Orang-orang dari Indonesia yang ada di negeri itu dikenal sebagai ''Ja Minissu'' yang berarti orang Jawa. Populasi mereka kini berjumlah sekitar 50 ribu orang atau kurang lebih lima persen dari warga Muslim di negeri itu.

Situs  wikipedia menyebutkan, nenek moyang Islam Melayu yang ada di Sri Lanka saat ini, didatangkan ke negeri itu ketika Sri Lanka dan Indonesia menjadi wilayah jajahan Belanda. Kebanyakan dari para imigran Melayu pertama yang didatangkan ke negeri ini adalah tentara yang ditempatkan oleh penguasa kolonial Belanda di Sri Lanka. Imigran lainnya adalah tahanan atau anggota keluarga bangsawan dari Indonesia yang dibuang ke Sri Lanka.

Umumnya 'orang-orang buangan' yang sudah beragama Islam itu memilih tinggal dan menetap di negeri seluas 65 km2 yang terdiri atas sembilan provinsi tersebut. Di sini, mereka kemudian mengembangkan keturunan hingga populasinya mencapai sekitar 50 ribu orang.Selain dari Indonesia, sebagian Muslim Melayu di Sri Lanka berasal dari Malaysia. Sebagaimana halnya Melayu dari Indonesia, orang-orang Malaysia dibawa oleh Inggris ke Sri Lanka ketika negeri jiran itu diperintah oleh Inggris.

Jejak keberadaan mereka hingga kini bisa ditemukan dalam berbagai ciri khas Melayu. Mereka, misalnya, tetap menggunakan identitas Melayu yang ditandai dengan penggunaan bahasa. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari mencakup banyak kata yang diserap dari bahasa Sinhala dan varian bahasa Moor dari bahasa Tamil.


Tahun 1980-an, orang-orang Melayu ini mencapai lima persen dari populasi Muslim di pulau itu. Posisi ini menempatkan mereka dalam salah satu kelompok minoritas terkecil di tengah mayoritas penduduk beragama Buddha di Sri Lanka.

Mengenang Jasa Sang Muslim Perintis


Dr Ahmed El-Kadi (gambar)


Komunitas Muslim di Amerika Serikat (AS) kehilangan seorang tokoh dan pemimpin umat yang berjasa mengembangkan ajaran Islam di Negeri Paman Sam. Dia adalah Dr Ahmed El-Kadi. Tokoh yang mengabdikan dirinya untuk melayani umat Muslim AS itu telah berpulang ke Rahmatullah, akhir pekan lalu.

"Dia merupakan contoh bagi Muslim Amerika,'' ungkap Syeikh Shaker El-Sayed, imam Islamic Center Dar-Al-Hijra di Virginia. Menurut Sayed, bagi masyarakat Muslim di negara adidaya, Kadi merupakan sosok berpengaruh yang telah mengubah wajah komunitas Islam.

Sayed menuturkan, kepemimpinan Kadi dan dorongannya untuk memajukan komunitas Islam di Amerika tak bisa terlupakan. ''Jasanya bagi kemajuan Islam di Amerika tak bisa terlupakan,'' imbuh Sayed yang juga ketua  Muslim American Society (MAS). Kadi yang dikenal sebagai dokter bedah termasyhur dan tokoh Muslim itu wafat pada usia 69 tahun di Panama City, Florida.

Tokoh Muslim AS kelahiran Mesir itu, selama 44 tahun terakhir, mendedikasikan dirinya untuk membesarkan Islam dan memberdayakan komunitas Muslim Amerika. ''Ia adalah sahabat saya di Muslim American Society dan kami selalu bekerja bersamanya,'' tutur Sayed mengenang.

Saat hidupnya, Kadi pun telah memainkan peranan penting dalam mendirikan sejumlah organisasi Muslim, baik di AS maupun Amerika Utara. Sang tokoh pun sempat memipin sejumlah organisasi Muslim, seperti Islamic Circle of North America (ICNA), Muslim Youth of North America (MYNA), dan Islamic Medical Association (IMA).

"Jasa dan dedikasi Dr El-Kadi dalam mengembangkan pendidikan dan penelitian kedokteran Islam akan tetap dikenang,'' ujar Muslim American Society dalam pernyataannya. Tujuh juta Muslim AS, papar MAS, sangat kehilangan sosok Kadi yang telah mendorong komunitas Islam mencapai kemajuan.


Sang dokter juga dinilai sebagai perintis dan penggerak semangat juang umat Muslim di Amerika. ''Dialah perintis dan pendiri Muslim Youth of North America," papar Syeikh Sayed seperti dikutip Islamonline.net. Ayah empat anak itu hijrah ke Amerika pada tahun 1965 setelah merampungkan studi kedokterannya di Austria.

Dalam waktu singkat, pamornya sebagai dokter bedah jantung begitu mengkilap. Sebagai seorang dokter Muslim, Kadi pun dikenal berhasil merumuskan definisi kedokteran Islam yang sangat komprehensif. ''Dia adalah dokter bedah jantung terkemuka sepanjang masa,'' ucap Syeikh Sayed.

Kadi pun dikenang sebagai sosok yang memiliki jaringan begitu luas. Ia berkeliling dunia untuk membangun silaturahim dengan Muslim di berbagai negara. Berbekal jaringan itu pula, sang dokter kemudian mendirikan organisasi amal, sosial, dan pendidikan bagi umat Muslim di AS dan seluruh benua.

Salah satu pencapaiannya yang tak akan pernah terlupakan adalah Islamic Circle of North America (ICNA). Organisasi Muslim yang bermarkas di New York itu telah memiliki 22 cabang di seluruh Amerika. Di Panama City,  Kadi telah mendirikan sekolah Muslim dan lembaga penelitian yang giat mengembangkan dan melacak warisan pengobatan dari Nabi Muhammad SAW.

Tak hanya pencapaiannya yang akan dikenang. Menurut Sayed, umat Muslim AS tak akan pernah lupa dengan kepribadian Kadi yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. "Dr Ahmed El-Kadi adalah seorang figur yang berhati lembut, santun bahasanya, bersih tangannya, dan baik hati,'' tutur Sayed.

"Dia sangat termasyhur karena selalu menjaga ucapannya. Dia juga selalu melakukan yang terbaik bagi dirinya dan komunitasnya. Kami sungguh merasa kehilangan. Semoga kami bisa melanjutkan warisan kepemimpinannya,'' ucap Sayed.

Berkat perjuangan Kadi, umat Muslim AS kini lebih berdaya. Salah satu contohnya adalah masjid-masjid di AS yang kini lebih dari sekadar tempat ibadah bagi umat Muslim. Mereka cenderung menjadi pusat rumah spiritual komunitas, tempat budaya, titik peleburan sosial, dan pusat kesadaran politik menjadi satu.


Masjid dan seluruh Islamic Center di penjuru Paman Sam pun memainkan peranan penting terhadap komunitas Muslim Amerika. Tidak ada catatan akurat mengenai jumlah masjid di Amerika. Namun, diperkirakan terdapat 2.000 masjid di penjuru negara tersebut. Di bidang politik pun, kesadaran komunitas Muslim terus meningkat.

Madrasah Singapura Berkurikulum Moderen

Selain pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang subjek umum
SINGAPURA— Para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasa Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.

"Ini seperti halnya American Idol," ujar Razak Mohamed Lazim, kepala Al Irsyad seperti yang dikutip oleh New York Times, 23 April. Di dalam sekolah siswa memulai harinya dengan doa dan puja-puji shalawat terhadap Nabi Muhammad.

Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai kurikulum nasional.

"Di sini, mereka mengajari banyak hal dari sekedar belajar Islam," ujar Noridah Mahad, 44, salah satu orang tua siswa yang bersekolah di sana. "Sehingga siswa Muslim akan memahami dua hal: tentang Islam dan tentang dunia luar," imbuhnya

Madrasah Al Irsyad Al Islamiah sendiri memiliki total siswa 900 orang mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di Negeri Singa tersebut.

Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim.

Al Irsyad dipilih untuk menjadi pusat "percontohan" ujar Razak yang juga menjadi anggota dewan agama tersebut. Muslim di Singapura diperkirakan mencapai 450 ribu hingga 500, menjadi 14 hingga 15 persen dari total populasi.

Banyak lulusan dari Al Irsyad mengaku beruntung bersekolah di institusi tersebut. "Ada yang menjadi pegawai pemerintahan, beberapa lagi menjadi guru dan ada pula yang bekerja di layanan sipil," ujar Mohamed Muneer, 32 tahun, guru kimia di Al Irsyad.

"Keseimbangan antara mata pelajaran Islam dan umum sangat membantu siswa menjalani hidup normal bila dibanding dengan siswa madrasah lain," ujarnya.

Madrasah di Singapura mengalami peningkatan popularitas pada tahun 1990-an sejalan dengan ketertarikan baru terhadap Islam. Hanya saja peningkatan itu sedikit menurun dengan miskinnya pendidikan non-religius dalam mata pelajaran madrasah, hal yang sempat menjadi perhatian negara.

Pada 2003, pemerintah membuat kewajiban standar pendidikan sekolah dasar untuk diikuti semua sekolah umum, mengikutkan pula madrasah, dan memeri tenggat agar setiap sekolah memberikan standar dasar hingga tahun 2010 nanti

Jika mereka gagal, mereka harus menghentikan memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak.

"Peraturan tersebut memaksa madrasah mengganti kurikulum mereka tak sekedar murni sekolah agama," ujar Mukhlis Abu Bakar, ahli pendidikan madrasah di Institut Pendidikan Nasional, sekaligus guru di di Al Irsyad

Dilihat sebagai model pendidikan Islam yang segelombang dengan dunia modern, Al Irsyad kini bahkan menjadi model bagi banyak sekolah serupa di kawasan Asia Selatan.

Dua madrasah di Indonesia mengacu pada kurikulum Al Irsyad. Institusi itu baru-baru ini juga melakukan perbincangan kerjasama dengan madrasah Filipina dan Thailand dalam hal transfer model kurikulum moderen.


"Dunia Muslim secara umum tengah berjuang dalam pendidikan Islam,"ujar Razak. "Dalam banyak kasus, itu juga tantangan yang dihadapi dunia Muslim, Karena sering kali kita lupa tidak memasukkan kebutuhan Islam sebagai keyakinan yang harus hidup dan berinteraksi di tengah-tengah komunitas lain dan agama lain," ujarnya.

11 July 2010

Momentum Kebangkitan Islam di Rusia

Pernah mengalami masa kelam di era Imperium Rusia dan komunis. Kini, sendi-sendi Islam menggeliat kembali.

Saat ini terdapat sekitar 20 juta pemeluk agama Islam di negara Federasi Rusia, atau mencakup 15 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 140 juta jiwa. Akan tetapi, berbeda dengan kebanyakan warga Muslim di sejumlah negara Eropa lain, komunitas Muslim Rusia bukanlah berasal dari kaum pendatang (imigran).

Mereka merupakan penduduk asli negara yang sebelumnya bernama Uni Soviet dan keberadaannya telah ada sejak lama. Oleh sebab itulah, umat Islam tidak bisa lagi dilepaskan dari denyut nadi kehidupan masyarakat serta negara. Sebagai contoh, pada perhelatan Olimpiade Beijing 2008, dari torehan 23 medali emas yang diraih kontingen atlet Rusia, sebanyak 10 di antaranya disumbangkan oleh atlet-atlet Muslim.

Mayoritas komunitas Muslim Rusia tinggal di kawasan Volga-Ural dan Kaukasus Utara. Beberapa kawasan lain, termasuk kota-kota besarnya, seperti Moskow dan Saint-Petersburg, juga menjadi tempat tinggal umat Islam dalam jumlah cukup signifikan. Adapun dominasi kaum Muslim sejatinya berada di tujuh negara bagian Federasi Rusia. Antara lain, Republik Bashkortostan dan Tatarstan di wilayah Volga-Ural, Republik Chechnya (yang kini mencoba memerdekakan diri dari Rusia), Ingushetia, Dagestan, Kabardino-Balkaria, dan Karachay-Cherkessia di Kaukasus.

Tetap tegar
Terentang jauh ke belakang, agama Islam pertama kali masuk ke Rusia, yakni di Dagestan pada pertengahan abad ke-7 lalu berkembang hingga ke Kaukasus Utara, terutama lewat jalur perdagangan dengan negara-negara Muslim sekitar.

Ketika itu, pasukan Muslim di bawah kepemimpinan Abd Rahman ibn Rabiah, mencapai Kaukasus Selatan setelah mengambil alih kendali di Persia dan al-Quds (Yerusalem). Pasukan tersebut berhasil menaklukkan Kerajaan Kazar yang berkuasa di wilayah ini selama masa Pemerintahan Bani Umayyah, tahun 737 masehi. Tak lama, Kerajaan Kazar pun tunduk kepada penguasa Bani Umayyah, yang lantas mengubah wilayah ini sebagai pusat administrasi sekaligus penyebaran Islam kepada penduduk asli Kaukasus.

Hingga selanjutnya, terbentuklah negeri Muslim yang pertama, Volga Bulgaria pada tahun 922. Dari sinilah akhirnya Islam dapat lebih melebarkan pengaruhnya sampai ke wilayah utara dan timur Rusia, khususnya Siberia. Oleh penduduk lokal, agama Islam dapat diterima dengan terbuka. Ini karena ide-ide universal yang dibawa seperti keadilan, persaudaraan, antikezaliman, dan mencintai ilmu, mampu merebut hati warga.

Gelombang kedua masa penyebaran Islam di Rusia berlangsung pada periode kekuasaan bangsa Mongol di bawah pimpinan Jusi Ulusi atau Altan Ordon, yang mendiami kawasan utara Mongolia pada tahun 1242. Mereka memang sempat mengendalikan wilayah Kaukasus dan Dagestan, akan tetapi tidak memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan sosial warga.

Jadilah, segala yang ada di masyarakat tidak berubah, misalnya budaya, agama, bahasa, dan lainnya. Maka itu, di awal abad 15, muncul kerajaan-kerajaan Islam di setiap kawasan, kecuali wilayah antara kota Moskow dan Kiev yang memang dihuni etnis Slav. Hingga akhirnya, kerajaan-kerajaan kecil Islam ini ditaklukkan oleh Kekaisaran Rusia pada abad ke-16. Dan, yang pertama kali tunduk adalah kerajaan Islam di Volga-Ural, mengingat Rusia memang mengincar kawasan itu karena dinilai amat strategis untuk jalur transportasi.

Pada 15 Oktober 1552, seusai mengalahkan Kerajaan Kazan, kerajaan terkuat di kawasan tadi, peluang Imperium Rusia untuk kian menancapkan pengaruh di daerah Volga dan Laut Kaspia, semakin terbuka lebar.Inilah awal kemunduran itu. Pada pertengahan abad ke-18, Muslim Rusia tidak dibolehkan melakukan aktivitas keagamaan, membangun masjid, dan sekolah. Intinya, apa pun yang bernafaskan keagamaan, coba diredam oleh penguasa Rusia.

Situasi kelam terus berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Pun, ketika meletusnya revolusi komunis pada 1917, semakin memunculkan situasi yang sangat buruk bagi semua pemeluk agama, terutama Muslim. Puncaknya adalah saat terjadi pemberantasan agama sejak 1927.

Akan tetapi, geliat Islam tak lantas pudar. Kendati tertindas semasa rezim komunis berkuasa, akar budaya ataupun sejarah Islam yang panjang, tak pernah tercabut. Sampai terjadilah momentum reformasi ekonomi, sosial, dan politik di penghujung tahun 80-an, dengan runtuhnya negara adidaya Uni Soviet. Hal itu lantas dimanfaatkan oleh elemen Muslim Rusia untuk berbenah serta menata kembali kehidupan sosial dan keagamaannya.

Kini, komunitas Muslim Rusia boleh berbangga. Mereka tercatat merupakan komunitas Muslim terbesar di Eropa. Jumlahnya mencakup sekitar 15-20 persen populasi penduduk dan terus bertambah dari waktu ke waktu.Di samping berasal dari Muslim keturunan, banyak di antara mereka merupakan Muslim Rusia yang mualaf. Bahkan, bisa dikatakan, 60 persen pemeluk baru adalah etnis Rusia yang sebelumnya tidak beragama (ateis).

Faktor imigrasi dari wilayah Utara Kaukasus dan Asia Tengah, juga memengaruhi pertambahan populasi Muslim. Tapi, ada satu hal yang menjadi perhatian serius kalangan Kristen Ortodoks Rusia, yakni adanya krisis kependudukan di kalangan etnis Rusia yang menyebabkan penurunan populasi 700 ribu orang per tahun.Inilah yang menimbulkan kekhawatiran, lantaran mereka bisa saja menjadi minoritas dan kehilangan identitas Rusia-nya. Apabila tren semacam ini terus berlanjut, diperkirakan populasi Muslim dalam 30 tahun mendatang bisa melebihi etnis Rusia. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Muslim akan menjadi mayoritas di dinas ketentaraan Rusia.

Banyak masjid
Seiring perkembangan agama Islam di masa lampau, bertumbuh pula jumlah masjid yang tersebar di region-region Muslim. Akan tetapi, sejak masa Imperium Rusia, jumlahnya terus menyusut, dari sekitar 12 ribu menjadi hanya 343 masjid akibat tekanan berat terhadap aliran keagamaan.Barulah di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, kehidupan agama kembali normal, termasuk Islam. Hal tersebut ditandai dengan banyak dibukanya masjid baru ataupun yang lama, dan menjadi pusat peribadatan serta sosial keagamaan.

Tercatat, saat ini di wilayah Federasi Rusia yang luasnya hanya separuh dari luas negara Uni Soviet serta Imperium Rusia, masjid yang ada jumlahnya hampir separuh dari jumlah sebelum revolusi. Secara resmi, telah terdaftar sebanyak 4.750 masjid.Kawasan paling banyak terdapat masjid adalah di Dagestan dengan jumlah 3.000 masjid. Begitu pula, di Tatarstan yang dalam 10 tahun terakhir telah mencapai seribu masjid. Sementara di ibu kota Moskow, yang populasi Muslimnya sekitar satu juta jiwa, terdapat 20 komunitas serta lima masjid.

Selain masjid yang bertambah, begitu juga organisasi dan lembaga keagamaan di tingkat lokal. Dari data register negara di kawasan Volga saja, ada sebanyak 1.945 organisasi Muslim, diikuti Kaukasus Utara sekitar 980 lembaga, serta Ural dengan 316 lembaga. Di beberapa kawasan lain pun bermunculan organisasi serupa meski jumlahnya lebih kecil.Tapi, secara umum ada tiga organisasi Muslim yang cukup berpengaruh, antara lain, pertama, Dewan Mufti Rusia, berkedudukan di Moskow serta membawahi sekitar 1.686 komunitas. Pemimpinnya bernama Mufti Ravil Gainutdin yang kharismatik.
 
Kedua, Administrasi Keagamaan Pusat dari Muslim Rusia berbasis di Ufa. Dipimpin oleh Mufti Talgat Tadzhuddin dan menjadi wadah bernaungnya 522 komunitas.Ketiga, Pusat Koordinasi Muslim di Kaukasus Utara yang dipimpin oleh Ismail Berdiyev, Mufti Karachai-Cherkassia, dan wilayah Stavropol. Lembaga ini mencakup 830 komunitas. yus/berbagai sumber


Bangunan Sejarah

Siapa tidak mengenal Imam al-Bukhari? Ulama dan cendekiawan itu telah memberikan pencerahan kepada umat Muslim maupun dunia, lewat ilmu fikih dan kitab hadisnya yang termasyhur. Imam al-Bukhari berasal dari Bukhara, Uzbekistan.
 Ini adalah wilayah di Asia Tengah, yang pernah menjadi bagian dari negara Uni Soviet. Apabila merunut ke belakang, sejatinya tidak hanya kiprah ulama besar itu yang menjadi bukti kejayaan Islam di Rusia pada masa lampau, tapi juga berbagai peninggalan lain, terutama di Bukhara dan Samarkand.

Itulah dua pusat perkembangan Islam, terutama di kawasan Asia Tengah, antara abad ke-10 dan ke-12. Sejumlah bangunan masjid dengan menara nan indah, karya-karya dari ulama dan ahli agama terkemuka, kiprah madrasah dan sekolah Islam, geliat sektor ekonomi, pun pernah hadir di sini.Sejarah kawasan ini cukup panjang. Dimulai ketika Alexander Agung pada tahun 329 SM, berhasil mengalahkan Raja Spitamenes, pimpinan bangsa Soghidian yang mendiami wilayah Marakand (Samarkand di era modern), dalam ekspedisinya ke India.

Lantas berabad-abad kemudian, datanglah pasukan Arab pada abad ke-7 yang juga sukses menancapkan pengaruh di wilayah ini. Mereka pun berhasil mengajak penduduk setempat memeluk Islam, sekaligus menanamkan aspek sosial budaya, seni, dan pengetahuan Islam.

Etnis Turki dan Arab juga banyak berdatangan ke kawasan ini, yang secara perlahan, bersama penduduk lokal beralih memeluk Islam. Tapi, tak lama kemudian bangsa Cina menyerbu Farghana pada 745 dan menetap sampai tahun 751, sebelum dikalahkan panglima perang Islam, Ziyad ibn Saleh.

Akan tetapi, tahun 1220, Genghis Khan dan pasukan Mongolnya menginvasi Asia Tengah serta menduduki Samarkand, Bukhara, dan Urgens. Mereka menghancurkan banyak bangunan Islam, termasuk istana yang dibangun Khalifah Harun al-Rasyid di Tus dan makam Sultan Sanjar di Merv. Kendati di bawah tekanan, Islam mampu bertahan pada masa kepemimpinan Timur Lenk, seorang Muslim yang merupakan keturunan Genghis Khan. Dia berkuasa di tahun 1370 dengan wilayah meliputi Samarkand, kawasan barat Moskow, hingga timur Sungai Ganges.

Bahkan, setelah kematian Timur Lenk, Samarkand yang kemudian dikuasai Ulug Beg tetap bisa berkembang pesat. Kota ini akhirnya menjadi salah satu pusat budaya dan pendidikan Islam. Masjid-masjid agung didirikan di kawasan Asia Tengah ini, misalnya Masjid Haja Ahror di pinggir kota Samarkand, seperti juga 13 masjid lain di Tashkent.Adapun di Bukhara, madrasah Mir-i-Arab menyediakan sarana pendidikan Islam tingkat menengah dengan mengajarkan Alquran dan hadis, bahasa Arab, serta ilmu pengetahuan umum (matematika, kedokteran, dan lainnya).

Namun, seiring perjalanan waktu, banyak dari bangunan penting ini roboh ataupun rusak, baik oleh penghancuran maupun bencana alam. Namun, saat ini telah ada upaya untuk merenovasi sebagian peninggalan bersejarah tadi.Di Tashkent, Samarkand, Bukhara, dan Khiva, pemerintah setempat telah memperbaiki tembok-tembok masjid yang termakan usia, memperkuat fondasi menara masjid, mengganti keramik yang hilang, serta melapis ulang kubah masjid.

Pengerjaan konstruksi terbanyak mungkin dilakukan di Samarkand, utamanya sebelum tahun 1970 ketika memperingati hari jadi kota yang ke-2.500. Saat itu, bangunan Gur-i-Mir peninggalan Timur Lenk pada abad ke-14 direnovasi dan interiornya diganti baru.Bangunan peninggalan Islam lainnya di Samarkand adalah Shah-i-Zinda yang berada di kompleks 16 bangunan. Konon, Qasim ibn Abbas, sepupu Rasulullah SAW, dimakamkan di sini. Bangunan ini juga telah direstorasi.

Evolusi Islam di Tanduk Benua Hitam

Dibanding saudara-saudaranya nya di ujung selatan Benua Hitam, kawasan Tanduk Afrika, area yang meliputi Somalia, Etiopia, Djibouti, dan Eritrea merupakan kawasan dengan pemeluk Islam dominan. Islam diperoleh melalui nenek moyang mereka yang berpindah agama, atau para migran dari semenanjung Arab. Pemeluk Islam terutama dari kalangan etnis Somali, Oromo, Afar dan beberapa ras lain yang berbicara dengan Bahasa Cushitic.

Muslim di Somalia dan Djibouti kini bahkan hampir menjadi mayoritas, di Etiopia, 40 % adalah penganut Muslim sementara jumlah Muslim d Eritrea mencapai 50 %.

Sejarah Islam di Kawasan Tanduk Afrika

Menurut sejarah, imigrasi Muslim pertama ke Benua Hitam tersebut dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad ke Etiopia karena ancaman pembunuhan dari penyembah berhala di Mekkah, Arab pada 615 Masehi.

Raja Abyssinian (Habash) Nagashi menyambut hangat para Sahabat di kerajaannya dan mengijinkan mereka mengajarkan dan mendakwahkan agama mereka di Habash. Bahkan Nagashi pun tak mau menyerahkan mereka saat delegasi Arab meminta ekstradisi para Sahabat. Beberapa warga Etiopia pun memeluk Islam karena jasa para Sahabat yang tinggal bertahun-tahun di Habash sebelum Nabi Muhammad meminta mereka kembali ke tanah air. Penyebaran Islam pun terhenti sesaat setelah Sahabat pulang ke Mekkah.

Islam masuk ke Etiopia, sebagai keyakinan utama diyakini pada abad ke-16 lewat para pedagang dan pendakwah Arah, yang akhirnya menjadikan 65 % warga Etiopia memeluk Islam. Situasi itulah yang mulai memunculkan ketakutan pada pihak Gereja Eitopia yang kemudian menganggap Muslim sebagai ancaman utama terhadap keberadaan mereka.

Pada abad ke-16 dan awal abad ke-17, Negara Islam ADAL diumumkan oleh para etnis Somalia dan Arab dipimpin oleh Ahmed Guray. Ahmad Guray atau Ahmed Gran di Etiopia, yang keturunan Arab, memimpin perang melawan Abyssinia dan mengalahkan mereka. Ahmed Guray bahkan menangkap lebih dari 50 % warga dataran tinggi Etiopia, sehingga mempercepat penambahan jumlah warga Etiopia yang memeluk Islam. Ahmed sendiri mendapat dukungan dari Kaisar Ottoman, Turki dan Raja Saeed Barqash dari Kesultanan Oman.

Perasaan negatif Gereja Etiopia terhadap Muslim meningkat sangat tajam, dan setelah mereka gagal menghentikan Ahmed Guray beserta pasukkannya, mereka mendesak Portugal mengirim bantuan. Ahmed Guray terus menambah daftar kemenangan atas pasukan Abyssinian selama dua dekade. Namun ia terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Portugis yang datang untuk membantu Etiopia. Sang Janda Ahmed, bernama Bati Del Wambara mengambil alih kepemimpinan kerajaan ADAL dan meneruskan kampanye peperangan terhadap Kristen Etiopia.

Markas besar ADAL sendiri terletak di kota Zayla, kota pantai yang menghubungkan Djibouti dan Tanah Somalia. ADAL sempat  ambruk sesaat setelah kematian Ahmed Guray. Situasi itu memberi kesempatan Etiopia untuk merebut kembali tanah yang hilang tanpa banyak perlawanan.

Setelah Portugis, masuk pula beberapa negara pengkoloni barat. Para pengkoloni barat pun membagi Somalia menjadi lima bagian, mereka menyerahkan Djibouti di bawah Perancis, Tanah Somalia di bawah Inggris, Selatan Somalia di bawah Italia, dan Area Cadangan dengan Etiopia sebagai tambahan wilayah NFD dan Kenya. Penjajahan area-area tersebut terjadi di dalam waktu berbeda. Terakhir Inggris menjual Area Cadangan dan NFD kepada Eitopia dan Kenya di abad ke-20.

Islam dan Somalia.

Somalia adala nama yang diambil dari kata Somali (Soo Maal) yang berarti kaya dengan sumber kehidupan. Negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia dengan penduduk 100 Muslim. Seluruh Muslim di sana adalah kaum Suni yang mempraktekkan kitab Iman Syafi'i. Orang-orang yang hidup di Somalia umumnya berbicara Somalia dan Arab, plus bahasa Rahanwayn minoritas di selatan Somalia.

Ada empat suku besar di Somalia yakni Hawiye, Isaaq, Darod, dan Rahanwayn. Isaaq, Darod, dan Hawiye memiliki akar Arab, sementar Darod adalah keturunan dari Darod Ismail Jabarti yang berasal dari selatan Yaman. Isaaq, lebih tepatnya adalah keturunan Sheikh Isaaq bin Ahmed yang berasal dari Mosul Irak. Sedangkan Hawiye adalah kombinasi dari beberapa kelompok berbeda namun umumnya dari Yaman.

Para warga Somalia setelah ambruknya ADAL, mulai mendatangai universitas Arab khususnya Universitas Al-Azhar di Mesir. Hubungan antara Arab dan Somalia pun bertambah kuat, terutama antara Yaman dan Kesultanan Oman.

Beberapa lulusan Universitas Al-Azhar kembali pulang termasuk Sayed Abdullah Hassan, yang memiliki julkan, The Mad Mullah atau Mullah yang Gila. Ia bukanlah orang yang bijak dan mulai membangun pasukan untuk berjuang melawan Inggris. Ia mencoba mengambil alih beberapa bagian Tanah Somalia terutama area Hawd. Inggris pun menghancurkan pasukkannya dengan bom udara. The Mad Mullah itu pun terbunuh dalam serangan udara yang dilancarkan pasukan Inggris.

Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia  sekitar empat dekade lalu.

Awal Paham Salafi di Somalia
Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia  sekitar empat dekade lalu

Hingga tahun 1960, mayoritas Muslim Somalia mempraktekkan paham Sufi, paham yang mendapat penghormatan besar di hampir seluruh suku Somalia. Warga menganggap Sufi memiliki tingkat kekerasan jauh lebih sedikit bila dibanding Salafi.

Namun setelah gerakan ulet yang dilakukan kaum Salafi selama 40 tahun lebih, berangsur-angsur membuat sebagian warga Somalia meninggalkan paham Sufi. Kini kondisi mulai berbalik. Jumlah praktek sufi lebih sedikit dibanding para penganut paham Salafi.


Salah satu keunikkan lain yang bisa ditemukan dalam tradisi Islam Somalia menulis Al Qur'an dengan lembar dari kayu dengan tinta yang dibuat dari batu-bara Somalia. Penulisan ulang dilakukan karena penduduk tidak mengerti bahasa Arab sehingga pengajaran dilakukan dengan bahasa Somalia.  Praktek penulisan macam itu sendiri masih dapat dijumpai hingga sekarang hanya saja semakin jauh berkurang.

Syekh Zayed, Masjid Terbesar Ketiga di Dunia

ABU DHABI--
Masjid Syekh Zayed yang berdiri megah di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA), tercatat sebagai masjid terbesar ketiga di dunia setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Masjid yang secara resmi dibuka pada Ramadhan 2007 itu mampu meraih sejumlah rekor dunia.

Nama masjid itu diambil dari pendiri dan presiden pertama Uni Emirat Arab (UEA), Syekh Zayed bin Sultan al-Nahyan, yang juga dimakamkan di sekitar masjid. Masjid Syekh Zayed berlokasi di antara dua jembatan, yakni Mussafah dan Maqta. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid itu juga menjadi tempat wisata religi.

"Masjid ini adalah masjid terbesar ketiga di dunia setelah Masjidil Haram,'' tutur Deputi Kepala Proyek, Khawla al-Suleimani. Awalnya, masjid itu terlarang untuk dikunjungi non-Muslim. Namun, sejak Maret 2008, otoritas kepariwisataan Abu Dhabi membolehkan non-Muslim mengunjungi Masjid Syekh Zayed guna mempromosikan kebudayaan dan pemahaman keagamaan.

Pengunjung non-Muslim dilarang untuk menyentuh Alquran dan wanita harus menggunakan penutup kepala. Masjid Syekh Zayed meraih sejumlah rekor dunia, salah satunya, permadani yang dipasang di masjid itu tercatat sebagai permadani terbesar di dunia.

Permadani itu secara khusus didatangkan dari Iran dan didesain khusus oleh seniman negeri para mullah terkemuka, Ali Khaliqi. Luas permadani yang dipasang di masjid itu mencapai 5.627 meter persegi dan beratnya mencapai 47 ton-35 ton wol dan 12 ton kapas.

Tak cuma itu, masjid ini juga dilengkapi dengan kandil (lampu) terbesar di dunia. Masjid Syekh Zayed dihiasi tujuh lampu berlapis emas dan tembaga yang terbuat dari kristal Swarovsky. Ketujuh lampu itu secara khusus didatangkan dari Jerman. Kandil terbesar berdiameter 10 meter dan tinggi 15 meter.Luas masjid itu mampu menampung 40 ribu jamaah. Kapasitas ruangan shalat utama mencapai 9.000 jamaah, sedangkan dua ruangan lainnya di sebelah ruang utama, masing-masing berkapasitas 1.500 jamaah, khusus untuk Muslimah.

Masjid ini makin megah karena diapit empat menara setinggi 115 meter di empat sudut. Jumlah kubah yang menambah keindahan Masjid Syekh Zayed mencapai 57 buah, menaungi halaman dalam dan gedung utama. Kubah masjid ini dihiasi marmer putih dan dekorasi interiornya juga terbuat dari marmer. Halaman masjid itu dilapisi marmer dengan desain motif bunga dan ukurannya mencapai 17 ribu meter persegi.


Masjid tersebut mulai dibangun pada 2006 dan selesai pada 2007. Pembangunan Masjid Syekh Zayed menelan biaya sebesar 8 juta dolar AS

Madain Saleh: Sisa Kehancuran Kaum Tsamud

Dalam Alquran banyak sekali dijelaskan tentang kehancuran bangsa-bangsa (kaum) yang tidak mau beriman kepada Allah SWT. Di antaranya, bangsa 'Ad (umat Nabi Hud), kaum Tsamud (umat Nabi Saleh), bangsa Madyan (umat Nabi Syu'aib), kaum Nabi Ibrahim, serta kaum Nabi Nuh.

Seperti umat lainnya, umat Nabi Saleh, yaitu kaum Tsamud, juga dihancurkan karena mereka tidak mau beriman kepada Allah SWT dan tidak mengakui Saleh sebagai seorang Nabi. Mereka dihancurkan oleh Allah SWT dengan petir yang menggelegar sehingga meruntuhkan bangunan tempat tinggal mereka.

''Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di tempat tinggal mereka, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tshamud.'' (QS Hud ayat 67-68).

Sebelum mereka dihancurkan dengan suara petir yang menggelegar, bangsa Tsamud ini diperintahkan untuk menyembah Allah dan mengikuti ajakan Nabi Saleh. Namun, mereka enggan melakukannya. Bahkan, ajakan itu justru dianggap menghina kaum Tsamud. Lalu, ketika diuji dengan diberikan seekor unta betina, mereka pun membunuhnya. Kemudian, Nabi Saleh memperingatkan umatnya. Cerita ini terdapat dalam surah Hud ayat 61-62 dan 65-68, Ibrahim ayat 9, Al-A'raf ayat 75-77, An-Naml ayat 47-50, Al-Qamar ayat 23-26, dan Asy-Syu'araa' 141-158.

Karena sikap sombong dan angkuh itu, mereka pun harus menerima akibat dan dihancurkan oleh Allah SWT sebagaimana telah dilakukan pada kaum 'Ad, umatnya Nabi Hud.

Berdasarkan hasil studi arkeologi dan sejarah terkini mengenai kehidupan dan peninggalan bangsa Tsamud ini, para peneliti arekologi berhasil menemukan dan mengungkapkan keberadaan kaum Tsamud di antara Yaman selatan dan utara Madinah yang disebut dengan nama Madain Saleh. Alquran menyebutkan, kaum Tsamud membuat rumah atau bangunan sesuai dengan gaya hidup mereka. Tsamud, seperti disebutkan dalam Alquran, merupakan fakta sejarah yang dibenarkan oleh banyak temuan arkeologis saat ini.

Menurut penjelasan Alquran, kaum Tsamud merupakan anak cucu dari kaum 'Ad. Hal ini dibuktikan dengan temuan-temuan arkeologis tentang keberadaan dan kehidupan mereka. Dijelaskan, akar kaum Tsamud dulunya hidup di utara Semenanjung Arab yang berasal dari selatan Arabia, tempat kaum 'Ad pernah hidup.

Sumber-sumber sejarah mengungkapkan, sekelompok orang yang disebut dengan Tsamud benar-benar pernah ada. Masyarakat al-Hijr (batu) sebagaimana disebutkan dalam Alquran adalah sama dengan kaum Tsamud. Nama lain dari Tsamud adalah Ashab al-Hijr. Kata 'Tsamud' adalah nama dari suatu kaum, sedangkan kata al-Hijr adalah salah satu di antara beberapa kota yang dibangun oleh orang tersebut. (Lihat Ensiklopedia Islam).

Seperti umat Nabi Hud yaitu kaum 'Ad, ahli geografi Yunani yang bernama Pliny menggambarkan bahwa Domatha dan Hegra adalah lokasi tempat tinggal kaum Tsamud. Tempat tersebut hingga kini dikenal dengan nama Kota Al-Hijr.

Sumber tertua yang berkaitan dengan kaum Tsamud adalah hikayat kemenangan Raja Babilonia Sargon II (abad ke-8 SM) yang mengalahkan orang-orang ini dalam pertempuran di Arabia selatan. Bangsa Yunani juga menghubungkan kaum ini sebagai 'Tamudaei', yakni 'Tsamud' sebagaimana ditulis Aristoteles, Ptolomeus, dan Pliny. Kaum Tsamud ini diperkirakan hidup pada abad ke-8 Sebelum Masehi, sekitar tahun 800-an SM.

Dalam Alquran, kaum 'Ad dan Tsamud disebutkan secara bersamaan. Menurut para ahli tafsir, terdapat sebuah hubungan antara kedua kaum ini. Dan, kaum 'Ad pernah menjadi bagian dari sejarah kaum Tsamud.

Nabi Saleh memerintahkan umatnya untuk mengambil peringatan dari kejadian yang pernah menimpa umat Nabi Hud (kaum 'Ad). Sementara itu, kaum 'Ad ditunjukkan contoh dari kaum Nabi Nuh yang pernah hidup sebelum mereka. Kaum 'Ad mempunyai kaitan penting dengan kaum Nabi Nuh. Ketiga kaum ini mempunyai hubungan sejarah yang saling berkaitan.

Menurut Alquran, kaum yang pertama kali dihancurkan adalah kaum Nuh. Selanjutnya, kaum Nabi Luth yang melakukan hubungan sejenis (homoseksual). Kemudian berturut-turut, kaum Nabi Musa (penenggelaman Firaun), kaum Nabi Syu'aib (Madyan), kaum Nabi Hud ('Ad), dan kaum Nabi Saleh (Tsamud).

Menurut Harun Yahya dalam situsnya, umat Nabi Nuh dihancurkan pada 3000-2500 SM, kaum Ibrahim dan Luth awal tahun 2000 SM, umat Musa tahun 1300 SM, umat Hud ('Ad) 1300 SM, dan umat Nabi Saleh (Tsamud) sekitar tahun 800 SM.

Menurut beberapa sumber, urutan tersebut di atas belum sepenuhnya tepat. Namun, dari data itu, akan dihasilkan sebuah rangkaian yang sangat runtut (tertib), baik menurut Alquran maupun data-data sejarah.


Pahatan Batu

Dari beberapa keterangan yang ada, Britannica Micropedia menyebutkan:
Di Arabia Kuno, suku atau sekelompok suku tampaknya telah memiliki keunggulan sejak sekitar abad 4 SM sampai pertengahan awal abad 7 M. Meskipun kaum Tsamud kemungkinan asal-usulnya dari Arabia selatan, sebuah kelompok besar rupanya pindah ke utara pada awal-awal tahun, secara tradisional berdiam di lereng gunung (Jaba) Athlab. Penelitian arkeologi terakhir mengungkapkan, sejumlah besar batu bertulis dan gambar-gambar kaum Tsamud tidak hanya ada di Jabal Athlab, tetapi juga di seluruh Arabia tengah. (Britannica Micropedia, vol 11, hlm 672).

Pada sekitar 2000 tahun yang lampau, kaum Tsamud telah mendirikan sebuah kerajaan bersama bangsa arab yang lain, yaitu Nabataeans. Saat ini, di Lembah Rum yang juga disebut dengan Lembah Petra di Jordania, dapat dilihat berbagai contoh karya pahat batu yang terbaik dari kaum ini. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran, kaum Tsamud ini memiliki kemahiran dan keahlian dalam bidang pertukangan (ukiran dan pahat memahat).

''Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanah yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.'' (QS al-A'raf: 74)

Menurut Brian Doe, seorang peneliti arkeologi tentang keberadaan kaum Nabi Hud dan kaum Tsamud di Arabia selatan, kaum Tsamud ini dikenali melalui tulisan dan pahatan-pahatan yang mereka buat di dinding-dinding batu. Tulisan yang secara grafis itu sangat mirip dengan huruf-huruf Smaitic (yang disebut Thamudic) dan banyak ditemukan di Arabia selatan sampai ke Hijaz. (Brian Doe, Southern Arabia, Thames and Hudson, 1971, hlm 21-22)

Tulisan yang pertama ditemukan di daerah utara Yaman tengah yang dikenal sebagai Tsamud, ini dibawa ke utara oleh Rub'ah Khali ke selatan dan Hadramaut serta oleh Shabwah ke barat.

Seperti halnya kaum 'Ad, peninggalan kaum Tsamud banyak ditemukan di daerah sekitar Hadramaut, Yaman. Walaupun telah dihancurkan oleh Allah SWT selama ribuan tahun lalu, namun hingga kini sisa-sisa peninggalan mereka (berupa bangunan dan karya seni) masih dapat ditemukan di sekitar Hadramaut dan di Kota Madain Saleh, sebelah utara Madinah. sya/berbagai sumber


Warisan Dunia

Kota bekas peninggalan umat Nabi Saleh, yaitu kaum Tsamud di Al-Hijr (Madain Saleh), kini menjadi salah satu kota warisan dunia. Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO), pada awal Juli 2008 lalu, telah mengesahkan kota tua Madain Saleh yang terletak di utara Madinah, sebagai salah satu situs warisan dunia (World Heritage Site).

Kaum Tsamud dan Nabatea yang menetap di Madain Saleh adalah situs bersejarah yang memiliki 132 kamar dan kuburan. Tempat ini terletak sekitar 440 km di sebelah utara Madinah. Umat ini diperkirakan hidup pada 200 SM hingga abad 200 Masehi (abad ke-2). Peninggalan yang masih bisa dilihat di sini adalah ukiran dan pahatan pada tembok, menara, serta sejumlah saluran air dan bak-bak air.

Selain itu, para arkeolog juga menemukan batu bata rumah warga yang dianggap sebagai sisa peninggalan umat Nabi Saleh di Nabatea yang terpelihara dengan baik setelah Petra, dan berlokasi sekitar 440 km arah utara Madinah yang berbatasan dengan Yordania. Kota Madain Saleh menjadi situs warisan dunia yang pertama diperoleh Arab Saudi. sya/iina


Kaum Tsamud, Entrepreneur Ulung

Kaum Tsamud, umat Nabi Saleh, dikenal sebagai entrepreneur ulung di masanya. Berbagai karya seni pahat, ukiran, dan pertukangan adalah contoh keahlian dan kemahiran mereka.

''Dan, ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.'' (QS al-A'raf: 74)

Para arkeolog berhasil menemukan sejumlah batu karang dari hasil budaya kaum Tsamud di gunung-gunung maupun di lembah-lembah sekitar Arabia selatan dan tengah. Misalnya di Jabal Athlab, ditemukan tembikar dan lainnya.

Karena keahlian dan kepandaiannya itu, hasil ukiran yang mereka buat dijadikan sebagai barang dagangan dengan komunitas lainnya. Sebagian lagi dibuat hiasan di rumah-rumah mereka.

Produk utama kaum Tsamud adalah barang pecah belah (tembikar) yang unik dan memiliki nilai seni yang berkualitas tinggi. Sedangkan, produk lainnya yang diperdagangkan adalah kemenyan dan rempah-rempah. Dari hasil perdagangan tersebut, didapatkan kekayaan sehingga memungkinkan mereka membangun istana, rumah yang dipahat, dan makam pada batu karang. Kota tersebut berada 347 km di sebelah utara Madinah.

Pada sekitar 200 SM, kaum Nabasia menggantikan kaum Tsamud menguasai Kota Dedan (Al-Ula) sampai Al-Hijr (Madain Saleh). Situs arkeologi penting ditemukan di Kota Al-Ula yang telah dihuni sampai 1970, yang merupakan sebuah percontohan Kota Islam yang dikenali kembali pada abad ke-11 Masehi. Khuraibah merupakan sebuah situs Kerajaan Lihyanite, yang terdapat sejumlah besar makam. Ditemukan pula, Ikmah yang merupakan sebuah sungai (wadi) pada batunya memuat prasasti Lihyanite dan Minea