16 April 2011

KEHIDUPAN NABI IBRAHIM

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik.Sesungguhnya orang yang paling dekat kepaa Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yan beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orangh-orang yang beriman.
(QS Ali Imran 67-68).
Nabi Ibrahim (Abraham) sering disebutkan di dalam Al Qur'an dan mendapatkan tempat yang istimewa di sisi Allah sebagai contoh bagi manusia. Dia menyampaikan kebenaran dari Allah kepada umatnya yang menyembah berhala, dan dia mengingatkan mereka agar takut kepada Allah. Umat nabi Ibrahim tidak mematuhi perintah itu, bahkan sebaliknya mereka menentangnya. Ketika
penindasan yang semakin meningkat dari kaumnya, nabi Ibrahim pindah ke mana saja bersama istrinya, bersama dengan nabi Lut dan mungkin dengan bebeapa orang lain yang menyertai mereka.
Nabi Ibrahim adalah keturunan dari nabi Nuh. Al qur'an juga mengemukakan bahwa dia juga mengikuti jalan hidup (diin) yang diikuti Nabi Nuh.
"Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam". Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Kemudian Kami tengelamkan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).(QS Ash- Shafaat: 79-83).
Pada masa Nabi Ibrahim, banyak orang yang menghuni dataran Mesopotamia dan di bagian Tengah dan Timur dari Anatolia tinggal orang-orang yang menyembah surga-surga dan bintang-bintang. Tuhan yang mereka anggap paling penting adalah "Sin" yaitu Dewa Rembulan. Tuhan mereka ini dipersonifikasikan sebagai seorng manusia yang berjenggot panjang, memakai pakaian panjang membawa rembulan berbetuk bulan sabit diatasnya. Lagian, orang -orang tersebut membuat hiasan gambar-gambar timbul dan pahatan-pahatan (patung) dari tuhan mereka itu dan itulah yang mereka sembah. Hal ini merupakan system kepercayaan yang tersebar luas ketika itu, yang mendapatkan tempat persemaiannya di Timur Dekat (Near East), dimana keberadaannya terpelihara dalam jangka waktu yang lama. Orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut terus saja menyembah tuhan-tuhan tersebut hingga sekitar tahun 600 M. Sebagai akibat dari kepercayaan itu, banyak bangunan yang dikenal dengan nama "ziggurat" yang dulu dipakai sebagai observatorium (tempat penelitian bintang-bintang) sekaligus sebagai kuil tempat peribadatan yang dibangun di daerah yang membentang sejak dri Mesopotamia hingga ke kedalaman Anatolia, disinilah beberapa tuhan,terutama dewa(i) Rembulan yang bernama "Sin" disembah oleh orang-orang ini. 1
Kepercayaan yang hanya bisa ditemukan dalam penggalian arkeologis yang dilakuan saat ini, telah disebutkan dalam Al Qur'an. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an, Ibrahim menolak penyembahan tuhan-tuhan tersebut dan berpegang teguh kepada Allah saja, satu-satunya Tuhan yang sebenarnya. Dalam Al Qur'an, perjalanan hidup Ibrahim digambarkan sebagai berikut :
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?. Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdpat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malah telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetpi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata : "Sesungguhnya jika Tuhnaku tidak memberikan petunjuk kepadakum pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah tuhanku, ini lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata : "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan b umi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. Al-An'an: 74-79)
Dalam al Qur'an, tempat kelahiran Ibrahim dan tempat di mana dia tinggal tidak dikemukakan dengan terperinci. Tetapi diindikasikan bahwa Ibrahim dan Lut tinggal di tempat yang saling berdekatan satu sama lain dan malaikat yang diutus kepada umat nabi Lut juga mendatangi Ibrahim dan memberitahukan pada istrinya suatu berita gembira tentang bayi laki-laki (yang dikandungnya), sebelum para malaikat itu pergi melanjutkan perjalanan mereka menuju nabi Lut.
Cerita penting tentang Nabi Ibrahim dalam al Qur'an yang tidak disebutkan dalam Perjanjian Lama adalah tentang pembangunan Ka'bah. Dalam Al Qur'an, kita diberitahu bahwa Ka'bah dibangun oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Sekarang ini, satu-satunya hal yang diketahui oleh ahli sejarah tentang Ka'bah adalah bahwa Ka'bah merupakan tempat yang suci sejak masa yang sangat tua. Adapun penempatan berhala-berhala pada Ka'bah selama masa jahiliyah berlangsung sampai diutusnya Nabi Muhammmad, dan itu merupakan penyimpangan dan kemunduran atas agama suci Ilahi yang pernah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim.
Ket.Gambar hal 36. (Atas : Pada masa Nabi Ibrahim, agama politheisme menyebar ke seluruh wilayah Mesopotamia. Sang Dewa rembulan "Sin" salah satu berhala yang paling penting. Orang-orang membuat patung-patung dari tuhan-tuhan mereka dan menyembahnya. Disebelah tampak patung sin. Simbul bulan sabit dapat terlihat dengan jelas pada dada patung tersebut).
(Bawah: Ziggurat yang digunakan baik sebagai kuil dan observatory perbintangan yang dibangun dengan teknik yang paling maju ada masa itu. Bintang, rembulan dan matahari menjadi objek utama dari penyembahan dan langi memiliki hal yang sangat penting. Di sebelah kiri dan bawah adalah ziggurat utama dari bangsa Mesopotamia.
Ibrahim Dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama kemungkinan besar merupakan sumber paling detail dalam hal-hal yang berkenaan dengan Ibrahim, meskipun banyak diantaranya yang mungkin tidak bisa dipercaya. Menurut pembahasan dalam perjanjian lama, Ibrahim lahir sekitar 1900 SM di kota Ur, yang merupakan salah satu kota terpenting saat itu yang berlokasi di Timur Tengah dataran Mesopotamia. Pada saat lahir, Ibrahim tidak (belum) bernama "Ibrahim", tetapi "Abram". Namanya kemudian kemudian dirubah oleh Allah (YHWH).
Pada suatu hari, menurut Perjanjian Lama, Tuhan meminta Ibrahim untuk mengadakan perjalanan meninggalkan negeri dan masyarakatnya, menuju ke suatu negeri yang tidak pasti dan memulai sebuah masyarakat baru di sana. Abram pada usia 75 tahun mendengarkan seruan/pangilan itu dan melakukan perjalanan bersama istrinya yang mandul yang bernama Sarai - yang kemudian dikenal dengan nama "Sarah" yang berarti puteri raja - dan anak dari saudaranya yang bernama Lut. Dalam perjalanan menuju ke "Tanah yang Terpilih (Chosen Land)" mereka singgah/tingal di Harran untuk sementara waktu dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Ketika mereka sampai di tanah Kanaan yang djanjikan oleh Allah kepada mereka, mereka diberikan wahyu oleh Allah berupa berupa pemberiahuan bahwa tempat tersebut secara khusus dipilihkan oleh Allah buat mereka dan dianugerhkan buat mereka. Ketika Abram mencapai usia 99 tahun, dia membuat perjanjian dengan Allah dan namanya kemudian dirubah menjadi Ibrahim (Abraham). Dia meninggal pada usia 175 tahun dan dikubur di gua Macpelah yang berdekatan dengan kota Hebron (e l-Kalil) di West Bank (tepi barat)yang hari ini wilayah tersebut di bawah penguasan Israel. Tanah tersebut sebenarnya dibeli oleh Ibrahim dengan sejumlah uang dan itu merupakan kekayaannya dan keluarganya yang pertama di Tanah Yang Dijanjikan itu (Promise Land).
Tempat Kelahiran Ibrahim Menurut Perjanjian Lama
Dimanakah tempat dilahirkannya Ibrahim, tetaplah merupakan sebuah isu yang diperdebatkan. Orang Kristen dan Yahudi menyatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di sebelah Selatan Mesopotamia, pemikiran yang lazim dalam dunia Islam adalah bahwa tempat kelahiran nya adalah di sekitar Urfa-Harran. Beberapa penemuan baru menunjukkan bahwa thesis dari kaum Yahudi dan Kristen tidaklah menyiratkan kebenaran yang seutuhnya.
Orang Yahudi dan Kristen menyandarkan pendapat mereka pada Perjanjian Lama, karena dalam Perjanjian lama tersebut, Ibrahim dikatakan telah dilahirkan di kota Ur sebelah Selatan Mesopotamia setelah Ibrahim lahir dan dibesarkan di kota ini, dia dcieritakan telah menempuh sebuah perjalanan menuju Mesir, dan dalam perjalanan tersebut mereka melewati suatu tempat yang dikenal dengan nama Harran di wiayah Turki.
Meskipun demkian, sebuah manuskrip Perjanjian Lama yang ditemukan baru-baru ini, telah memunculkan keraguan yang serius tentang kesahihan/validitas dari informasi di atas. Dalam manuskrip yang ditulis dalam bahasa Yunani yang dibuat sekitar sekitar abad ketiga SM, dimana manuskrip tersebut diperhitungkan sebagai salinan yang tertua dari Perjanjian Lama, juga nama tempat "Ur" tidak pernah disebutkan. Hari ini banyak peneliti Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa kata-kata "Ur" tidak akurat atau bahwa Ibahim tidak dilahirkan di kota Ur dan mungkin juga tidak pernah mengunjungi daerah/wilayah Mesopotamia selama hidupnya.
Disamping itu, nama-nama beberapa lokasi serta daerah yang disebutkan itu, telah berubah karena perkembangan jaman. Pada saat ini dataran Mesopotamia biasanya merujuk kepada tepi sungai sebelah selatan dari daratan Irak, diantara sungai Efrat dan Tigris. Lagipula, dua milinium (2000 tahun) sebelum kita, daerah Mesopotamia digambarkan sebagai sebuah daerah yang letaknya lebih ke Utara, bahkan lebih jauh ke autara sejauh Harran, dan membentang sampai ke daerah yang saat ini merupakan daratan Turki. Karena itulah, bila sekalipun kita menerima pendapat bahwa "Dataran Mesopotamia" yang disebutkan dalam Perjanjian Lama, tetap saja akan terjadi misleading (keliru) untuk berpikir bahwa Mesopotamia dua millennium yang lebih awal dan Mesopotamia hari ini adalah sebuah tempat yang persis sama.
Banhkan seandainya juga ada keraguan serius dan ketidaksepakatan tentang kota Ur sebagai tempat kelahiran Ibrahim, tetapi ada sebuah pandangan umum yang disetujui yaitu tentang fakta bahwa Harran dan daerah yang melingkupinya adalah tempat dimana Nabi Ibrahim hidup. Lebih dari itu, peneliltian singkat yang dilakukan terhadap isi Perjanjian Lama tersebut memunculkan beberapa informasi yang mendukung pandangan bahwa tempat kelahiran Nabi Ibrahim adalah Harran. Sebagai contoh di dalam Perjanjian Lama, daerah Harran ditunjuk sebagai "daerah Artam" (Genesis, 11:31 dan 28:10). Disebutkan bahwa orang yang datrang dari keluarga Ibrahim adalah "anak-anak dari seorang Arami" (Deutoronomi, 26:5). Identifikasi penyebutan Ibrahim dengan sebutan "seorang Arami" menunjukkan bahwa beliau (Ibrahim) melangsungkan kehidupannya di daerah ini.
Dalam berbagai sumber agama Islam, terdapat bukti yang kuat bahwa tempat kelahiran Ibrahim adalah Harran dan Urfa. Di Urfa yang disebut dengan "kota para Nabi" ada banyak cerita dan legenda tentang Ibrahim.
Mengapa Perjanjian Lama Dirubah?.
Perjanjian Lama dan Al Qur'an dalam mengungkapkan kisah tentang Ibrahim, tampaknya hampir-hampir menggambarkan dua orang sosok Nabi yang berbeda, yang bernama Abraham dan Ibrahim. Dalam Al Qur'an, Ibrahim diutus sebagai rasul bagi sebuah kaum penyembah berhala. Kaum Ibrahim tersebut menyembah surga-surga, bintang-bintang dan rembulan serta berbagai sembahan lain. Dia berjuang melawan kaumnya dan selalu berusaha untuk mencoba agar mereka meninggalkan kepercayaan-kepercayaan tahayul dan secara tidak terhindarkan, hal; itu juga telah membangkitkan nyala api permusuhan dari seluruh masyarakatnya bahkan termasuk ayahnya sendiri.
Sebenarnya, tidak ada satupun dari hal yang disebutkan diatas diceritakan dalam Perjanjian Lama. Dilemparkannya Ibrahim ke dalam api, bagaimana Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh masyarakatnya, tidaklah disebutkan dalam Perjanjian Lama. Secara umum Ibrahim digambarkan sebagai nenek moyang bangsa Yahudi dalam Perjanjian Lama. Hal ini menjadi bukti bahwa pandangan di dalam Perjanjian Lama ini dibuat oleh para pemimpin masyarakat Yahudi yang mencoba memberikan pijakan di masa mendatang konsep "ras/suku bangsa". Bangsa Yahudi percaya bahwamereka adalah kaum yang selalu dipilih oleh Tuhan dan merasa lebih unggul dari yang lainya. Mereka dengan sengaja dan penuh keinginan untuk mengubah kitab Suci mereka dan membuat penambahan-penambahan serta berbagai pengurangan berdasarkan keyakinan seperti di atas. Inilah sebabnya mengapa Ibrahim digambarkan sebagai nenek moyang bangsa Yahudi belaka dalam Perjanjian Lama.
Penganut Kristen yang percaya terhadap Perjanjian Lama, berpikir bahwa Ibrahim adalah nenek moyang bangsa Yahudi, namun hanya terdapat satu perbedaan; menurut penganut Kristen, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi namun ia adalah seorang Kristen. Penganut Kristen yang tidak begitu memperhatikan konsep mengenai ras/suku bangsa sebagaimana dilakukan Yahudi, mengambil pendirian ini dan hal ini menjadi salah satu penyebab perbedaan dan pertentangan diantara kedua agama ini. Allah memberikan keterangan sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur'an sebagai berikut :
Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?. Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah dalam hal yang tidak kamu ketahui; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik".
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepaa Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yan beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orangh-orang yang beriman.(QS Ali Imran 65-68).

Di dalam Al Qur'an sangatlah berbeda dengan apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama, Ibrahim adalah seseorang yang memperingatkan kaumnya agar mereka takut kepada Allah, serta bahwa dia adalah seseorang yang berperang/berjuang melawan kaumnya itu pada akhirnya. Dimulai sejak masa mudanya, ia memperingatkan kaumnya yang m,enyembah berhala-berhala untuk menghentikan perbuatan mereka itu. Sebagai reaksi, kaumnya bertindak dengan mencoba untuk membunuh Ibrahim. Untuk menghindar dari kejahatan yang dilakukan oleh kaumnya, maka Ibrahimpun akhirnya berpindah tempat.

Sejarah Islam Di Negeri Tirai Bambu Cina

Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina," begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M. Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom' - julukan Cina. HISTORY OF ISLAM IN CAHINA

Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar' dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.

Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.

Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah.

Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW). Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain; Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M - 618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa'ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa'ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M - kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa'ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys' Mazars.

Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton - masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.

Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias 'So-Fei Er'. Dia bergelar `bapak' komunitas Muslim di Cina.

Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.

Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho - seorang pelaut Muslim andal.

Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.

Masa Surut Islam di Daratan Cina

The Niujie Mosque in Beijing
Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.

Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima - menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma.

Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.

Syaikh Farghali dan Jihad di Palestina


Syaikh Farghali seorang dai, pejuang Islam yang tegas, low profile, tawadhu, sangat benci terhadap musuh-musuh Islam dan antek-anteknya.


Nama lengkapnya Muhammad Farghali, lahir di Ismailiyah, Mesir pada tahun 1326 H/1906 M. Beliau tumbuh dan dibesarkan dalam didikan Jamah Al-Ikhwan Al-Muslimin yang dipimpin Imam Hasan Al-Banna.

Pada tahun 1948, Imam Hasan Al-Banna mengumumkan jihad ke Palestina dalam rangka menyelamatkan negeri para nabi, kiblat umat Islam pertama, tempat berdirinya masjid Al-Aqsha, dari kaum penjajah. Syaikh Farghali dan pasukan Al-Ikhwan Al-Muslimin yang berjumlah lebih dari 10.000 orang berhasil menerobos masuk wilayah Palestina untuk membantu saudara seiman mereka yang sedang berjuang melawan tentara Zionis Israel, walaupun pada saat itu pemerintahan Nuqrasyi dan tentara Inggris memperketat pintu perbatasan. Dimedan Jihad Palestina, Syaikh Farghali tidak hanya memberikan semangat dan motivasi berjuang kepada pasukan mujahidin dari Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimin, tetapi beliau juga memberikan contoh berjuang yang gigih, dilakukan dengan sepenuh hati, niat ikhlas dalam rangka mencari ridha Allah, mengharapkan mati di jalan-NYa.
Di antara operasi heroik yang dilakukan Syaikh Farghali adalah ketika beliau dengan delapan orang pasukannya, dengan kecerdikan dan kewaspadaan yang tinggi dapat memasuki kamp militer Yahudi sebelum waktu subuh. Setelah berhasil menyelinap dan memasuki kamp Zionis Yahudi, Syaikh mencari tempat yang tertinggi, di tempat tersebut beliau mengumandangkan adzan, membesarkan nama Allah, Allahu Akbar... Allahu Akbar...

Mendengar suara adzan dikumandangkan oleh Syaikh Farghali, tentara Zionis Yahudi terkejut dan sangat takut, mereka menganggap sudah terkepung, sehingga tentara Zionis tersebut lari tunggang langgang dan meninggalkan apa saja yang ada di kamp, sehingga dengan izin Allah kamp tentara Zionis Yahudi dapat direbut secara utuh oleh para mujahidin yang dipimpin Syaikh Farghali, kemudian diserahkan kepada pasukan Mesir.

Jiwa pejuang tetap melekat dalam diri Syaikh Farghali hingga akhir hayatnya, beliau sangat benci kepada kaki tangan penjajah, bahkan pernah menjuluki antek-antek penjajah dengan "budak materi", "budak hawa nafsu", "budak syahwat" dan "syubhat". Beliau tidak takut kepada siapa pun apalagi kepada penjajah dan antek-anteknya, beliau hanya takut kepada yang menciptakan dirinya dan alam semesta yaitu Allah Rabbalalamin.

Akhirnya, Syaikh Farghali bersama lima orang sahabatnya, Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thalaat, Hindawi Duwair, Ibrahim Ath Thayyib dan Abdul Qadir Audah, dihukum gantung pada hari Jumat, 7 Desember 1954 akibat pengkhianatan kawannya yang cinta kedudukan dan kekuasaan, Jamal Abdun Nashir. Padahal Jamal Abdun Nashir telah berjanji setia untuk berjuang bersama jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimin untuk menegakkan Islam di muka bumi ini, membantu saudara-saudaranya yang dizalimi oleh musuh- musuh Allah. Akan tetapi dia tidak tahan dengan godaan jabatan dan fitnah dunia, sehingga sampai hati dia gantung saudaranya dalam satu jamaah, seorang ulama dan pejuang Palestina yang telah berkorban dengan harta dan jiwanya.

Ketika akan dieksekusi, Syaikh Farghali berdiri di depan tiang gantungan dengan teguh dan tegar. Ia tersenyum dan nampak bahagia karena akan menemui Al-Khalik, sambil mengulang-ulang perkataan saudaranya yang lebih dulu syahid, " Saya ingin segera menemui-Mu, Wahai Rabbi, agar Engkau ridha."

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).(QS: Al-Ahzab/33: 23)

Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.(QS: Muhammad/47: 4)

Semoga Allah memasukkan Syaikh Muhammad Farghali dan mereka yang dieksekusi di tiang gantung bersamanya ke dalam golongan orang-orang yang diberi nikmat, yaitu para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan orang-orang shaleh. Amin. (H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA)