Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
31 December 2008
Biografi HAMKA
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
28 December 2008
Dr Mushtofa As Sibaai'
Musthofa Husni As Sibaai lahir di kota Hims Suriah tahun 1915 dari keluarga ulama. Ayah dan kakek beliau adalah khotib masjid raya
Hims, jabatan khotib tesebut telah turun temurun semenjak ratusan tahun lamanya. Ayah beliau Husni As Sibai terkenal sebagai seorang mujahid yang gigih menentang penjajahan, beliau berjuang dengan harta dan jiwanya dalam menghadapi penjajahan Perancis.
Sebagaimana halnya beliaupun adalah merupakan penggagas lembaga-lembaga kebajikan Islam an sosial sehingga hal tersebut cukup
mempengaruhi pertumbuhan dan pendidikan putra beliau Musthofa As Sibaai'. Kehidupan yang sulit dan keras dalam suasana penjajahan juga mempengaruhi petumbuhan beliau, terutama memupuk sikap patriotik dan perlawanan terhadap penjajah dan antekanteknya.
Semenjak muda Musthofa As Sibaai' selalu menghadiri majlis ilmu ayahnya, dan hal tersebut memupuk keulaman dan kefaqihan
beliau dalam menyelesaikan masalah-masalah fiqhiyyah, khususnya fiqih komparatif. Sehingga dalam waktu yang tidak lama beliau
terhitung sebagai ulama serta faqih, dan hal itulah yang mendorong beliau unyuk terjun langsung dalam medan jihad dan "islah"
reformasi serta memberantas bid'ah.
Dr Musthofa As Sibaai' menikah di Dimasq, ketika beliau meminang calon istrinya pihak peminang menginformasikan kepada pihak
keluarga wanita bahwa; Mushtofa As Sibaai adalah seorang aktivis da'wah, dan kebanyakan waktnya akan tersita untuk kepantingan
da'wah. Hal tersebut diungkapkan agar pihak keluarga wanita memakluminya sebelum pinangan diterima, dan akhirnya keluarga
wanita menerima hal tersebut.
Kehidupan As Sibaai'
Masa kanak-kanak dan pertumbuhan beliau dibawah asuhan orang tuanya yang dikenal sebagai ulama Hims, beliau senantiasa menghadiri majlis ilmu ayahnya, bahkan ayahnya selalu mendorong beliau agar mempelajari ilmu Syariah.
Sibaai' muda tak sama dengan pemuda-pemuda lainnya, diusia mudanya dia aktif dengan kegiatan-kegiatan menentang penjajahan. Diusianya yang ke enambelas (Th 1931) beliau telah mengenyam kehidupan kerangkeng untuk pertama kalinya, beliau ditangkap oleh penjajah Perancis karena mengkoordinir kawan-kawannya dalam menyebarkan selebaran yang mengkritik kebijakan penjajahan Perancis.
Musthofa As Sibaai' tidak kapok dengan pengalaman pertamanya dijebloskan ke dalam penjara, beliau ditangkap untuk kedua kalinya oleh pihak Perancis karena khutbah jumat beliau di mesjid raya Hims dianggap menggugah ruh jihad dan perjuangan warga Hims melawan penjajah Perancis.Dalam sejarah perlawanannya menentang penjajahan Perancis,perjuangan beliau tidak hanya dengan "kalam" belaka tapi beliau pun memimpin kawan-kawannya mengadakan perlawanan bersenjata menentang Perancis, seperti terjadi pada tahun 1945.
Tahun 1933 Mushthofa As Sibaai' melanjutkan pendidikannya di Al Azhar. Sampai di Mesirpun jiwa kepahlawanannya tidak menyusut, bahkan bersama shahabat-sahabat Mesirnya beliau ikut serta berunjuk rasa menentang penjajahan Inggris, demikian halnya ketika sahabat-sahabat Iraknya mengadakan unjuk rasa menentang penjajahan Inggris beliau tidak ketinggalan, sehingga beliau ditangkap oleh pemerintah Inggris saat itu. Tiga bulan beliau meringkuk dalam sel penjara Mesir, Syaik Azhar saat itu,Musthofa Al Maraghi ikut turun tangan dalam berusaha mengeluarkan As Sibaai' dari penjara, tapi kemudian beliau dipindahkan ke penjara Palestina selama empat bulan lamanya, setelah itu beliau dibebaskan dengan jaminan.
Musthofa As Sibaai' selanjutnya tidak diperkenankan kembali ke Mesir, padahal beliau sedang mempersiapkan disertasi doktornya. Pemeritah penjajahan Inggris melarang As Sibaai masuk Mesir karena beliau dianggap sebagai pemicu gerakan anti Inggris, bahkan dianggap sebagai biang keladi revolusi bangsa Mesir terhadap Inggris. Hal tersebut terjadi tahun 1940.
Tahun 1949 As Sibaai' baru dapat mengajukan disertasi doktornya yang cukup dikenal dikalangan ulama saat ini "As Sunnah Wamakanatuha Fi At Tasyri'" (Kedudukan Sunnah dalam Syariah*) As Sibaai' dengan tesisnya tersebut mendapat kelulusan dengan suma cumlaude. Dalam tesisnya tersebut As Sibaai' menyanggah habis argumen kaum Orientalis tentang kedudukan AS Sunnah dalam Syariat Islam. Disamping beliaupun menulis buku khusus tentang orientalis dengan judul "Alistisyraq Wal Mustasyriqun" Orientalisme dan kaum Orientalis.
Dalam masa pendidikannya di Al Azhar itulah beliau berhubungan dengan Imam Hasan Al Banna pengasas gerakan Ikhwanul Muslimun. Bahkan hubungan beliau berlanjut sampai setelah kepulangan beliau ke Suriah. Tahun 1942 berdirilah Ikhwanul Muslimun
Suriah dibawah pimpinan beliau. Sehubungan dengan pendirian Ikhwanul Muslimun Suriah, Hasan Al Banna mengirim utusan khususnya Dr Said Rhamadhan (menantu Hassan Al Banna). Di tahun pertama setelah berdirinya Ikhwanul Muslimun tercatat 100
ribu orang lebih anggota.
Sebelum dibentuknya Ikhwanul Muslimun Suriah, amal da'wah di Suriah digerakkan oleh lembaga-lembaga da'wah yang kemudian bersatu setelah dibentuknya Ikhwanul Muslimun. Diantara lembaga tersebut adalah; "Jamiyyah Subbanul Muslimin" Damaskus pimpinan Dr Muhammad Mubarak, "Darul Arqom", dan "Jamiyyah Al Ikhwan Muslimun" yang diprakarsai oleh Assyaikh Mahmud Utsman atas usulan Imam Hasan Al Banna.
Jiwa patriotik dan semangat jihad Dr Musthofa As Sibaai' menggerakkan beliau untuk membawa pasukan Ikhwanul Muslimun dalam Jihad Palestina 1948 melawan Zionisme Yahudi bersama pasukan Ikhwan Irak yang dipimpin oleh Muhammad Mahmud Showwaf dan Ikwan Mesir yang dipimpin oleh Abdurahman Al Banna, serta Ikhwan Yordania .
Tapi perjuangan Ikhwan yang dilandasi oleh aqidah dan tanggung jawab atas "Ardul mubarak" di khianati oleh para pemimpin Arab saat itu, bahkan para mujahid Ikhwan Mesir langsung digiring ke penjara sesampainya mereka ke tanah air, yang mereka sisakan diluar tahanan hanya Imam Hasan Al Banna, dan dalam kondisi seperti itulah para musuh Islam menghabisi Asy Syahid Al Imam, dengan harapan besar bahwa dengan dihabisinya Al Imam Syahid punah pulalah gerakan da'wah Ikhwanul Muslimun. "Wamakaru wamakarollah" Mereka berbuat makar dan Allah membalas makar mereka.
Sepulang dari jihad Palestina, As Sibaai' tak menghentikan thabiat jihadnya. Kali ini beliau berjihad dari dalam Suriah sendiri dengan tulisan dan kalamnya, dengan taujih dan tarbiyyahnya kearah islah dan membina generasi mujahid dengan manhaj Islami yang benar, mulai dari pembentukan pribadi yang Islami, keluarga Islami, masyarakat Islami, dan akhirnya berdirinya Daulah Islamiyyah.
Tahun 1950 Beliau termasuk anggota komisi perumus undang-undang. Dengan perjuangannya beliau berhasil memberi warna Islami pada rancangan Undang-undang Suriah dalam pasal-pasal yang sangat esensi, dan berhasil mengikis usaha sekularisasi UU Suriah Dr. Musthofa As Sibaai' bersama sahabat-sahabat seperjuangannya berhasil memperjuangkan masuknya pelajaran pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan, disamping itu beliaupun berhasil pula membuka jurusan Syariah di Universitas Suriah (sekarang Universitas Damaskus).
Dr Musthofa As Sibaai' pun mengusulkan penyusunan ensiklopedia fiqh, sehingga masalah-masalah fiqhiyyah dapat ditampilkan dalam format baru, disamping menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, dengan berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah serta pendapat-pendapat Salafush-shoolih. Ensiklopedi tersebut sekarang telah digarap oleh para ulama muslim terkenal dari seluruh penjuru dunia, sampai saat ini sudah sampai huruf "qof" dan mencapai 38 jilid dalam format besar.
Dalam dunia Islam Dr Musthofa As Sibaai' dikenal sebagai seorang tokoh gerakan Islam yang alim dan faqih. Tahun 1951 beliau sempat menghadiri mu'tamar Islami yang diadakan di Pakistan, dalam kesempatan tersebut beliau sempat bertemu dengan tokoh-tokoh dunia Islam.
Tahun 1952 Dr Musthofa As Sibaai meminta agar pemerintah suriah, agar beliau dan anggota Ikhwan Suriah diizinkan keluar dari Suriah untuk turut berjihad bahu membahu bersama Ikhwan Mesir dalam menghadapi Inggris di Terusan Suez. Rupanya permohonan tersebut berakibat fatal, yang mengakibatkan Ikhwanul Muslimun Suriah dilarang selanjutnya mereka di selkan dan Dr As Sibaai' dibuang ke Libanon setelah sebelumnya dipecat dari Universitas Damaskus. Seperti itulah resiko perjuangan membela kebenaran. Tapi hikmah Allah dibalik semua itu, di Libanon AS Sibaai' justru senantiasa dikerumuni para pemuda, dan itulah cikal bakal gerakan Islam Libanon "Al Jamaah Al Islamiyyah" yang di dirikan tahun 1964 dan membuahkan dai' muharrik kondang Fathi Yakan.
Tahun 1953 Dr Sibaai' pun sempat menghadiri konfrensi Islam untuk pembelaan Al Quds yang diadakan di kota Al Quds dan dihadiri oleh perwakilan Ikhwanul Muslimun dari seluruh negara Arab dan para tokoh Islam dunia, termasuk saat itu hadir Dr Muhammad Natsir sebagai wakil Indonesia.
Tahun 1954 para pemimpin Ikhwan bertemu di Libanon dalam mu'tamar Islam dan Kristen, hadir dalam mu'tamar tersebut Ustadz Hasan Hudaibi "mursyid" Ikhwanul Muslimun Mesir saat itu, Ustadz Muhammad Mahmud Showwaf pimpinan Ikhwan Iraq, Ustadz Muhammad Abdurahman Khalifaf pimpinan Ikhwan Yordania, Ali Tholibullah mewakilli Sudan, dan Abdul Aziz Mathu' dari Kuwait serta Dr As Sibaai' sendiri sebagai pemimpin Ikhwan Suriah.
Sepulangnya Hasan Hudaibi dari Libanon rezim Jamal Abdul Nasher menjebloskan mursyid Ikhwan kedua Hasan Hudaibi beserta ikhwan lainnya. Ikhwanun Muslimin Arab kemudian membentuk "maktab tanfidhi" yang dipimpin oleh Dr Mushtofa As Sibaai' Pengaruh Dr Musthofa As Sibaai' bukan hanya dirasakan oleh para pemuda Suriah, tapi para pemuda Turki yang menuntut ilmu di Suriah merasakan pengaruhnya, mereka senantiasa hadir dalam majlis-majlis As Sibaai', bahkan hubungan mereka terus berlanjut setelah kepulangan mereka ke Turki.
Kiprah da'wah Dr As Sibaai' tidak hanya dalam mimbar dan podium, beliaupun berkiprah dalam melahirkan majalah mingguan "As Syihab" bahkan beliau sempat memimpin majalah "AL Muslimun" setelah majalah tersebut ditutup di Mesir, sampai tahun 1958, kemudian penerbitan majalah tersebut berpindah ke Swis seiring dengan hijrahnya Dr Said Ramadhan ke Swis. Bersamaan dengan itu beliaupun menerbitkan majalah bulanan "Al Hadhoroh Al Islamiyyah" sebagai pengganti Al Muslimun.
Sedangkan tulisan beliau yang dibukukan adalah:
1- Syarah Qonun Al Ahwal Ashshakhsiyyah, 3 jilid
2- As Sunnah Wamakanatuha Fi At Tasyri', tesis doktornya (sudah diterjemahkan)
3- Al Marah baina Al Fiqhi Wal Qonun (sudah diterjemahkan)
4- Isytirokiyyah Al Islam (Sudah diterjemahkan)
5-As-Sirah An Nabawiyyah Durusun Wa Ibar, buku yang mengilhami para penulis fiqh sirah (sudah diterjemahkan) Dan banyak lagi karangan beliau yang sarat dengan taujih serta Ilmu.
Aktitas da'wah beliau tak pernah berhenti sampai pada masa sakit beliau yang berkepanjangan, tubuh beliau lumpuh sebelah selama delapan tahun, beliau senantiasa shabar menghadapi ujian tersebut, tak pernah mengeluh, ridho dengan apa yang menimpanya, tahmid, tasbih dan istighfar senantiasa menghiasi bibirnya siang dan malam. Penyakitnya sama sekali bukan suatu penghalang bagi dirinya dalam menyampaikan da'wah.
Dalam salah satu ungkapan As Sibaai kepada shabatnya " berkata: "Aku dalam keadaan sakit, jelas aku merasakan sakitnya. Dan andapun dapat melihatnya dari roman wajahku, dan dari tanganku yang tak dapat bergerak. Tapi lihatlah keagungan Hikmah Allah dibalik semua itu, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa mentakdirkan aku menjadi orang yang lumpuh, dan terbukti sebagian tubuhku lumpuh... Tapi, perhatikan bagian mana yang lumpuh? Allah telah melumpuhkan bagian tubuhku sebelah kiri, dan membiarkan bagian tubuh sebelah kanan tetap bergerak. Betapa Agung Ni'mat Allah yang aku rasakan membiarkan bagian tubuh kananku tetap bergerak. Dapatkah aku tetap menulis kalau Allah mentakdirkan tubuh bagian kananku juga mengalami kelumpuhan? "
Subhanallah, bahkan menurut peraksian shahabat-shahabat seperjuangan beliau, Dr As Sibaai' sangat giat dan aktif dalam masa sakitnya. Dr Adib Sholeh shabat dekat beliau berkata: "Sehari sebelum hari wafatnya, beliau masih sempat menulis tiga tulisan; Al Ulama Al Auliya, Al Ulama Al Mujahidun dan Al Ulama Asy Syuhada".
Betapa jauhnya diri kita dari keteladanan beliau dalam meneladani perjuangan Rasul SAW, betapa jauh perbedaan sikap yang dimiliki oleh beliau dengan kiprah kita dalam da'wah, bahkan terkadang kewajiban diri kitapun masih sering terlupakan, bahkan kita masih banyak kurangnya dari pada lebihnya.
Dr Mushtofa As Sibaai' menemui Rabbnya pada hari sabtu, 3/10/1964 di kota kelahirannya Hims setelah melalui perjalanan hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan jihad.Jenazahnya dishalatkan di Damaskus di mesjid Al Umawi. Ribuan orang turut menyolati jenazahnya, tak lupa para tokoh gerakan Islam Suriah turut memberi kalimat akhir bagi kepergian Mujahid besar As Sibaai', semisal Dr. Muhammad Mubarak, Dr Muhammad Adib Sholeh, Dr Hasan Huwaidi dan tokoh lainnya.
Diantara nashihat beliau dalam buku "Hakadza A'lammatni Al hayaat" adalah
Tentang Istiqomah
" Istiqomah suatu jalan yang awalnya penuh dengan Karomah, pertengahannya dipenuhi keselamatan, dan ujungnya adalah surga"
Tentang keberhasilan dalam pertempuran di kancah politik
"Hati yang salim, tangan yang bersih, aqidah yang benar, ahlak yang lurus "istiqomah" ... Tapi tidak cukup hanya sekedar itu dalam menggapai keberhasilan dalam pertempuran di kancah politik, selama tidak memiliki kecemerlangan berfikir, fleksibel dalam amal, semangat yang hangat serta memahami problem masyarakat dan thabiat manusia"
Dalam kesempatan lainnya Dr Mushtofa As Sibaai' mengingatkan kita semua bahwa:
Ada dua macam kecintaan yang tak dapat menyatu
Cinta kepada Allah dan cinta kemaksiatan
Cinta akan (Jihad) dan cinta kehidupan
Cinta terhadap pengorbanan dan cinta akan harta
Cinta akan kebenaran "Al haq" dan cinta akan kepemimpinan
Cinta akan perdamaian dan cinta untuk membalas dendam
Cinta akan perbaikan "ishlah" dan cinta akan keselamatan
Cinta terhadap perjuangan dan cinta untuk hidup santai
Cinta akan keadilan dan cinta akan penghambaan
Cinta terhadap rakyat dan cinta terhadap thogut
Cinta untuk berbuat kebaikan dan cinta untuk berbuat curang
Hims, jabatan khotib tesebut telah turun temurun semenjak ratusan tahun lamanya. Ayah beliau Husni As Sibai terkenal sebagai seorang mujahid yang gigih menentang penjajahan, beliau berjuang dengan harta dan jiwanya dalam menghadapi penjajahan Perancis.
Sebagaimana halnya beliaupun adalah merupakan penggagas lembaga-lembaga kebajikan Islam an sosial sehingga hal tersebut cukup
mempengaruhi pertumbuhan dan pendidikan putra beliau Musthofa As Sibaai'. Kehidupan yang sulit dan keras dalam suasana penjajahan juga mempengaruhi petumbuhan beliau, terutama memupuk sikap patriotik dan perlawanan terhadap penjajah dan antekanteknya.
Semenjak muda Musthofa As Sibaai' selalu menghadiri majlis ilmu ayahnya, dan hal tersebut memupuk keulaman dan kefaqihan
beliau dalam menyelesaikan masalah-masalah fiqhiyyah, khususnya fiqih komparatif. Sehingga dalam waktu yang tidak lama beliau
terhitung sebagai ulama serta faqih, dan hal itulah yang mendorong beliau unyuk terjun langsung dalam medan jihad dan "islah"
reformasi serta memberantas bid'ah.
Dr Musthofa As Sibaai' menikah di Dimasq, ketika beliau meminang calon istrinya pihak peminang menginformasikan kepada pihak
keluarga wanita bahwa; Mushtofa As Sibaai adalah seorang aktivis da'wah, dan kebanyakan waktnya akan tersita untuk kepantingan
da'wah. Hal tersebut diungkapkan agar pihak keluarga wanita memakluminya sebelum pinangan diterima, dan akhirnya keluarga
wanita menerima hal tersebut.
Kehidupan As Sibaai'
Masa kanak-kanak dan pertumbuhan beliau dibawah asuhan orang tuanya yang dikenal sebagai ulama Hims, beliau senantiasa menghadiri majlis ilmu ayahnya, bahkan ayahnya selalu mendorong beliau agar mempelajari ilmu Syariah.
Sibaai' muda tak sama dengan pemuda-pemuda lainnya, diusia mudanya dia aktif dengan kegiatan-kegiatan menentang penjajahan. Diusianya yang ke enambelas (Th 1931) beliau telah mengenyam kehidupan kerangkeng untuk pertama kalinya, beliau ditangkap oleh penjajah Perancis karena mengkoordinir kawan-kawannya dalam menyebarkan selebaran yang mengkritik kebijakan penjajahan Perancis.
Musthofa As Sibaai' tidak kapok dengan pengalaman pertamanya dijebloskan ke dalam penjara, beliau ditangkap untuk kedua kalinya oleh pihak Perancis karena khutbah jumat beliau di mesjid raya Hims dianggap menggugah ruh jihad dan perjuangan warga Hims melawan penjajah Perancis.Dalam sejarah perlawanannya menentang penjajahan Perancis,perjuangan beliau tidak hanya dengan "kalam" belaka tapi beliau pun memimpin kawan-kawannya mengadakan perlawanan bersenjata menentang Perancis, seperti terjadi pada tahun 1945.
Tahun 1933 Mushthofa As Sibaai' melanjutkan pendidikannya di Al Azhar. Sampai di Mesirpun jiwa kepahlawanannya tidak menyusut, bahkan bersama shahabat-sahabat Mesirnya beliau ikut serta berunjuk rasa menentang penjajahan Inggris, demikian halnya ketika sahabat-sahabat Iraknya mengadakan unjuk rasa menentang penjajahan Inggris beliau tidak ketinggalan, sehingga beliau ditangkap oleh pemerintah Inggris saat itu. Tiga bulan beliau meringkuk dalam sel penjara Mesir, Syaik Azhar saat itu,Musthofa Al Maraghi ikut turun tangan dalam berusaha mengeluarkan As Sibaai' dari penjara, tapi kemudian beliau dipindahkan ke penjara Palestina selama empat bulan lamanya, setelah itu beliau dibebaskan dengan jaminan.
Musthofa As Sibaai' selanjutnya tidak diperkenankan kembali ke Mesir, padahal beliau sedang mempersiapkan disertasi doktornya. Pemeritah penjajahan Inggris melarang As Sibaai masuk Mesir karena beliau dianggap sebagai pemicu gerakan anti Inggris, bahkan dianggap sebagai biang keladi revolusi bangsa Mesir terhadap Inggris. Hal tersebut terjadi tahun 1940.
Tahun 1949 As Sibaai' baru dapat mengajukan disertasi doktornya yang cukup dikenal dikalangan ulama saat ini "As Sunnah Wamakanatuha Fi At Tasyri'" (Kedudukan Sunnah dalam Syariah*) As Sibaai' dengan tesisnya tersebut mendapat kelulusan dengan suma cumlaude. Dalam tesisnya tersebut As Sibaai' menyanggah habis argumen kaum Orientalis tentang kedudukan AS Sunnah dalam Syariat Islam. Disamping beliaupun menulis buku khusus tentang orientalis dengan judul "Alistisyraq Wal Mustasyriqun" Orientalisme dan kaum Orientalis.
Dalam masa pendidikannya di Al Azhar itulah beliau berhubungan dengan Imam Hasan Al Banna pengasas gerakan Ikhwanul Muslimun. Bahkan hubungan beliau berlanjut sampai setelah kepulangan beliau ke Suriah. Tahun 1942 berdirilah Ikhwanul Muslimun
Suriah dibawah pimpinan beliau. Sehubungan dengan pendirian Ikhwanul Muslimun Suriah, Hasan Al Banna mengirim utusan khususnya Dr Said Rhamadhan (menantu Hassan Al Banna). Di tahun pertama setelah berdirinya Ikhwanul Muslimun tercatat 100
ribu orang lebih anggota.
Sebelum dibentuknya Ikhwanul Muslimun Suriah, amal da'wah di Suriah digerakkan oleh lembaga-lembaga da'wah yang kemudian bersatu setelah dibentuknya Ikhwanul Muslimun. Diantara lembaga tersebut adalah; "Jamiyyah Subbanul Muslimin" Damaskus pimpinan Dr Muhammad Mubarak, "Darul Arqom", dan "Jamiyyah Al Ikhwan Muslimun" yang diprakarsai oleh Assyaikh Mahmud Utsman atas usulan Imam Hasan Al Banna.
Jiwa patriotik dan semangat jihad Dr Musthofa As Sibaai' menggerakkan beliau untuk membawa pasukan Ikhwanul Muslimun dalam Jihad Palestina 1948 melawan Zionisme Yahudi bersama pasukan Ikhwan Irak yang dipimpin oleh Muhammad Mahmud Showwaf dan Ikwan Mesir yang dipimpin oleh Abdurahman Al Banna, serta Ikhwan Yordania .
Tapi perjuangan Ikhwan yang dilandasi oleh aqidah dan tanggung jawab atas "Ardul mubarak" di khianati oleh para pemimpin Arab saat itu, bahkan para mujahid Ikhwan Mesir langsung digiring ke penjara sesampainya mereka ke tanah air, yang mereka sisakan diluar tahanan hanya Imam Hasan Al Banna, dan dalam kondisi seperti itulah para musuh Islam menghabisi Asy Syahid Al Imam, dengan harapan besar bahwa dengan dihabisinya Al Imam Syahid punah pulalah gerakan da'wah Ikhwanul Muslimun. "Wamakaru wamakarollah" Mereka berbuat makar dan Allah membalas makar mereka.
Sepulang dari jihad Palestina, As Sibaai' tak menghentikan thabiat jihadnya. Kali ini beliau berjihad dari dalam Suriah sendiri dengan tulisan dan kalamnya, dengan taujih dan tarbiyyahnya kearah islah dan membina generasi mujahid dengan manhaj Islami yang benar, mulai dari pembentukan pribadi yang Islami, keluarga Islami, masyarakat Islami, dan akhirnya berdirinya Daulah Islamiyyah.
Tahun 1950 Beliau termasuk anggota komisi perumus undang-undang. Dengan perjuangannya beliau berhasil memberi warna Islami pada rancangan Undang-undang Suriah dalam pasal-pasal yang sangat esensi, dan berhasil mengikis usaha sekularisasi UU Suriah Dr. Musthofa As Sibaai' bersama sahabat-sahabat seperjuangannya berhasil memperjuangkan masuknya pelajaran pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan, disamping itu beliaupun berhasil pula membuka jurusan Syariah di Universitas Suriah (sekarang Universitas Damaskus).
Dr Musthofa As Sibaai' pun mengusulkan penyusunan ensiklopedia fiqh, sehingga masalah-masalah fiqhiyyah dapat ditampilkan dalam format baru, disamping menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, dengan berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah serta pendapat-pendapat Salafush-shoolih. Ensiklopedi tersebut sekarang telah digarap oleh para ulama muslim terkenal dari seluruh penjuru dunia, sampai saat ini sudah sampai huruf "qof" dan mencapai 38 jilid dalam format besar.
Dalam dunia Islam Dr Musthofa As Sibaai' dikenal sebagai seorang tokoh gerakan Islam yang alim dan faqih. Tahun 1951 beliau sempat menghadiri mu'tamar Islami yang diadakan di Pakistan, dalam kesempatan tersebut beliau sempat bertemu dengan tokoh-tokoh dunia Islam.
Tahun 1952 Dr Musthofa As Sibaai meminta agar pemerintah suriah, agar beliau dan anggota Ikhwan Suriah diizinkan keluar dari Suriah untuk turut berjihad bahu membahu bersama Ikhwan Mesir dalam menghadapi Inggris di Terusan Suez. Rupanya permohonan tersebut berakibat fatal, yang mengakibatkan Ikhwanul Muslimun Suriah dilarang selanjutnya mereka di selkan dan Dr As Sibaai' dibuang ke Libanon setelah sebelumnya dipecat dari Universitas Damaskus. Seperti itulah resiko perjuangan membela kebenaran. Tapi hikmah Allah dibalik semua itu, di Libanon AS Sibaai' justru senantiasa dikerumuni para pemuda, dan itulah cikal bakal gerakan Islam Libanon "Al Jamaah Al Islamiyyah" yang di dirikan tahun 1964 dan membuahkan dai' muharrik kondang Fathi Yakan.
Tahun 1953 Dr Sibaai' pun sempat menghadiri konfrensi Islam untuk pembelaan Al Quds yang diadakan di kota Al Quds dan dihadiri oleh perwakilan Ikhwanul Muslimun dari seluruh negara Arab dan para tokoh Islam dunia, termasuk saat itu hadir Dr Muhammad Natsir sebagai wakil Indonesia.
Tahun 1954 para pemimpin Ikhwan bertemu di Libanon dalam mu'tamar Islam dan Kristen, hadir dalam mu'tamar tersebut Ustadz Hasan Hudaibi "mursyid" Ikhwanul Muslimun Mesir saat itu, Ustadz Muhammad Mahmud Showwaf pimpinan Ikhwan Iraq, Ustadz Muhammad Abdurahman Khalifaf pimpinan Ikhwan Yordania, Ali Tholibullah mewakilli Sudan, dan Abdul Aziz Mathu' dari Kuwait serta Dr As Sibaai' sendiri sebagai pemimpin Ikhwan Suriah.
Sepulangnya Hasan Hudaibi dari Libanon rezim Jamal Abdul Nasher menjebloskan mursyid Ikhwan kedua Hasan Hudaibi beserta ikhwan lainnya. Ikhwanun Muslimin Arab kemudian membentuk "maktab tanfidhi" yang dipimpin oleh Dr Mushtofa As Sibaai' Pengaruh Dr Musthofa As Sibaai' bukan hanya dirasakan oleh para pemuda Suriah, tapi para pemuda Turki yang menuntut ilmu di Suriah merasakan pengaruhnya, mereka senantiasa hadir dalam majlis-majlis As Sibaai', bahkan hubungan mereka terus berlanjut setelah kepulangan mereka ke Turki.
Kiprah da'wah Dr As Sibaai' tidak hanya dalam mimbar dan podium, beliaupun berkiprah dalam melahirkan majalah mingguan "As Syihab" bahkan beliau sempat memimpin majalah "AL Muslimun" setelah majalah tersebut ditutup di Mesir, sampai tahun 1958, kemudian penerbitan majalah tersebut berpindah ke Swis seiring dengan hijrahnya Dr Said Ramadhan ke Swis. Bersamaan dengan itu beliaupun menerbitkan majalah bulanan "Al Hadhoroh Al Islamiyyah" sebagai pengganti Al Muslimun.
Sedangkan tulisan beliau yang dibukukan adalah:
1- Syarah Qonun Al Ahwal Ashshakhsiyyah, 3 jilid
2- As Sunnah Wamakanatuha Fi At Tasyri', tesis doktornya (sudah diterjemahkan)
3- Al Marah baina Al Fiqhi Wal Qonun (sudah diterjemahkan)
4- Isytirokiyyah Al Islam (Sudah diterjemahkan)
5-As-Sirah An Nabawiyyah Durusun Wa Ibar, buku yang mengilhami para penulis fiqh sirah (sudah diterjemahkan) Dan banyak lagi karangan beliau yang sarat dengan taujih serta Ilmu.
Aktitas da'wah beliau tak pernah berhenti sampai pada masa sakit beliau yang berkepanjangan, tubuh beliau lumpuh sebelah selama delapan tahun, beliau senantiasa shabar menghadapi ujian tersebut, tak pernah mengeluh, ridho dengan apa yang menimpanya, tahmid, tasbih dan istighfar senantiasa menghiasi bibirnya siang dan malam. Penyakitnya sama sekali bukan suatu penghalang bagi dirinya dalam menyampaikan da'wah.
Dalam salah satu ungkapan As Sibaai kepada shabatnya " berkata: "Aku dalam keadaan sakit, jelas aku merasakan sakitnya. Dan andapun dapat melihatnya dari roman wajahku, dan dari tanganku yang tak dapat bergerak. Tapi lihatlah keagungan Hikmah Allah dibalik semua itu, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa mentakdirkan aku menjadi orang yang lumpuh, dan terbukti sebagian tubuhku lumpuh... Tapi, perhatikan bagian mana yang lumpuh? Allah telah melumpuhkan bagian tubuhku sebelah kiri, dan membiarkan bagian tubuh sebelah kanan tetap bergerak. Betapa Agung Ni'mat Allah yang aku rasakan membiarkan bagian tubuh kananku tetap bergerak. Dapatkah aku tetap menulis kalau Allah mentakdirkan tubuh bagian kananku juga mengalami kelumpuhan? "
Subhanallah, bahkan menurut peraksian shahabat-shahabat seperjuangan beliau, Dr As Sibaai' sangat giat dan aktif dalam masa sakitnya. Dr Adib Sholeh shabat dekat beliau berkata: "Sehari sebelum hari wafatnya, beliau masih sempat menulis tiga tulisan; Al Ulama Al Auliya, Al Ulama Al Mujahidun dan Al Ulama Asy Syuhada".
Betapa jauhnya diri kita dari keteladanan beliau dalam meneladani perjuangan Rasul SAW, betapa jauh perbedaan sikap yang dimiliki oleh beliau dengan kiprah kita dalam da'wah, bahkan terkadang kewajiban diri kitapun masih sering terlupakan, bahkan kita masih banyak kurangnya dari pada lebihnya.
Dr Mushtofa As Sibaai' menemui Rabbnya pada hari sabtu, 3/10/1964 di kota kelahirannya Hims setelah melalui perjalanan hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan jihad.Jenazahnya dishalatkan di Damaskus di mesjid Al Umawi. Ribuan orang turut menyolati jenazahnya, tak lupa para tokoh gerakan Islam Suriah turut memberi kalimat akhir bagi kepergian Mujahid besar As Sibaai', semisal Dr. Muhammad Mubarak, Dr Muhammad Adib Sholeh, Dr Hasan Huwaidi dan tokoh lainnya.
Diantara nashihat beliau dalam buku "Hakadza A'lammatni Al hayaat" adalah
Tentang Istiqomah
" Istiqomah suatu jalan yang awalnya penuh dengan Karomah, pertengahannya dipenuhi keselamatan, dan ujungnya adalah surga"
Tentang keberhasilan dalam pertempuran di kancah politik
"Hati yang salim, tangan yang bersih, aqidah yang benar, ahlak yang lurus "istiqomah" ... Tapi tidak cukup hanya sekedar itu dalam menggapai keberhasilan dalam pertempuran di kancah politik, selama tidak memiliki kecemerlangan berfikir, fleksibel dalam amal, semangat yang hangat serta memahami problem masyarakat dan thabiat manusia"
Dalam kesempatan lainnya Dr Mushtofa As Sibaai' mengingatkan kita semua bahwa:
Ada dua macam kecintaan yang tak dapat menyatu
Cinta kepada Allah dan cinta kemaksiatan
Cinta akan (Jihad) dan cinta kehidupan
Cinta terhadap pengorbanan dan cinta akan harta
Cinta akan kebenaran "Al haq" dan cinta akan kepemimpinan
Cinta akan perdamaian dan cinta untuk membalas dendam
Cinta akan perbaikan "ishlah" dan cinta akan keselamatan
Cinta terhadap perjuangan dan cinta untuk hidup santai
Cinta akan keadilan dan cinta akan penghambaan
Cinta terhadap rakyat dan cinta terhadap thogut
Cinta untuk berbuat kebaikan dan cinta untuk berbuat curang
Sa’id Hawwa, Dai Yang Kental Spiritual
Dia adalah Syaikh Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa. Dilahirkan di kota Hamat, Suriyah pada tahun 1935 M. Ibunya meninggal dunia ketika usianya baru 2 tahun, lalu diasuh oleh neneknya. Di bawah bimbingan bapaknya yang termasuk salah seorang mujahidin pemberani melawan penjajah Perancis, Sa’id Hawwa muda berinteraksi dengan pemikiran kaum sosialis, nasionalis, Ba’tsi dan Ikhwanul Muslimin. Tetapi akhirnya Alloh memilihkan kebaikan untuknya untuk bergabung dengan ke dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1952 M, ketika masih dudul di kelas satu SMA. Menyelesaikan studinya di universitas pada tahun 1961 M, lalu mengikuti khidmah ‘askariyah (pendidikan militer) pada tahun 1963 M hingga menjadi perwira cadangan. Menikah pada tahun 1964 M, dan dikaruniai empat orang anak.
Ia memberikan ceramah, khutbah, dan mengajar di Syuriah,Saudia, Kuwait, Emirat, Iraq, Yordania, Mesir,Qathar, Pakistan , Amerika, dan Jerman . Juga terlibat dalam peristiwa ‘Dustur’ di Suriyah tahun 1973 M. hingga dipenjara selama lima tahun sejak 5/3/1973-29/1/1981. Selama di penjara, ia menulis kitab al-Asas fi at-Tafsir (11 jilid) dan beberapa buku dakwah lainnya. Pernah diamanahi jabatan pimpinan dalam organisasi Ikhwanul Muslimin di tingkat regional dan internasional. Aktif terlibat dalam berbagai aktifitas dakwah, politik dan jihad. Pada tahun 1987 M terserang sejenis penyakit parkinson disamping penyakit-penyakit lainnya, hingga terpaksa harus melakukan uzlah. Pada hari Kamis tanggal 9/3/1989 M, ia meninggal dunia di rumah sakit Islam di Amman.
Uztadz Zuhair asy-Syawisy di dalam harian al-Liwa’ yang terbit di Yordania, edisi 15/3/`989 M, berkata tentang Sa’id Hawwa: “ …Alloh telah mentaqdirkan dan tidak ada yang dapat menolak ketentuan-Nya. Berakhirlah kehidupan Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa di rumah sakit Islam Amman siang hari Kamis, awal Sya’ban yang agung 1409 H bertepatan 9/3/1989 M. Dishalatkan setelah shalat Jumat oleh ribuan jamaah di masjid al-Faiha’ di asy-Syaibani. Dikuburkan di kuburan Sahab selatan Amman. Penguburan jenazahnya dihadiri oleh banyak orang. Ikut memberikan kata sambutan dalam penguburan jenazah, diantaranya ustadz Yusuf al-Adzam,Syaikh Ali al-Faqir, penyair Abul Hasan, Syaikh Abdul Jalil Razuq, ustadz Faruq al – Masyuh, dan sastrawan ustadz Abdullah Thanthawi. Sungguh simpati penduduk Yordania yang kedermawanan mereka kepada orang-orang hidup yang tinggal di negeri mereka…Kedermawanan dengan tangan dan kebaikan dalam ucapan.
Sesungguhnya Sa’id Hawwa termasuk da’I paling sukses yang pernah saya kenal atau pernah saya baca tentang mereka, karena ia mampu menyampikan pandangan dan pengetahuan yang dimilikinya kepada banyak orabg. Ia meninggal dunia dalam usia yang relative muda, belum melewati usia 53 tahun. Tetapi ia telah meninggalkan karya tulis yang cukup banyak, sehingga oleh banyak orang dimasukkan ke dalam kategori para penulis kontemporer yang produktif. Adanya perbedaan penilaian tentang buku-bukunya tidak akan mengubah hakikat ini sama sekali. Saya pernah mengkaji pandangan-pandangannya yang tertuang dalam berbagai bukunya. Sekalipun pandangan saya demikian ‘membantai’ dan bahasa saya sangat melukai, tetapi ia selalu menerimanya dengan lapang dada.
Saya pernah mengunjunginya di al-Ahsa’ ketika ia menjadi pengajar di al-Ma’had al-‘Ilmi. Saya tidak menemukan perabot di rumahnya kecuali sesuatu yang dapat memenuhi keperluan seorang yang hidup sederhana. Juga tidak saya temukan pakaian yang layak dipakai oleh ulama’ dan pengajar di negeri yang panas itu. Baju jubah yang dipakainya dari buatan Hamat yang kasar. Saya terus mendesaknya hingga ia mau memakai beberapa pakaian putih dan ‘aba’ah (baju luaran) yang layak bagi orang seperti dirinya, tetapi ia mensyaratkan agar tidak terlalu longgar. Sedangkan makanannya, tidak lebih baik dari pakaian dan perabot rumahnya. Termasuk dalam kategori ini adalah sikapnya yang ‘mudah’ kepada orang-orang yang menerbitkan buku-bukunya baik yang telah mendapatkan izinnya atau tidak. Buku-bukunya telah dicetak berulang-ulang—dengan cara halal dan haram --, tetapi saya tidak pernah mendengar ia mempersoalkan hal tersebut. Ini termasuk bagian dari zuhudnya. Sesungguhnya akhlaq dan toleransi Sa’id Hawwa ini merupakan kebanggan dan teladan bagi orang lain. Inilah kesaksian yang dapat saya sampaikan.”
Sa’id Hawwa adalah seorang yang berpotensi besar, dinamis, dan pendobrak. Ia tidak pernah kenal menyerah dan bosan. Punya pengalaman dan kepiawian dalam penulisan. Bisa menyelesaikan satu buku dalam beberapa hari. Punya kecenderungan ruhiyah yang
kental, bahkan terkadang sangat mendominasi. Rasa malu, kelembutan, dan kebaikan hatinya terkadang membuatnya lebih mengutamakan sikap diam dalam sebagian persoalan yang menuntut musharahah (keterusterangan).
Kami merasa gembira dapat mengunjunginya berkali-kali di Kuwait. Ia menghadiri nadwah (seminar) pekanan yang kami selenggarakan setiap Jumat sore. Ia ikut berbicara dalam seminar itu dengan pembicaraan yang sangat memikat hati. Tema utama pembicaraannya berkisar tentang manhaj Imam Hasan Al- Banna dalam memanfaatkan potensi kebaikan yang ada pada diri manusia. Para da’I harus bisa meningkatkan potensi kebaikan pada jiwa manusia. Mereka harus berbicara kepada hati yang merupakan kunci hidayah. Jiwa semua manusia mengandung potensi kebaikan dan potensi kejahatan, tetapi dengan tingkatan berlainan. Apabila Alloh telah memberi taufiq kepada kita untuk meningkatkan potensi kebaikan pada jiwa manusia maka hal ini berarti kita telah mengurangi potensi keburukan yang ada padanya, karena tazkiyatun nafs merupakan kunci untuk meluruskan suluk (perilaku).
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaanNya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. “ (asy-Syams:7-10).
Ia memberikan ceramah, khutbah, dan mengajar di Syuriah,Saudia, Kuwait, Emirat, Iraq, Yordania, Mesir,Qathar, Pakistan , Amerika, dan Jerman . Juga terlibat dalam peristiwa ‘Dustur’ di Suriyah tahun 1973 M. hingga dipenjara selama lima tahun sejak 5/3/1973-29/1/1981. Selama di penjara, ia menulis kitab al-Asas fi at-Tafsir (11 jilid) dan beberapa buku dakwah lainnya. Pernah diamanahi jabatan pimpinan dalam organisasi Ikhwanul Muslimin di tingkat regional dan internasional. Aktif terlibat dalam berbagai aktifitas dakwah, politik dan jihad. Pada tahun 1987 M terserang sejenis penyakit parkinson disamping penyakit-penyakit lainnya, hingga terpaksa harus melakukan uzlah. Pada hari Kamis tanggal 9/3/1989 M, ia meninggal dunia di rumah sakit Islam di Amman.
Uztadz Zuhair asy-Syawisy di dalam harian al-Liwa’ yang terbit di Yordania, edisi 15/3/`989 M, berkata tentang Sa’id Hawwa: “ …Alloh telah mentaqdirkan dan tidak ada yang dapat menolak ketentuan-Nya. Berakhirlah kehidupan Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa di rumah sakit Islam Amman siang hari Kamis, awal Sya’ban yang agung 1409 H bertepatan 9/3/1989 M. Dishalatkan setelah shalat Jumat oleh ribuan jamaah di masjid al-Faiha’ di asy-Syaibani. Dikuburkan di kuburan Sahab selatan Amman. Penguburan jenazahnya dihadiri oleh banyak orang. Ikut memberikan kata sambutan dalam penguburan jenazah, diantaranya ustadz Yusuf al-Adzam,Syaikh Ali al-Faqir, penyair Abul Hasan, Syaikh Abdul Jalil Razuq, ustadz Faruq al – Masyuh, dan sastrawan ustadz Abdullah Thanthawi. Sungguh simpati penduduk Yordania yang kedermawanan mereka kepada orang-orang hidup yang tinggal di negeri mereka…Kedermawanan dengan tangan dan kebaikan dalam ucapan.
Sesungguhnya Sa’id Hawwa termasuk da’I paling sukses yang pernah saya kenal atau pernah saya baca tentang mereka, karena ia mampu menyampikan pandangan dan pengetahuan yang dimilikinya kepada banyak orabg. Ia meninggal dunia dalam usia yang relative muda, belum melewati usia 53 tahun. Tetapi ia telah meninggalkan karya tulis yang cukup banyak, sehingga oleh banyak orang dimasukkan ke dalam kategori para penulis kontemporer yang produktif. Adanya perbedaan penilaian tentang buku-bukunya tidak akan mengubah hakikat ini sama sekali. Saya pernah mengkaji pandangan-pandangannya yang tertuang dalam berbagai bukunya. Sekalipun pandangan saya demikian ‘membantai’ dan bahasa saya sangat melukai, tetapi ia selalu menerimanya dengan lapang dada.
Saya pernah mengunjunginya di al-Ahsa’ ketika ia menjadi pengajar di al-Ma’had al-‘Ilmi. Saya tidak menemukan perabot di rumahnya kecuali sesuatu yang dapat memenuhi keperluan seorang yang hidup sederhana. Juga tidak saya temukan pakaian yang layak dipakai oleh ulama’ dan pengajar di negeri yang panas itu. Baju jubah yang dipakainya dari buatan Hamat yang kasar. Saya terus mendesaknya hingga ia mau memakai beberapa pakaian putih dan ‘aba’ah (baju luaran) yang layak bagi orang seperti dirinya, tetapi ia mensyaratkan agar tidak terlalu longgar. Sedangkan makanannya, tidak lebih baik dari pakaian dan perabot rumahnya. Termasuk dalam kategori ini adalah sikapnya yang ‘mudah’ kepada orang-orang yang menerbitkan buku-bukunya baik yang telah mendapatkan izinnya atau tidak. Buku-bukunya telah dicetak berulang-ulang—dengan cara halal dan haram --, tetapi saya tidak pernah mendengar ia mempersoalkan hal tersebut. Ini termasuk bagian dari zuhudnya. Sesungguhnya akhlaq dan toleransi Sa’id Hawwa ini merupakan kebanggan dan teladan bagi orang lain. Inilah kesaksian yang dapat saya sampaikan.”
Sa’id Hawwa adalah seorang yang berpotensi besar, dinamis, dan pendobrak. Ia tidak pernah kenal menyerah dan bosan. Punya pengalaman dan kepiawian dalam penulisan. Bisa menyelesaikan satu buku dalam beberapa hari. Punya kecenderungan ruhiyah yang
kental, bahkan terkadang sangat mendominasi. Rasa malu, kelembutan, dan kebaikan hatinya terkadang membuatnya lebih mengutamakan sikap diam dalam sebagian persoalan yang menuntut musharahah (keterusterangan).
Kami merasa gembira dapat mengunjunginya berkali-kali di Kuwait. Ia menghadiri nadwah (seminar) pekanan yang kami selenggarakan setiap Jumat sore. Ia ikut berbicara dalam seminar itu dengan pembicaraan yang sangat memikat hati. Tema utama pembicaraannya berkisar tentang manhaj Imam Hasan Al- Banna dalam memanfaatkan potensi kebaikan yang ada pada diri manusia. Para da’I harus bisa meningkatkan potensi kebaikan pada jiwa manusia. Mereka harus berbicara kepada hati yang merupakan kunci hidayah. Jiwa semua manusia mengandung potensi kebaikan dan potensi kejahatan, tetapi dengan tingkatan berlainan. Apabila Alloh telah memberi taufiq kepada kita untuk meningkatkan potensi kebaikan pada jiwa manusia maka hal ini berarti kita telah mengurangi potensi keburukan yang ada padanya, karena tazkiyatun nafs merupakan kunci untuk meluruskan suluk (perilaku).
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaanNya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. “ (asy-Syams:7-10).
Ibn Taimiyah
Abad ke-13 M merupakan periode malapetaka besar bagi sejarah Islam. Dunia Muslim belum lagi pulih dari porakporanda Perang Salib yang panjang itu, bencana yang lebih buruk datang pula melanda.
Suku Mongol menyerbu negara Muslim, memusnahkan kekayaan intelektual dan cultural yang menumpuk selama berabad-abad pemerintahan Muslim, dan membunuh jutaan kaum Muslimin. Baghdad, kota Seribu Satu Malam yang tersohor itu, kota intelektual dan cultural Metropolitan Islam, tanpa memperhatikan keberatan dunia dirampok oleh
Hulaku Khan, sang Mongol, pada 1258 M. Seluruh warisan cultural dan intelektual kota itu dibakar menjadi abu, atau dicampakan ke Sungai Tigris.
Pada kurun waktu dan huru-hara dan bencana sepeti itulah lahir Ibn Taimiyah, seorang pemikir agama yang berpengaruh besar terhadap dunia pemikiran Islam. Pemikir bebas dan penganut kemerdekaan hati nurani. Ia merupakan seorang yang dipetanyakan oleh sebagian ummat, tetapi dimuliakan oleh semuanya, karya serta teladan hidunya menjadi sumber ilham bagi setiap orang. Dia adalah kepahlawanan yang hidup, yang diuji dalam kesengsaraan dan godaan, dukacita dan penderitaan, yang dipersembahkannya untuk kebaikan agama, kebenaran, dan keutamaan hati nurani manusia.
Ibn Taimiyah lahir di Harra, pada masa mudanya mengungsi karena takut pada suku Mongol, dan tiba bersama orang tuanya di Damaskus pada 1268 M. Ketika itu ia hampir berusia enam tahun. Ia cedas luar biasa, otaknya tajam, dan ingatannya kuat. Pada usia muda Ibn Taimiyah telah menguasai semua ilmu yang ada, agama dan fiqh rasional, teologi, logika, dan filosofi. Karena itu ia berperan penting di antara teman sebayanya. Dalam hal ini ia dibantu oleh ayahnya, ilmuwan utama fiqh Hanbali, disamping memetik manfaat dai ajaran Zain al Din Ahmad, al-Muqaddasi.
Pada 1282 M, ketika ayahnya meninggal, Ibn Taimiyah menggantikan kedudukann sang ayah sebagai guru besar hukum Hanbali dan memangku jabatan ini dalam derajat kemuliaan selama 17 tahun. Tetapi, cara berpikirannya yang bebas, menimbulkan permusuhan dengan penganut Syafi'i, sehingga jabatan itu lepas dari tangannya. Namun waktu itu ia telah terkenal di dunia Islam dan ditugaskan bekotbah jihad melawan suku Mongol yang menyerbu Suriah dan menaklukan Damaskus. Khotbahnya menggembleng rakyat dan menggugah sultan Mesir, Sultan al-Nasir, untuk mengangkat senjata melawan orang-orang Mongol. Pada perang dahsyat di Marj as-Safa, pada 1302 M, Ibn Taimiyah
berjuang gagah berani, sehingga pasukan Mongol terusir dan menderita kerugian besar.
Sejak itu hingga akhir hayatnya, mulailah baginya masa "pengadilan" yang keras dan sengsara. Pandangan bebasnya itu seolah-olah menjadi kutukan hidupnya. Ia menyarankan oposisi di bebagai daerah, dan menimbulkan kemarahan para pemuka. Pada 1307 M ia bersama dua saudaranya dipenjarakan selama empat tahun, karena dituduh
mempetlikan sifat manusia dengan sifat Tuhan. Setelah bebas ia diangkat menjadi guru besar di sekolah yang didirikan oleh Sultan Mesir.
Setelah tujuh tahun ia diijinkan balik ke Damaskus, bahkan diangkat kembali sebagai guru besar, jabatannya yang dulu. Tetapi seera pula sengketa besar dengan Sultan membawa dia kembali ke penjara selama beberapa bulan, pada 1320 M.
Sebagai penganut keunggulan hati nurani individual, cara berpikirnya yang bebas itu tidak cocok dengan Muslim ortodoks dan konvensional. Kutukannya yang mematikan terhadap praktek-praktek pemujaan orang suci dan para penganutnya menimbulkan dendam di hati Sultan, yang mengurung dia di benteng Damaskus pada 1326 M. di tempat
itulah ia tekun menulis tafsir Qur'an dan surat selebaran lainnya tentang sejumlah pokok pesoalan yang controversial.
Ia wafat di penjara pada 1327 M. Kabar kematiannya menyuramkan Damaskus, dan sekitar 200.000 orang, mengikuti pemakamannya. Do'a pemakaman dipimpin oleh Ibn al-Wardi.
Kebesaran Ibn Taimiyah terletak pada kemandiriannya dan kebebasan berpikinya. Ia adalah di antara orang-orang mujtahid besar yang pernah dilahikan Islam, seorang yang menolak taqlid buta. Sebagai seorang penganut madzab Hanbali, ia setia mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah, tak suka berkompromi, dan seorang antropomorfis sejati seperti pendahulu keagamaannya, Imam Hanbal.
Ilmu dankesenian Yunani diterjemahkan pada masa Abbasiyah. Masalah itu disesuaikan oleh Ibn Taimiyah dengan doktrin Islam atas permintaan mereka yang baru memeluk agama itu.
Jasanya yang terbesar kepada Islam terletak pada peringatannya kepada rakyat, betapa pelunya mereka menyesuaiakan diri dengan kesederhanaan dan kemurnian Islam masa awal, serta secara mutlak mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Prinsip dasar Ibn Taimiyah ialah:
1. Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama. Penalaran dan intuisi hanyalah sumber terbatas.
2. Kesepakatan umum pada ilmuwan yang terpercaya selama tiga abad perrtama Islam juga turut memberi pengertian tentang asas pokok Islam disamping Al-Qur'an dan As-Sunnah.
3. Hanya Al-Qur'an dan As-Sunnah penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Ia membuang dan sungguh-sungguh mencela pengarruh asing yang korup, serta mencemarkan kemurnian dan kesederhanaan Islam masa awal. Dari Ibn Taimiyah, Muhammad Ibn Abdul Wahhab, seorang pemikir besar abad ke-18, dan sekolah Pembaruan al-Manar di Mesir, mendapat ilham bagi persoalan itu.
Ia terang-terangan menyatakan permusuhan dengan eksponen Muslim berfilosofi yunani. Filosofi, katanya, menimbulkan kebimbangan dan menyebabkan perpecahan dalam Islam. Ia mengkritik keras doktrin Ibn Arabi tentang Kesatuan makhluk. Menurut pendapatnya, kesimpulan Ibn arabi dalam hal ini tidak saja bertentangan dengan ajaran Nabi, tetapi juga dengan doktrin ke-Esa-an Tuan, seperti yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Ibn Taimiyah merupakan tokoh controversial dalam dunia Islam. Seorang pemikir bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu, dan seorang yang ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati, ia lalu mengecam kepada semua pencemaran dan pengaruh asing yang marasuk ke dalam Islam. Karena sikap inilah ia dicaci, dipukul, dicambuk,
dipenjarakan, dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap nekad hidup berhenti menghadapi penganiayaan.
Suku Mongol menyerbu negara Muslim, memusnahkan kekayaan intelektual dan cultural yang menumpuk selama berabad-abad pemerintahan Muslim, dan membunuh jutaan kaum Muslimin. Baghdad, kota Seribu Satu Malam yang tersohor itu, kota intelektual dan cultural Metropolitan Islam, tanpa memperhatikan keberatan dunia dirampok oleh
Hulaku Khan, sang Mongol, pada 1258 M. Seluruh warisan cultural dan intelektual kota itu dibakar menjadi abu, atau dicampakan ke Sungai Tigris.
Pada kurun waktu dan huru-hara dan bencana sepeti itulah lahir Ibn Taimiyah, seorang pemikir agama yang berpengaruh besar terhadap dunia pemikiran Islam. Pemikir bebas dan penganut kemerdekaan hati nurani. Ia merupakan seorang yang dipetanyakan oleh sebagian ummat, tetapi dimuliakan oleh semuanya, karya serta teladan hidunya menjadi sumber ilham bagi setiap orang. Dia adalah kepahlawanan yang hidup, yang diuji dalam kesengsaraan dan godaan, dukacita dan penderitaan, yang dipersembahkannya untuk kebaikan agama, kebenaran, dan keutamaan hati nurani manusia.
Ibn Taimiyah lahir di Harra, pada masa mudanya mengungsi karena takut pada suku Mongol, dan tiba bersama orang tuanya di Damaskus pada 1268 M. Ketika itu ia hampir berusia enam tahun. Ia cedas luar biasa, otaknya tajam, dan ingatannya kuat. Pada usia muda Ibn Taimiyah telah menguasai semua ilmu yang ada, agama dan fiqh rasional, teologi, logika, dan filosofi. Karena itu ia berperan penting di antara teman sebayanya. Dalam hal ini ia dibantu oleh ayahnya, ilmuwan utama fiqh Hanbali, disamping memetik manfaat dai ajaran Zain al Din Ahmad, al-Muqaddasi.
Pada 1282 M, ketika ayahnya meninggal, Ibn Taimiyah menggantikan kedudukann sang ayah sebagai guru besar hukum Hanbali dan memangku jabatan ini dalam derajat kemuliaan selama 17 tahun. Tetapi, cara berpikirannya yang bebas, menimbulkan permusuhan dengan penganut Syafi'i, sehingga jabatan itu lepas dari tangannya. Namun waktu itu ia telah terkenal di dunia Islam dan ditugaskan bekotbah jihad melawan suku Mongol yang menyerbu Suriah dan menaklukan Damaskus. Khotbahnya menggembleng rakyat dan menggugah sultan Mesir, Sultan al-Nasir, untuk mengangkat senjata melawan orang-orang Mongol. Pada perang dahsyat di Marj as-Safa, pada 1302 M, Ibn Taimiyah
berjuang gagah berani, sehingga pasukan Mongol terusir dan menderita kerugian besar.
Sejak itu hingga akhir hayatnya, mulailah baginya masa "pengadilan" yang keras dan sengsara. Pandangan bebasnya itu seolah-olah menjadi kutukan hidupnya. Ia menyarankan oposisi di bebagai daerah, dan menimbulkan kemarahan para pemuka. Pada 1307 M ia bersama dua saudaranya dipenjarakan selama empat tahun, karena dituduh
mempetlikan sifat manusia dengan sifat Tuhan. Setelah bebas ia diangkat menjadi guru besar di sekolah yang didirikan oleh Sultan Mesir.
Setelah tujuh tahun ia diijinkan balik ke Damaskus, bahkan diangkat kembali sebagai guru besar, jabatannya yang dulu. Tetapi seera pula sengketa besar dengan Sultan membawa dia kembali ke penjara selama beberapa bulan, pada 1320 M.
Sebagai penganut keunggulan hati nurani individual, cara berpikirnya yang bebas itu tidak cocok dengan Muslim ortodoks dan konvensional. Kutukannya yang mematikan terhadap praktek-praktek pemujaan orang suci dan para penganutnya menimbulkan dendam di hati Sultan, yang mengurung dia di benteng Damaskus pada 1326 M. di tempat
itulah ia tekun menulis tafsir Qur'an dan surat selebaran lainnya tentang sejumlah pokok pesoalan yang controversial.
Ia wafat di penjara pada 1327 M. Kabar kematiannya menyuramkan Damaskus, dan sekitar 200.000 orang, mengikuti pemakamannya. Do'a pemakaman dipimpin oleh Ibn al-Wardi.
Kebesaran Ibn Taimiyah terletak pada kemandiriannya dan kebebasan berpikinya. Ia adalah di antara orang-orang mujtahid besar yang pernah dilahikan Islam, seorang yang menolak taqlid buta. Sebagai seorang penganut madzab Hanbali, ia setia mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah, tak suka berkompromi, dan seorang antropomorfis sejati seperti pendahulu keagamaannya, Imam Hanbal.
Ilmu dankesenian Yunani diterjemahkan pada masa Abbasiyah. Masalah itu disesuaikan oleh Ibn Taimiyah dengan doktrin Islam atas permintaan mereka yang baru memeluk agama itu.
Jasanya yang terbesar kepada Islam terletak pada peringatannya kepada rakyat, betapa pelunya mereka menyesuaiakan diri dengan kesederhanaan dan kemurnian Islam masa awal, serta secara mutlak mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Prinsip dasar Ibn Taimiyah ialah:
1. Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama. Penalaran dan intuisi hanyalah sumber terbatas.
2. Kesepakatan umum pada ilmuwan yang terpercaya selama tiga abad perrtama Islam juga turut memberi pengertian tentang asas pokok Islam disamping Al-Qur'an dan As-Sunnah.
3. Hanya Al-Qur'an dan As-Sunnah penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Ia membuang dan sungguh-sungguh mencela pengarruh asing yang korup, serta mencemarkan kemurnian dan kesederhanaan Islam masa awal. Dari Ibn Taimiyah, Muhammad Ibn Abdul Wahhab, seorang pemikir besar abad ke-18, dan sekolah Pembaruan al-Manar di Mesir, mendapat ilham bagi persoalan itu.
Ia terang-terangan menyatakan permusuhan dengan eksponen Muslim berfilosofi yunani. Filosofi, katanya, menimbulkan kebimbangan dan menyebabkan perpecahan dalam Islam. Ia mengkritik keras doktrin Ibn Arabi tentang Kesatuan makhluk. Menurut pendapatnya, kesimpulan Ibn arabi dalam hal ini tidak saja bertentangan dengan ajaran Nabi, tetapi juga dengan doktrin ke-Esa-an Tuan, seperti yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Ibn Taimiyah merupakan tokoh controversial dalam dunia Islam. Seorang pemikir bebas yang yakin kepada keunggulan hati nurani individu, dan seorang yang ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati, ia lalu mengecam kepada semua pencemaran dan pengaruh asing yang marasuk ke dalam Islam. Karena sikap inilah ia dicaci, dipukul, dicambuk,
dipenjarakan, dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap nekad hidup berhenti menghadapi penganiayaan.
27 December 2008
Imam Bukhori
Penghimpun Hadits Shahih
Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh karenanya siapa yang ingin
mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.
Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah
menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang
dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum
secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah
seperti yang dicontohkannya.
Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh
Penghimpun Hadits yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan Tentang Kitab Hadits-nya yang masyur.
Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadits Nabi di dunia Islam.
waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadits Sahih yaitu:
• Imam Bukhari
• Imam Muslim
• Imam Abu Daud
• Imam Tirmizi
• Imam Nasa'i
• Imam Ibn Majah
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadits itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut
diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-
Hadits (pemimpin orang mukmin dalam hadits), suatu gelar ahli hadits tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal
kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama
Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk
Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena
itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar
ahli hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn
Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram)
dan takwa. Diceritakan, bahwa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat
sedikitpun uang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dan terlahir dalam
lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak heran jika ia lahir dan mewrisi sifat-sifat mulia dari
ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun
kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan
Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim
yang berkata: "Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali,
semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya
meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan
dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididikl oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang
cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Ketika berusia 10
tahun, ia sudah banyak menghafal hadits. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi
berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan
belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn
Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan
mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti
kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia
dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari,
karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan
mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci
dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad.
Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat
tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di
kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Sahih dan
pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang
bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi
mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa
sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri,
hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: "Saya
telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah
dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk
menemui ulama-ulama ahli hadits."
Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering
menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya
karena menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu
pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan
menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan
hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super
jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyuran Imam Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan kemanapun ia pergi selalu di eluelukan.
Masyarakat heran dan kagum akan ingatanya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi
Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Sahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail dating ke
Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan
seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga
marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut
kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, seebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya
Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia
pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri
itu, ia mengajarkan hadits secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri
dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan
dengarkan pengajiannya."
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka
meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal
inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa
berpendapat lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan
majelisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya
ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan
mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah
bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk,
sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'a." Yang dimaksud dengan perbuatan
manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan
ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling
utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku
hidup, aku mati dan dibangkitkan di akherat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa
menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku
di negeri ini." Oleh karena Imam Bukhari berpendapat bahwa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya,
dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri
tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah
oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah
sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi
kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majelis pengajian dan
pengajaran hadits.
Tetapi kemudian badai fitnah dating lagi. Kali ini badai itu dating dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-
Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu,
penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah
karangannya, al-Jami' al-Sahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan
kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahwa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke
istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak
mengadakan majelis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahwa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia
memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian
ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya
sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan
berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan
menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan
dan dipenjara.
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya
yang terpenting, Sahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi
dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadits muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada
masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di
negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di
Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia
pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui
ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum
meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam
dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan
lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal
yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan
dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahwa dia menyatakan: "Aku menulis hadits yang
diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadits dan berpendirian bahwa iman adalah ucapan dan
perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn
Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang
haditsnya diriwayatkan dalam kitab Sahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Karena kemasyurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar
langsung haditsnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadits dari
Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahwa kitab Sahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh
sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya
yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin
Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi.
Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyur sebagai perawi kitab Sahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan hafalan, ketajaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadits, juga dalam bidang ilat-ilat
hadits, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah
mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadits lainnya, untuk menghafal dan menjaga
sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahwa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadits di luar kepala
sebanyak 100.000 buah hadits sahih, dan 200.000 hadits yang tidak sahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadits di
sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadits, lalu mereka
tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadits ini diberi sanad hadits lain dan sanad hadits lain
dinbuat untuk matan hadits yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan
sebanyak 10 pertanyaan tentang hadits yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan
sepuluh buah hadits kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadits, Imam Bukhari menjawab
dengan tegas: "Saya tidak tahu hadits yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada
penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak
mengerti, memastikan bahwa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaanpertanyaan
itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang
sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian
Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadits pertama yang anda kemukakan isnadnya
yang benar adalah begini; hadits kedua isnadnya yang benar adalah beginii…" Begitulah Imam Bukhari menjawab
semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadits. Kemudian ia menoleh kepada penanya
yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab
semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan
satu persatu hadits-hadits yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan
jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad
tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan
kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadits.
Sebagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji coba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang
mengagumkan, bukanlah karena Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat
mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadits yang sudah diputarbalikkan itu secara
berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaanpertanyaan
yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang heran dengan kemampuan Imam Bukhari
mengemukakan 100 buah hadits secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal
beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini
sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadits pun juga yang diterima dari para
sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebagian besar mereka, hari wafat dan tempat
tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadits sahabat dan tabi'in, yakni hadits-hadits mauquf, kecuali ada
dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah
jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah
bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadits
dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya
belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam
Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadits, yang melebihi Muhammad
bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah
melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi
dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceriakan, dengan sanad lengkap. Bahwa Muslim (pengarang kitab Sahih), dating kepada Imam Bukhari,
lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para
ahli hadits dan dokter ahli penyakit (ilat) hadits." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup
terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari
masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek;
kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan
dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebihlebih
untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup
besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik
para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas
tentang para perawi yang tercela ialah: "Haditsnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadits yang diriwayatkan
seseorang hanya karena orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ia berkata: "Saya meninggalkan
10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama
atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal sebagai ahli hadits, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan
fatwa, ia telah sampai pada derajat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab
tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya
sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab
Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan
disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah
seorang ahli hadits yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya
sebagai ahli hadits, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk
menegakkan Diunul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahwa sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah
Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang
lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Sahih (Sahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.
Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SAHIH (Sahih Bukhari)
Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya,
sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian
ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW.
Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Sahih."
Dalam menghimpun hadits-hadits sahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara
ilmiah dan sah yang menyebabkan kesahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti
kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadits-hadits yang
diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling sahih. Sehingga
kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku
susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini
dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahwa ia mendengar Muhammad
bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan
ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat
dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."
Maksud pernyataan itu ialah bahwa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram
secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan
Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadits-hadits dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai.
Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai
kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Karenanya tidak mengherankan bila kitab itu mempunyai
kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadits Nabi yang
Paling Sahih."
Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah kumasukkan ke dalam kitab Al-Jami'as-Sahih ini kecuali haditshadits
yang sahih; dan kutinggalkan banyak hadits sahih karena khawatir membosankan."
Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan
bahwa Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan
tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab,
seperti hadits mutabi dan hadits syahid, dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.
Jumlah Hadits Kitab Al-Jami'as-Sahih (Sahih Bukhari)
Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahwa jumlah hadits Sahih Bukhari sebanyak 7.275
buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan.
Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Sahih Bukhari,
menyebutkan, bahwa semua hadits sahih mawsil yang termuat dalam Sahih Bukhari tanpa hadits yang disebutnya
berulang sebanyak 2.602 buah hadits. Sedangkan matan hadits yang mu'alaq namun marfu', yakni hadits sahih namun
tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadits.
Semua hadits Sahih Bukhari termasuk hadits yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq
sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadits. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk
yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadits. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada
sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.
Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh karenanya siapa yang ingin
mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.
Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah
menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang
dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum
secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah
seperti yang dicontohkannya.
Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh
Penghimpun Hadits yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan Tentang Kitab Hadits-nya yang masyur.
Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadits Nabi di dunia Islam.
waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadits Sahih yaitu:
• Imam Bukhari
• Imam Muslim
• Imam Abu Daud
• Imam Tirmizi
• Imam Nasa'i
• Imam Ibn Majah
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadits itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut
diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-
Hadits (pemimpin orang mukmin dalam hadits), suatu gelar ahli hadits tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal
kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama
Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk
Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena
itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar
ahli hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn
Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram)
dan takwa. Diceritakan, bahwa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat
sedikitpun uang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dan terlahir dalam
lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak heran jika ia lahir dan mewrisi sifat-sifat mulia dari
ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun
kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan
Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim
yang berkata: "Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali,
semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya
meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan
dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididikl oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang
cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Ketika berusia 10
tahun, ia sudah banyak menghafal hadits. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi
berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan
belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn
Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan
mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti
kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia
dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari,
karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan
mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci
dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad.
Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat
tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di
kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Sahih dan
pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang
bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi
mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa
sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri,
hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: "Saya
telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah
dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk
menemui ulama-ulama ahli hadits."
Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering
menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya
karena menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu
pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan
menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan
hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super
jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyuran Imam Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan kemanapun ia pergi selalu di eluelukan.
Masyarakat heran dan kagum akan ingatanya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi
Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Sahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail dating ke
Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan
seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga
marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut
kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, seebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya
Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia
pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri
itu, ia mengajarkan hadits secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri
dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan
dengarkan pengajiannya."
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka
meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal
inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa
berpendapat lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan
majelisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya
ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan
mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah
bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk,
sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'a." Yang dimaksud dengan perbuatan
manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan
ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling
utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku
hidup, aku mati dan dibangkitkan di akherat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa
menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku
di negeri ini." Oleh karena Imam Bukhari berpendapat bahwa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya,
dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri
tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah
oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah
sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi
kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majelis pengajian dan
pengajaran hadits.
Tetapi kemudian badai fitnah dating lagi. Kali ini badai itu dating dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-
Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu,
penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah
karangannya, al-Jami' al-Sahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan
kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahwa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke
istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak
mengadakan majelis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahwa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia
memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian
ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya
sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan
berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan
menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan
dan dipenjara.
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya
yang terpenting, Sahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi
dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadits muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada
masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di
negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di
Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia
pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui
ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum
meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam
dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan
lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal
yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan
dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahwa dia menyatakan: "Aku menulis hadits yang
diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadits dan berpendirian bahwa iman adalah ucapan dan
perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn
Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang
haditsnya diriwayatkan dalam kitab Sahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Karena kemasyurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar
langsung haditsnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadits dari
Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahwa kitab Sahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh
sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya
yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin
Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi.
Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyur sebagai perawi kitab Sahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan hafalan, ketajaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadits, juga dalam bidang ilat-ilat
hadits, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah
mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadits lainnya, untuk menghafal dan menjaga
sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahwa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadits di luar kepala
sebanyak 100.000 buah hadits sahih, dan 200.000 hadits yang tidak sahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadits di
sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadits, lalu mereka
tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadits ini diberi sanad hadits lain dan sanad hadits lain
dinbuat untuk matan hadits yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan
sebanyak 10 pertanyaan tentang hadits yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan
sepuluh buah hadits kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadits, Imam Bukhari menjawab
dengan tegas: "Saya tidak tahu hadits yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada
penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak
mengerti, memastikan bahwa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaanpertanyaan
itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang
sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian
Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadits pertama yang anda kemukakan isnadnya
yang benar adalah begini; hadits kedua isnadnya yang benar adalah beginii…" Begitulah Imam Bukhari menjawab
semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadits. Kemudian ia menoleh kepada penanya
yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab
semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan
satu persatu hadits-hadits yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan
jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad
tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan
kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadits.
Sebagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji coba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang
mengagumkan, bukanlah karena Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat
mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadits yang sudah diputarbalikkan itu secara
berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaanpertanyaan
yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang heran dengan kemampuan Imam Bukhari
mengemukakan 100 buah hadits secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal
beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini
sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadits pun juga yang diterima dari para
sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebagian besar mereka, hari wafat dan tempat
tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadits sahabat dan tabi'in, yakni hadits-hadits mauquf, kecuali ada
dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah
jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah
bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadits
dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya
belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam
Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadits, yang melebihi Muhammad
bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah
melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi
dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceriakan, dengan sanad lengkap. Bahwa Muslim (pengarang kitab Sahih), dating kepada Imam Bukhari,
lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para
ahli hadits dan dokter ahli penyakit (ilat) hadits." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup
terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari
masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek;
kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan
dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebihlebih
untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup
besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik
para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas
tentang para perawi yang tercela ialah: "Haditsnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadits yang diriwayatkan
seseorang hanya karena orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ia berkata: "Saya meninggalkan
10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama
atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal sebagai ahli hadits, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan
fatwa, ia telah sampai pada derajat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab
tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya
sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab
Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan
disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah
seorang ahli hadits yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya
sebagai ahli hadits, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk
menegakkan Diunul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahwa sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah
Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang
lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Sahih (Sahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.
Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SAHIH (Sahih Bukhari)
Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya,
sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian
ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW.
Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Sahih."
Dalam menghimpun hadits-hadits sahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara
ilmiah dan sah yang menyebabkan kesahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti
kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadits-hadits yang
diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling sahih. Sehingga
kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku
susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini
dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahwa ia mendengar Muhammad
bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan
ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat
dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."
Maksud pernyataan itu ialah bahwa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram
secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan
Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadits-hadits dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai.
Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai
kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Karenanya tidak mengherankan bila kitab itu mempunyai
kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadits Nabi yang
Paling Sahih."
Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah kumasukkan ke dalam kitab Al-Jami'as-Sahih ini kecuali haditshadits
yang sahih; dan kutinggalkan banyak hadits sahih karena khawatir membosankan."
Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan
bahwa Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan
tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab,
seperti hadits mutabi dan hadits syahid, dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.
Jumlah Hadits Kitab Al-Jami'as-Sahih (Sahih Bukhari)
Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahwa jumlah hadits Sahih Bukhari sebanyak 7.275
buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan.
Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Sahih Bukhari,
menyebutkan, bahwa semua hadits sahih mawsil yang termuat dalam Sahih Bukhari tanpa hadits yang disebutnya
berulang sebanyak 2.602 buah hadits. Sedangkan matan hadits yang mu'alaq namun marfu', yakni hadits sahih namun
tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadits.
Semua hadits Sahih Bukhari termasuk hadits yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq
sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadits. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk
yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadits. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada
sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.
Imam Muslim
Penghimpun dan Penyusun Hadits Terbaik Kedua Setelah Imam Bukhari
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah
Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang
kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga
kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-
Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya 'Ulama'ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di
Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin
Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz
belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas'Abuzar; di Mesir berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin
Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang
terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari dating ke Naisabur, Muslim sering dating kepadanya untuk berguru, sebab
ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung
kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya
maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya.
Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari,
padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalan
Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur,
pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya :
Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-
Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa'id al-Ayli, Qutaibah bin Sa'id dan lain
sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan
seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam
ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-
Baghdadi berketa, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang
dilaluinya." Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas
dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta etode baru yang belum pernah diperkenalkan orang
sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang;
salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli-ahli
hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
1. Al-Jami' as-Sahih (Sahih Muslim).
2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
3. Kitabul-Asma' wal-Kuna.
4. Kitab al-'Ilal.
5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Su'alatihi Ahmad bin Hambal.
7. Kitabul-Intifa' bi Uhubis-Siba'.
8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah
Al-Jami' as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih
dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi,
menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti
dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz
itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan
riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring
dari 300.000 hadits."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab
Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak
4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan
hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang
tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini,
yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama
hadits."
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk
bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab
musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya
sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan;
juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alas an pula."
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab
dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para
pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika
babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah
Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang
kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga
kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-
Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya 'Ulama'ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di
Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin
Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz
belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas'Abuzar; di Mesir berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin
Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang
terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari dating ke Naisabur, Muslim sering dating kepadanya untuk berguru, sebab
ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung
kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya
maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya.
Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari,
padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalan
Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur,
pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya :
Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-
Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa'id al-Ayli, Qutaibah bin Sa'id dan lain
sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan
seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam
ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-
Baghdadi berketa, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang
dilaluinya." Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas
dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta etode baru yang belum pernah diperkenalkan orang
sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang;
salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli-ahli
hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
1. Al-Jami' as-Sahih (Sahih Muslim).
2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
3. Kitabul-Asma' wal-Kuna.
4. Kitab al-'Ilal.
5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Su'alatihi Ahmad bin Hambal.
7. Kitabul-Intifa' bi Uhubis-Siba'.
8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah
Al-Jami' as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih
dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi,
menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti
dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz
itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan
riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring
dari 300.000 hadits."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab
Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak
4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan
hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang
tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini,
yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama
hadits."
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk
bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab
musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya
sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan;
juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alas an pula."
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab
dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para
pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika
babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Syaikh Hasan Al-Banna
Pendiri IM yang menjadi orang pertama menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia
Ia dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906 M. Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna adalah
seorang ulama fiqh dan hadits. Sejak masa kecilnya, Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan
otaknya. Pada usia 12 tahun, atas anugerah Allah, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur'an.
Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan
kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan
memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk
mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat
Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada
usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat
terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di
perguruan tinggi Darul Ulum. Demikianlah sederet prestasi Hasan kecil.
Selain prestasinya di bidang akademik, Ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak masa mudanya
Hasan Al-Banna selalu terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Bahkan pada waktu masih berada di
jenjang pendidikan i'dadiyah (semacam SMP), beliau telah mampu menyelesaikan masalah secara dewasa, kisahnya
begini:
Suatu siang, usai belajar di sekolah, sejumlah besar siswa berjalan melewati mushalla kampung. Hasan berada di
antara mereka. Tatkala mereka berada di samping mushalla, maka adzan pun berkumandang. Saat itu, murid-murid
segera menyerbu kolam air tempat berwudhu. Namun tiba-tiba saja datang sang imam dan mengusir murid-murid
madrasah yang dianggap masih kanak-kanak itu. Rupanya, ia khawatir kalau-kalau mereka menghabiskan jatah air
wudhu. Sebagian besar murid-murid itu berlarian menyingkir karena bentakan sang imam, sementara sebagian kecil
bertahan di tempatnya. Mengalami peristiwa tersebut, al Banna lalu mengambil secarik kertas dan menulis uraian
kalimat yang ditutup dengan satu ayat Al Qur'an, "Dan janganlah kamu mengusir orang yang menyeru Tuhannya di
pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya."(Q. S. Al-An'aam: 52).
Kertas itu dengan penuh hormat ia berikan kepada Syaikh Muhammad Sa'id, imam mushalla yang menghardik kawankawannya.
Membaca surat Hasan al Banna hati sang imam tersentuh, hingga pada hari selanjutnya sikapnya berubah
terhadap "rombongan anak-anak kecil" tersebut. Sementara para murid pun sepakat untuk mengisi kembali kolam
tempat wudhu setiap mereka selesai shalat di mushalla. Bahkan para murid itu berinisiatif untuk mengumpulkan dana
untuk membeli tikar mushalla!
Pada usia 21 tahun, beliau menamatkan studinya di Darul 'Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah. Hasan Al
Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana
umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam
di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah
mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di
negaranya. Puluhan ulama Turki dijebloskan ke penjara. Demikianlah keadaan dunia Islam ketika al Banna berusia
muda. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini jahil (bodoh) terhadap ajaran Islam.
Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk
memberantas kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah beliau dimulai dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian
beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan
yang didirikannya "Al-Ikhwanul Muslimun," bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan,
memimpin rapat pertemuan, dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum
muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwah beliau.
Pada masa peperangan antara Arab dan Yahudi (sekitar tahun 45-an), beliau memobilisasi mujahid-mujahid binaannya.
Dari seluruh Pasukan Gabungan Arab, hanya ada satu kelompok yang sangat ditakuti Yahudi, yaitu pasukan sukarela
Ikhwan. Mujahidin sukarela itu terus merangsek maju, sampai akhirnya terjadilah aib besar yang mencoreng
pemerintah Mesir. Amerika Serikat, sobat kental Yahudi mengancam akan mengebom Mesir jika tidak menarik
mujahidin Ikhwanul Muslimin. Maka terjadilah sebuah tragedi yang membuktikan betapa pengecutnya manusia. Ribuan
mujahid Mesir ditarik ke belakang, kemudian dilucuti. Oleh siapa? Oleh pasukan pemerintah Mesir! Bahkan tidak itu
saja, para mujahidin yang ikhlas ini lalu dijebloskan ke penjara-penjara militer. Bahkan beberapa waktu setelah itu
Hasan al Banna, selaku pimpinan Ikhwanul Muslimin menemui syahidnya dalam sebuah peristiwa yang dirancang oleh
musuh-musuh Allah.
Dakwah beliau bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Hasan al
Banna segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama Indonesia pun dijalin. Tercatat M. Natsir pernah
berpidato didepan rapat Ikhwanul Muslimin. (catatan : M. Natsir di kemudian hari menjadi PM Indonesia ketika RIS
berubah kembali menjadi negara kesatuan).
Syahidnya Hasan Al-Banna tidak berarti surutnya dakwah beliau. Sudah menjadi kehendak Allah, bahwa kapan pun dan
di mana pun dakwah Islam tidak akan pernah berhenti, meskipun musuh-musuh Islam sekuat tenaga berusaha
memadamkannya.
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Q. S. Ash-Shaff: 8)
Masa-masa sepeninggal Hasan Al-Banna, adalah masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di Mesir. Banyak muridmurid
beliau yang disiksa, dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati, terutama ketika Mesir di perintah oleh Jamal
Abdul Naseer, seorang diktator yang condong ke Sovyet. Banyak pula murid beliau yang terpaksa mengungsi ke luar
negeri, bahkan ke Eropa. Pengungsian bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun adalah
bumi Allah, di mana pun adalah lahan dakwah. Para pengamat mensinyalir, dakwah Islam di Barat tidaklah terlepas dari
jerih payah mereka. Demikianlah, siksaan, tekanan, pembunuhan tidak akan memadamkan cahaya Allah. Bahkan
semuanya seakan-akan menjadi penyubur dakwah itu sendiri, sehingga dakwah Islam makin tersebar luas.
Di antara karya penerus perjuangan beliau yang terkenal adalah Fi Dzilaalil Qur'an (di bawah lindungan Al-Qur'an)
karya Sayyid Quthb. Sebuah kitab tafsir Al-Qur'an yang sangat berbobot di jaman kontemporer ini. Ulama-ulama kita
pun menjadikannya sebagai rujukan terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Al-Qu'an dan
Terjemahannya keluaran Depag RI, kemudian Tafsir Al-Azhar karya seorang ulama Indonesia Buya Hamka. Mengenal
sosok beliau akanlah terasa komplit apabila kita mengetahui prinsip dan keyakinan beliau. Berikut ini adalah prinsipprinsip
yang senantiasa beliau pegang teguh dalam dakwahnya:
Saya meyakini: "Sesungguhnya segala urusan bagi Allah. Nabi Muhammad SAW junjungan kita, penutup para Rasul
yang diutus untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya hari pembalasan itu haq (akan datang). Al-Qur’an itu
Kitabullah. Islam itu perundang-undangan yang lengkap untuk mengatur kehidupan dunia akhirat."
Saya berjanji: "Akan mengarahkan diri saya sesuai dengan Al-Qur’an dan berpegang teguh dengan sunah suci. Saya
akan mempelajari Sirah Nabi dan para sahabat yang mulia."
Saya meyakini: "Sesungguhnya istiqomah, kemuliaan dan ilmu bagian dari sendi Islam."
Saya berjanji: "Akan menjadi orang yang istiqomah yang menunaikan ibadah serta menjauhi segala kemunkaran.
Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia dan meninggalkan akhlak-akhlak yang buruk. Memilih dan membiasakan diri
dengan kebiasaan-kebiasaan islami semampu saya. Mengutamakan kekeluargaan dan kasih sayang dalam berhukum
dan di pengadilan. Tidak akan pergi ke pengadilan kecuali jika terpaksa, akan selalu mengumandangkan syiar-syiar
islam dan bahasanya. Berusaha menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk seluruh lapisan umat ini."
Saya meyakini: "Seorang muslim dituntut untuk bekerja dan mencari nafkah, di dalam hartanya yang diusahakan itu
ada haq dan wajib dikeluarkan untuk orang yang membutuhkan dan orang yang tidak punya.
Saya berjanji: "Akan berusaha untuk penghidupan saya dan berhemat untuk masa depan saya. Akan menunaikan zakat
harta dan menyisihkan sebagian dari usaha itu untuk kegiatan-kegiatan kebajikan. Akan menyokong semua proyek
ekonomi yang islami, dan bermanfaat serta mengutamakan hasil-hasil produksi dalam negeri dan negara Islam lainnya.
Tidak akan melakukan transaksi riba dalam semua urusan dan tidak melibatkan diri dalam kemewahan yang diatas
kemampuan saya."
Saya meyakini: "Seorang muslim bertanggung jawab terhadap keluarganya, diantara kewajibannya menjaga
kesehatan, aqidah dan akhlak mereka."
Saya berjanji: "Akan bekerja untuk itu dengan segala upaya. Akan menyiarkan ajaran-ajaran islam pada seluruh
keluarga saya, dengan pelajaran-pelajaran islami. Tidak akan memasukkan anak-anak saya ke sekolah yang tidak
dapat menjaga aqidah dan akhlak mereka. Akan menolak seluruh media massa, buletin-buletin dan buku-buku serta
tidak berhubungan dengan perkumpulan-perkumpulan yang tidak berorientasi pada ajaran Islam."
Saya meyakini: "Di antara kewajiban seorang muslim menghidupkan kembali kejayaan Islam dengan membangkitkan
bangsanya dan mengembalikan syariatnya, panji-panji islam harus menjadi panutan umat manusia. Tugas seorang
muslim mendidik masyarakat dunia menurut prinsip-prinsip Islam."
Saya berjanji: "Akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan risalah ini selama hidupku dan mengorbankan segala
yang saya miliki demi terlaksananya misi (risalah) tersebut."
Saya meyakini: "Bahwa kaum muslim adalah umat yang satu, yang diikat dalam satu aqidah islam, bahwa islam yang
memerintahkan pemelukya untuk berbuat baik (ihsan) kepada seluruh manusia."
Saya berjanji: "Akan mengerahkan segenap upaya untuk menguatkan ikatan persaudaraan antara kaum muslimin dan
mengikis perpecahan dan sengketa di antara golongan-golongan mereka."
Saya meyakini: "Sesungguhnya rahasia kemunduran umat Islam, karena jauhnya mereka dari "dien" (agama) mereka,
dan hal yang mendasar dari perbaikan itu adalah kembali kepada pengajaran Islam dan hukum-hukumnya, itu semua
mungkin apabila setiap kaum muslimin bekerja untuk itu."
Ia dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906 M. Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna adalah
seorang ulama fiqh dan hadits. Sejak masa kecilnya, Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan
otaknya. Pada usia 12 tahun, atas anugerah Allah, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur'an.
Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan
kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan
memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk
mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat
Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada
usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat
terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di
perguruan tinggi Darul Ulum. Demikianlah sederet prestasi Hasan kecil.
Selain prestasinya di bidang akademik, Ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak masa mudanya
Hasan Al-Banna selalu terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Bahkan pada waktu masih berada di
jenjang pendidikan i'dadiyah (semacam SMP), beliau telah mampu menyelesaikan masalah secara dewasa, kisahnya
begini:
Suatu siang, usai belajar di sekolah, sejumlah besar siswa berjalan melewati mushalla kampung. Hasan berada di
antara mereka. Tatkala mereka berada di samping mushalla, maka adzan pun berkumandang. Saat itu, murid-murid
segera menyerbu kolam air tempat berwudhu. Namun tiba-tiba saja datang sang imam dan mengusir murid-murid
madrasah yang dianggap masih kanak-kanak itu. Rupanya, ia khawatir kalau-kalau mereka menghabiskan jatah air
wudhu. Sebagian besar murid-murid itu berlarian menyingkir karena bentakan sang imam, sementara sebagian kecil
bertahan di tempatnya. Mengalami peristiwa tersebut, al Banna lalu mengambil secarik kertas dan menulis uraian
kalimat yang ditutup dengan satu ayat Al Qur'an, "Dan janganlah kamu mengusir orang yang menyeru Tuhannya di
pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya."(Q. S. Al-An'aam: 52).
Kertas itu dengan penuh hormat ia berikan kepada Syaikh Muhammad Sa'id, imam mushalla yang menghardik kawankawannya.
Membaca surat Hasan al Banna hati sang imam tersentuh, hingga pada hari selanjutnya sikapnya berubah
terhadap "rombongan anak-anak kecil" tersebut. Sementara para murid pun sepakat untuk mengisi kembali kolam
tempat wudhu setiap mereka selesai shalat di mushalla. Bahkan para murid itu berinisiatif untuk mengumpulkan dana
untuk membeli tikar mushalla!
Pada usia 21 tahun, beliau menamatkan studinya di Darul 'Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah. Hasan Al
Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana
umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam
di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah
mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di
negaranya. Puluhan ulama Turki dijebloskan ke penjara. Demikianlah keadaan dunia Islam ketika al Banna berusia
muda. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini jahil (bodoh) terhadap ajaran Islam.
Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk
memberantas kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah beliau dimulai dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian
beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan
yang didirikannya "Al-Ikhwanul Muslimun," bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan,
memimpin rapat pertemuan, dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum
muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwah beliau.
Pada masa peperangan antara Arab dan Yahudi (sekitar tahun 45-an), beliau memobilisasi mujahid-mujahid binaannya.
Dari seluruh Pasukan Gabungan Arab, hanya ada satu kelompok yang sangat ditakuti Yahudi, yaitu pasukan sukarela
Ikhwan. Mujahidin sukarela itu terus merangsek maju, sampai akhirnya terjadilah aib besar yang mencoreng
pemerintah Mesir. Amerika Serikat, sobat kental Yahudi mengancam akan mengebom Mesir jika tidak menarik
mujahidin Ikhwanul Muslimin. Maka terjadilah sebuah tragedi yang membuktikan betapa pengecutnya manusia. Ribuan
mujahid Mesir ditarik ke belakang, kemudian dilucuti. Oleh siapa? Oleh pasukan pemerintah Mesir! Bahkan tidak itu
saja, para mujahidin yang ikhlas ini lalu dijebloskan ke penjara-penjara militer. Bahkan beberapa waktu setelah itu
Hasan al Banna, selaku pimpinan Ikhwanul Muslimin menemui syahidnya dalam sebuah peristiwa yang dirancang oleh
musuh-musuh Allah.
Dakwah beliau bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Hasan al
Banna segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama Indonesia pun dijalin. Tercatat M. Natsir pernah
berpidato didepan rapat Ikhwanul Muslimin. (catatan : M. Natsir di kemudian hari menjadi PM Indonesia ketika RIS
berubah kembali menjadi negara kesatuan).
Syahidnya Hasan Al-Banna tidak berarti surutnya dakwah beliau. Sudah menjadi kehendak Allah, bahwa kapan pun dan
di mana pun dakwah Islam tidak akan pernah berhenti, meskipun musuh-musuh Islam sekuat tenaga berusaha
memadamkannya.
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Q. S. Ash-Shaff: 8)
Masa-masa sepeninggal Hasan Al-Banna, adalah masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di Mesir. Banyak muridmurid
beliau yang disiksa, dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati, terutama ketika Mesir di perintah oleh Jamal
Abdul Naseer, seorang diktator yang condong ke Sovyet. Banyak pula murid beliau yang terpaksa mengungsi ke luar
negeri, bahkan ke Eropa. Pengungsian bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun adalah
bumi Allah, di mana pun adalah lahan dakwah. Para pengamat mensinyalir, dakwah Islam di Barat tidaklah terlepas dari
jerih payah mereka. Demikianlah, siksaan, tekanan, pembunuhan tidak akan memadamkan cahaya Allah. Bahkan
semuanya seakan-akan menjadi penyubur dakwah itu sendiri, sehingga dakwah Islam makin tersebar luas.
Di antara karya penerus perjuangan beliau yang terkenal adalah Fi Dzilaalil Qur'an (di bawah lindungan Al-Qur'an)
karya Sayyid Quthb. Sebuah kitab tafsir Al-Qur'an yang sangat berbobot di jaman kontemporer ini. Ulama-ulama kita
pun menjadikannya sebagai rujukan terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Al-Qu'an dan
Terjemahannya keluaran Depag RI, kemudian Tafsir Al-Azhar karya seorang ulama Indonesia Buya Hamka. Mengenal
sosok beliau akanlah terasa komplit apabila kita mengetahui prinsip dan keyakinan beliau. Berikut ini adalah prinsipprinsip
yang senantiasa beliau pegang teguh dalam dakwahnya:
Saya meyakini: "Sesungguhnya segala urusan bagi Allah. Nabi Muhammad SAW junjungan kita, penutup para Rasul
yang diutus untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya hari pembalasan itu haq (akan datang). Al-Qur’an itu
Kitabullah. Islam itu perundang-undangan yang lengkap untuk mengatur kehidupan dunia akhirat."
Saya berjanji: "Akan mengarahkan diri saya sesuai dengan Al-Qur’an dan berpegang teguh dengan sunah suci. Saya
akan mempelajari Sirah Nabi dan para sahabat yang mulia."
Saya meyakini: "Sesungguhnya istiqomah, kemuliaan dan ilmu bagian dari sendi Islam."
Saya berjanji: "Akan menjadi orang yang istiqomah yang menunaikan ibadah serta menjauhi segala kemunkaran.
Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia dan meninggalkan akhlak-akhlak yang buruk. Memilih dan membiasakan diri
dengan kebiasaan-kebiasaan islami semampu saya. Mengutamakan kekeluargaan dan kasih sayang dalam berhukum
dan di pengadilan. Tidak akan pergi ke pengadilan kecuali jika terpaksa, akan selalu mengumandangkan syiar-syiar
islam dan bahasanya. Berusaha menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk seluruh lapisan umat ini."
Saya meyakini: "Seorang muslim dituntut untuk bekerja dan mencari nafkah, di dalam hartanya yang diusahakan itu
ada haq dan wajib dikeluarkan untuk orang yang membutuhkan dan orang yang tidak punya.
Saya berjanji: "Akan berusaha untuk penghidupan saya dan berhemat untuk masa depan saya. Akan menunaikan zakat
harta dan menyisihkan sebagian dari usaha itu untuk kegiatan-kegiatan kebajikan. Akan menyokong semua proyek
ekonomi yang islami, dan bermanfaat serta mengutamakan hasil-hasil produksi dalam negeri dan negara Islam lainnya.
Tidak akan melakukan transaksi riba dalam semua urusan dan tidak melibatkan diri dalam kemewahan yang diatas
kemampuan saya."
Saya meyakini: "Seorang muslim bertanggung jawab terhadap keluarganya, diantara kewajibannya menjaga
kesehatan, aqidah dan akhlak mereka."
Saya berjanji: "Akan bekerja untuk itu dengan segala upaya. Akan menyiarkan ajaran-ajaran islam pada seluruh
keluarga saya, dengan pelajaran-pelajaran islami. Tidak akan memasukkan anak-anak saya ke sekolah yang tidak
dapat menjaga aqidah dan akhlak mereka. Akan menolak seluruh media massa, buletin-buletin dan buku-buku serta
tidak berhubungan dengan perkumpulan-perkumpulan yang tidak berorientasi pada ajaran Islam."
Saya meyakini: "Di antara kewajiban seorang muslim menghidupkan kembali kejayaan Islam dengan membangkitkan
bangsanya dan mengembalikan syariatnya, panji-panji islam harus menjadi panutan umat manusia. Tugas seorang
muslim mendidik masyarakat dunia menurut prinsip-prinsip Islam."
Saya berjanji: "Akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan risalah ini selama hidupku dan mengorbankan segala
yang saya miliki demi terlaksananya misi (risalah) tersebut."
Saya meyakini: "Bahwa kaum muslim adalah umat yang satu, yang diikat dalam satu aqidah islam, bahwa islam yang
memerintahkan pemelukya untuk berbuat baik (ihsan) kepada seluruh manusia."
Saya berjanji: "Akan mengerahkan segenap upaya untuk menguatkan ikatan persaudaraan antara kaum muslimin dan
mengikis perpecahan dan sengketa di antara golongan-golongan mereka."
Saya meyakini: "Sesungguhnya rahasia kemunduran umat Islam, karena jauhnya mereka dari "dien" (agama) mereka,
dan hal yang mendasar dari perbaikan itu adalah kembali kepada pengajaran Islam dan hukum-hukumnya, itu semua
mungkin apabila setiap kaum muslimin bekerja untuk itu."
Sheikh Abdullah Azzam
Doktor yang Ulama
"Ratusan tulisan dan pidatonya mampu menghidupkan ruh baru dalam diri ummat. Seolah-olah beliau
dipilih Allah SWT untuk menegakkan kembali kewajiban yang telah dilupakan sebagian besar ummat Islam,
yaitu jihad." Demikian komentar DR Dahba Zahely, cendekiawan Muslim Malaysia tentang DR Abdullah Azzam.
Komentar senada juga datang dari cendekiawan dan ulama dari berbagai negara.
Sesungguhnya, Abdullah Azzam bukan hanya sosok mujahid di atas kertas dan podium, tetapi juga seorang mujahid
yang gagah berani di medan tempur. Ia lahir dan besar di negeri penuh konflik, Palestina. Sejak kecil sudah dikenal
sebagai anak yang pintar dan tegas. Sebelum usia akil baliq, ia sudah bergabung dengan Ikwanul Muslimin. Pada usia
20-an, bersama para pemuda Palestina ia sudah berani melawan Israel yang memiliki persenjataan canggih.
Keterlibatannya langsung bertempur melawan zionis Israel, membangitkan semangatnya untuk belajar berbagai hal
tentang perang.
Tidak hanya melawan Israel, tokoh kelahiran tahun l941 ini juga bertempur membantu pejuang Mujahiddin Afghanistan
ketika mengusir tentara Uni Sovyet. Itu dilakukan setelah ia menyelesaikan program doktor di Universitas Al Azhar
Mesir. Mulanya ia mengajar di Universitas Islam Antarbangsa di Islamabad Pakistan. Tetapi bau harum darah para
syuhada Mujahiddin begitu kuat menggodanya. Akhirnya ia memutuskan bergabung dengan para pejuang Mujahiddin
yang berlaga melawan Tentara Merah. Ia banyak belajar tentang jihad kepada para tokoh Mujahidin. Dan juga
sebaliknya, para tokoh Mujahidin juga banyak belajar darinya. Abdullah Azzam menjadi seorang yang disegani di arena
jihad Afghanistan, disamping para pemimpin Afghan sendiri.
Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun
bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia
menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Katanya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung
jawab ummat Islam di seluruh dunia. Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang
diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. Pemuda-pemuda Islam dari seluruh dunia yang terpanggil oleh
fatwa-fatwa Abdullah Azzam, bergabung dengan para mujahidin Afghan.
Jihad di Afghanistan telah menjadikan Abdullah Azzam sebagai tokoh pergerakan jihad zaman ini. Ia menjadi idola para
mujahid muda. Peranannya mengubah pemikiran ummat Islam akan pentingnya jihad di Afghanistan telah
membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Uni Sovyet sebagai negara Adidaya harus pulang dengan rasa malu,
karena tidak berhasil menduduki Afghanistan.
Abdullah Azzam telah berhasil meletakkan pondasi jihad di hati kaum muslimin. Penghargaannya terhadap jihad sangat
besar. "Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun jihad di Afghan, 1 setengah tahun jihad di Palestina
dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa," katanya pada seuatu ketika. Ia juga mengajak keluarganya
memahami dan memiliki semangat yang sama dengan dirinya. Isterinya menjadi pengasuh anak-anak yatim dan
pekerja sosial di Afghanistan.
Komitmen Abdullah Azzam terhadap Islam sangat tinggi. Jihad sudah menjadi filosifi hidupnya. Sampai akhir hayatnya,
ia tetap menolak tawaran mengajar di beberapa universitas. Ia berjanji terus berjihad sampat titik darah penghabisan.
Mati sebagai mujahid itulah cita-citanya. Wajar kalau kemudian pada masa hidupnya dialah tokoh rujukan ummat
dalam hal jihad. Fatwa-fatwanya tentang jihad selalu dinanti-nantikan kaum muslimin.
Tentu saja komitmen yang begitu besar itu telah menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Beberapa
kali Abdullah Azzam menerima cobaan pembunuhan. Sampai akhirnya pada Jum'at, 24 November 1989. Tiga buah bom
yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam, meledak ketika ia memarkir kendaraan untuk
shalat jum'at. Sheik Abdullah bersama dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, meninggal seketika.
Kendaraan Abdullah Azzam hancur berantakan. Anaknya, Ibrahim, terlempar 100 meter; begitu juga dengan lainnya.
Tubuh mereka juga hancur. Namun keanehan terjadi pada Sheikh Abdullah Azzam. Tubuhnya masih utuh bersandar
pada sebuah tembok. Hanya sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Dalam peristiwa itu juga terbunuh anak lelaki almarhum
Sheikh Tamim Adnani (seorang perwira di Afghan). Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh mendapatinya dengan wafat secara mendadak.
Kini Abadullah Azzam memang telah pulang ke rahmatullah, tetapi fatwa-fatwanya tetap hidup sepanjang masa.
Cobalah renungi fatwanya berikut ini:
"Wahai kamu, anak-anak Islam! Biasakan dirimu dengan kebisingan bom-bom, peluru mortir dan pekikan
senapan dan tank. Jauhilah kemewahan."
"Wahai kaum Muslimin, berimanlah dengan apa yang diimani oleh generasi pertama umat Islam, amalkan
kebaikan, baca dan hafalkan al-Qur'an. Berhati-hatilah dengan apa yang kau katakan. Shalatlah pada
malam hari, amalkan puasa sunat, carilah teman pergaulan yang baik dan ikutlah dalam pergerakan
Islam."
"Ketahuilah bahwa pemimpin pergerakan tiada punya kuasa atas kamu untuk menghalangi kamu berjihad,
atau mencegah kamu meninggalkan jihad demi menyebarkan dakwah, lantas menjauhkan kamu dari
medan perang... Jangan sekali-kali minta pembenaran (lagi) kepada siapapun tentang jihad, sebab
kebenarannya sudah pasti."
"Jihad tidak boleh ditinggalkan, karena Allah sendiri mengatakan bahwa jihad itu ibadah. Orang yang
istiqomah berjihad diangkat tinggi derajatnya oleh Allah. Jihad adalah membebaskan manusia dari
penindasan. Jihad itu melindungi martabat kita dan memperbaiki dunia. Jihad adalah jalan kemuliaan yang
kekal."
"Ratusan tulisan dan pidatonya mampu menghidupkan ruh baru dalam diri ummat. Seolah-olah beliau
dipilih Allah SWT untuk menegakkan kembali kewajiban yang telah dilupakan sebagian besar ummat Islam,
yaitu jihad." Demikian komentar DR Dahba Zahely, cendekiawan Muslim Malaysia tentang DR Abdullah Azzam.
Komentar senada juga datang dari cendekiawan dan ulama dari berbagai negara.
Sesungguhnya, Abdullah Azzam bukan hanya sosok mujahid di atas kertas dan podium, tetapi juga seorang mujahid
yang gagah berani di medan tempur. Ia lahir dan besar di negeri penuh konflik, Palestina. Sejak kecil sudah dikenal
sebagai anak yang pintar dan tegas. Sebelum usia akil baliq, ia sudah bergabung dengan Ikwanul Muslimin. Pada usia
20-an, bersama para pemuda Palestina ia sudah berani melawan Israel yang memiliki persenjataan canggih.
Keterlibatannya langsung bertempur melawan zionis Israel, membangitkan semangatnya untuk belajar berbagai hal
tentang perang.
Tidak hanya melawan Israel, tokoh kelahiran tahun l941 ini juga bertempur membantu pejuang Mujahiddin Afghanistan
ketika mengusir tentara Uni Sovyet. Itu dilakukan setelah ia menyelesaikan program doktor di Universitas Al Azhar
Mesir. Mulanya ia mengajar di Universitas Islam Antarbangsa di Islamabad Pakistan. Tetapi bau harum darah para
syuhada Mujahiddin begitu kuat menggodanya. Akhirnya ia memutuskan bergabung dengan para pejuang Mujahiddin
yang berlaga melawan Tentara Merah. Ia banyak belajar tentang jihad kepada para tokoh Mujahidin. Dan juga
sebaliknya, para tokoh Mujahidin juga banyak belajar darinya. Abdullah Azzam menjadi seorang yang disegani di arena
jihad Afghanistan, disamping para pemimpin Afghan sendiri.
Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun
bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia
menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Katanya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung
jawab ummat Islam di seluruh dunia. Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang
diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. Pemuda-pemuda Islam dari seluruh dunia yang terpanggil oleh
fatwa-fatwa Abdullah Azzam, bergabung dengan para mujahidin Afghan.
Jihad di Afghanistan telah menjadikan Abdullah Azzam sebagai tokoh pergerakan jihad zaman ini. Ia menjadi idola para
mujahid muda. Peranannya mengubah pemikiran ummat Islam akan pentingnya jihad di Afghanistan telah
membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Uni Sovyet sebagai negara Adidaya harus pulang dengan rasa malu,
karena tidak berhasil menduduki Afghanistan.
Abdullah Azzam telah berhasil meletakkan pondasi jihad di hati kaum muslimin. Penghargaannya terhadap jihad sangat
besar. "Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun jihad di Afghan, 1 setengah tahun jihad di Palestina
dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa," katanya pada seuatu ketika. Ia juga mengajak keluarganya
memahami dan memiliki semangat yang sama dengan dirinya. Isterinya menjadi pengasuh anak-anak yatim dan
pekerja sosial di Afghanistan.
Komitmen Abdullah Azzam terhadap Islam sangat tinggi. Jihad sudah menjadi filosifi hidupnya. Sampai akhir hayatnya,
ia tetap menolak tawaran mengajar di beberapa universitas. Ia berjanji terus berjihad sampat titik darah penghabisan.
Mati sebagai mujahid itulah cita-citanya. Wajar kalau kemudian pada masa hidupnya dialah tokoh rujukan ummat
dalam hal jihad. Fatwa-fatwanya tentang jihad selalu dinanti-nantikan kaum muslimin.
Tentu saja komitmen yang begitu besar itu telah menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Beberapa
kali Abdullah Azzam menerima cobaan pembunuhan. Sampai akhirnya pada Jum'at, 24 November 1989. Tiga buah bom
yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam, meledak ketika ia memarkir kendaraan untuk
shalat jum'at. Sheik Abdullah bersama dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, meninggal seketika.
Kendaraan Abdullah Azzam hancur berantakan. Anaknya, Ibrahim, terlempar 100 meter; begitu juga dengan lainnya.
Tubuh mereka juga hancur. Namun keanehan terjadi pada Sheikh Abdullah Azzam. Tubuhnya masih utuh bersandar
pada sebuah tembok. Hanya sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Dalam peristiwa itu juga terbunuh anak lelaki almarhum
Sheikh Tamim Adnani (seorang perwira di Afghan). Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh mendapatinya dengan wafat secara mendadak.
Kini Abadullah Azzam memang telah pulang ke rahmatullah, tetapi fatwa-fatwanya tetap hidup sepanjang masa.
Cobalah renungi fatwanya berikut ini:
"Wahai kamu, anak-anak Islam! Biasakan dirimu dengan kebisingan bom-bom, peluru mortir dan pekikan
senapan dan tank. Jauhilah kemewahan."
"Wahai kaum Muslimin, berimanlah dengan apa yang diimani oleh generasi pertama umat Islam, amalkan
kebaikan, baca dan hafalkan al-Qur'an. Berhati-hatilah dengan apa yang kau katakan. Shalatlah pada
malam hari, amalkan puasa sunat, carilah teman pergaulan yang baik dan ikutlah dalam pergerakan
Islam."
"Ketahuilah bahwa pemimpin pergerakan tiada punya kuasa atas kamu untuk menghalangi kamu berjihad,
atau mencegah kamu meninggalkan jihad demi menyebarkan dakwah, lantas menjauhkan kamu dari
medan perang... Jangan sekali-kali minta pembenaran (lagi) kepada siapapun tentang jihad, sebab
kebenarannya sudah pasti."
"Jihad tidak boleh ditinggalkan, karena Allah sendiri mengatakan bahwa jihad itu ibadah. Orang yang
istiqomah berjihad diangkat tinggi derajatnya oleh Allah. Jihad adalah membebaskan manusia dari
penindasan. Jihad itu melindungi martabat kita dan memperbaiki dunia. Jihad adalah jalan kemuliaan yang
kekal."
Subscribe to:
Posts (Atom)