21 October 2009

Cerrahiye-i Ilhaniye, Buku Bedah Anak Warisan Islam


MUSLIM HERITAGE
Pada abad ke-10 M, dunia kedokteran Islam memiliki seorang dokter bedah terkemuka bernama Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi.  Dokter bedah kelahiran 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol itu pun dikenal sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern.

Lima abad kemudian, peradaban Islam yang saat itu dikuasai Kekhalifahan Turki Usmani juga memiliki seorang dokter bedah terkemua bernama Serafeddin Sabuncuoglu. Ia sangat dikenal dengan buku kedokteran yang ditulisnya berjudul Cerrahiye-i Ilhaniye. Inilah buku ilmu bedah anak pertama di dunia yang dilengkapi dengan ilustrasi.

Cerrahiye-i Ilhaniye tidak hanya berisi gambar atau miniatur prosedur dari bedah anak, tetapi buku kedokteran itu  juga menyumbangkan banyak hal yang penting bagi perkembangan buku-buku lain yang berkaitan dengan pembedahan. Sabuncuoglu menjelaskan rancangan dan teknik-teknik bedahnya sendiri dalam buku tersebut. Selain itu dia juga mengembangkan teknik bedah anak yang sudah dipraktikkan  pada masa lalu.

Lewat buku itu, Sabuncuoglu menjelaskan teknik bedah, sayatan dan instrumen-instrumen bedah. Buku itu juga dilengkapi dengan miniatur gambar mengenai prosedur operasi. Beberapa bagian dari buku ini mencakup aspek teori dan praktik operasi bedah khusus bayi, balita dan anak-anak (pediatrik).

Secara umum, Sabuncuoglu, melakukan penggabungan kombinasi teknik bedah anak dari metode Yunani, Romawi, Arab, dan Turki. Sehingga metode pembedahan kombinasi yang diciptakannya sungguh sangat luar biasa dan mempengaruhi perkembangan ilmu bedah anak di daratan Eropa.

Meskipun penyebaran pengetahuan bedah anak itu bergerak dengan cepat, aspek historis bedah anak masih banyak yang belum dieksplorasi secara sistematis. Pada 1983, dalam pertemuan Asosiasi Bedah Anak Yunani di Chios, Montagnani, Roma, Italia disebutkan bahwa hanya Serafeddin yang selalu setia membuat terjemahan Buku Petunjuk Tentang Pembedahan milik Abu Kasim Al-Zahrawi.


Pada masa lalu, hanya ada dua atau tiga sumber sebagai referensi buku-buku tentang operasi, salah satunya karya-karya Abu Kasim Al-Zahrawi. Hingg a kini, terdapat tiga karya salinan asli tulisan tangan Sabuncuoglu. Dua buah buku salinan tersebut berada di Perpustakaan Nasional Istanbul dan Departemen Sejarah Kedokteran Capa Fatih, Universitas Istanbul.

Sedangkan buku yang ketiga berada di Perpustakaan Nasional Paris. Buku  Cerrahiye-i Ilhaniye, mencakup empat bagian utama: teknik cauterisation, bedah umum termasuk bedah anak dan bedah plastik, ortopedi, dan inovasi persiapan pengobatan. Ketiga buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki modern.Berikut ini bedah modifikasi karya Sabuncuoglu dalam Cerrahiye-i Ilhaniye itu antara lain mengkaji tentang:

* Pengobatan Hydrocephalus
Untuk melakukan pembedahan terhadap penyakit Hydrocephalus (penyumbatan pada otak sehingga terdapat cairan pada otak) Sabuncuoglu menggambarkan pisau bedah dengan sayatan lebih lebar, tajam, dan ujungnya runcing. Tipe sayatan operasinya juga khusus.

Sabuncuoglu merupakan salah seorang ahli bedah yang paling awal menggunakan berbagai teknik drainase dan bahan-bahan untuk prosedur bedah saraf dalam kasus bedah anak. Dia menekankan bahaya perdarahan selama operasi bedah saraf dilakukan. Oleh karena itu pembedahan terhadap pasien harus dilakukan secara hati-hati.

* Sunat anak laki-laki
Sabuncuoglu menggambarkan untuk melakukan penyunatan lebih baik menggunakan gunting bengkok daripada yang lurus. Dia menyarankan sunat dilakukan dengan menggunakan sebuah potongan saja. Hal ini juga harus dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar ahli, bukan orang pada umumnya.

* Pengobatan Hermafroditisme (jenis kelamin yang tidak jelas apakah laki-laki atau perempuan)
Beberapa abad yang lalu, Paulus dari Aeginae dan Zahrawi telah menjelaskan ambiguitas kelamin pada manusia, yang tak jelas alat kelaminnya,  apakah laki-laki atau perempuan. Namun, Sabuncuoglu membuat penjelasan detil dan klasifikasi subjek tersebut dengan lengkap. Dia mengomentari penampilan daerah perineal dan klitoris yang ambigu tersebut. Orang hermaprodit membutuhkan pembedahan khusus untuk memperjelas alat kelamin yang lebih cocok dengannya.


Pengobatan alat kelamin eksternal wanita (vulva)
Sabuncuoglu adalah orang pertama yang menggambarkan posisi klasik pemeriksaan ginekologi. Ia membagi dua labia pada alat kelamin anak perempuan.  Dia merekomendasikan tampon vagina yang berminyak untuk pencegahan radang dan kambuh sakitnya. Sedangkan, para ahli bedah zaman kuno, seperti Celsus dan Soraneus menggunakan gunting tang dan specula untuk pemeriksaan ini.

 Untuk jenis prosedur pengobatan vulva ini, Sabuncuoglu menyebutkan pentingnya peran dokter perempuan dari pada bidan. Sabuncuoglu menggambarkan seorang  "tabibe" atau dokter perempuan untuk melakukan praktik operasi terhadap pasien perempuan.

* Pengobatan jari
Sabuncuoglu mempelajari subjek tentang pengobatan jari yang jumlahnya berlebihan dan jari yang berselaput dalam bab berjudul  "yarligan" dan  "yincilmek" dan menggunakan istilah khusus "artuk parmak" dan "bitevi parmak." Dalam perawatan jari yang berlebihan yang timbul pada akar jari, Sabuncuoglu menyarankan untuk melakukan teknik manuver berliku untuk mengamputasi jari yang berlebihan atau tidak normal tersebut.

Sedangkan untuk mengobati jari yang berselaput, selaput yang terletak di antara jari tersebut harus dioperasi dan dibuang. Setelah itu, kain kasa khusus direndam dalam minyak mawar kemudian diletakkan di antara jari-jari untuk mencegah infeksi dan kambuh sakitnya. Sabuncuoglu adalah orang pertama yang menyarankan menempatkan kayu penyangga setelah bedah tangan untuk untuk meningkatkan penyembuhan luka.

* Pengobatan anus
Untuk mengobati anus yang tak berfungsi saat ingin buang hajat di mana anus tidak mau membuka, Sabuncuoglu menekankan perlunya operasi yang dilakukan oleh seorang ahli bedah ahli untuk mengurangi risiko kegagalan operasi yang berhubungan dengan otot. Anus yang tak berfungsi ini bisa terjadi akibat melahirkan. Dia menggambarkan prosedur operasi anus ini dengan baik.

Serafeddin Sabuncuoglu, Ahli Bedah Anak dari Turki Usmani


Serafeddin Sabuncuoglu merupakan seorang dokter dan ahli bedah pada masa kekuasaan Turki Usmani. Sang dokter  hidup antara 1385-1468 M di Amasya, bagian utara Anatolia tengah. Selama periode awal Kekaisaran Ottoman, Amasya merupakan pusat perdagangan, budaya, dan seni.

Selama periode itu, Sabuncuoglu berpraktik selama 14 tahun di Rumah Sakit Amasya yang dibangun pada 1308 tersebut.  Pada 1465, saat berusia 80 tahun, ia menulis sebuah buku berjudul  Cerrahiye-i Ilhaniye.   Semangat Sabuncuoglu yang sangat tinggi, membuatnya begitu intens menyelesaikan buku tersebut, meski usianya sudah sepuh.

Selama mengabdikan dirinya sebagai seorang dokter, Sabuncuoglu sudah melakukan berbagai macam praktik operasi pada tubuh manusia jauh, sebelum ada perkembangan teknik steril dan anestesi modern dalam proses operasi pasien. Dia menggunakan kombinasi dari akar tanaman mandrake dan minyak almond untuk analgesia dan anestesi umum.

Tanaman Mandrake (mandragora officinarum L yang berasal dari keluarga nightshade [Solanaceae]) memiliki sifat-sifat umum belladonna dan sebelumnya digunakan sebagai narkotik serta obat penenang. Tanaman tersebut berisi dengan alkaloid mandragorine, hyoscyamine, dan scopolamine.

 Dalam peradaban Yunani dan Romawi kuno, banyak tanaman digunakan sebagai obat untuk merangsang pembiusan seperti opium yang digunakan untuk anestesi dan penghilang rasa sakit, juga dikenal sebagai tanaman cinta

Pengetahuan tentang obat-obatan dan farmasi di Anatolia pada saat berkuasanya Dinasti Seljuk dan pada masa periode Kekuasaan Turki Usmani merupakan kelanjutan dari peradaban Seljuk Besar.  Pada  abad ke-12  hingga 14 M, di wilayah itu begitu  banyak didirikan rumah sakit yang dilengkapi apotek yang  bertugas menyiapkan obat-obatan bagi pasien.

Sabuncuoglu juga menekankan pentingnya apotek di dalam rumah sakit. Sehingga pasien bisa mendapatkan obat dengan mudah. Selain menulis buku  Cerrahiyyetu'l-Haniyye , dia juga menulis buku yang berjudul  Mucerrebname (Dalam Perjuangan).

Cerrahiyyetu'l-Haniyye merupakan buku bedah pertama yang memakai ilustrasi. Sebagian besar karya-karya Sabuncuoglu berdasarkan karya dokter bedah sebelumnya yakni Abu al-Qasim al-Zahrawi. Dia juga banyak memperkenalkan inovasi bedah terbaru dalam karya-karyanya. Dia bahkan menggambarkan ahli bedah perempuan dalam bukunya. Hal itu menujukkan penghargaannya terhadap kaum perempuan.

Rihla, Catatan Perjalanan Petualang Agung




Rihla. Inilah salah satu  buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung bernama Ibnu Battuta pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihla bukanlah  judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre. Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutta itu adalah Tuhfat al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa-’Aja’ib al-Asfar.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, Tuntutlah ilmu walaupun hingga ke negeri Cina. Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan, hingga ke tempat yang jauh sekalipun.  Terinspirasi hadis itu, Ibnu Battuta pun melakukan perjalanan untuk mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan dan membentuk konsep  al-Rihla fi Talab al-’Ilm (Perjalanan untuk Mendapatkan Ilmu Pengetahuan).

Ibnu Battuta menghabiskan waktu  hingga 30 tahun untuk berpetualang dari satu negeri ke negeri lainnya. Hampir seluruh dunia telah dijelajahinya, meliputi; Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Utara, Timur Tengah, Benua Hindia, India, Asia Tengah, juga Cina.

Bahkan, perjalanan yang dicapai  Ibnu Battuta itu mampu melewati rekor perjalanan yang ditorehkan Marco Polo. Ibnu Battuta menuliskan pengalaman perjalanannya dengan luar biasa. Ia menorehkan  kisah perjalanannya meliputi aspek geografi, politik, kepribadian, sejarah,  alam,  serta adat lokal setempat.

Pada zaman dulu, orang-orang melakukan perjalanan hanya untuk membuat peta sebagai penunjuk rute terbaik naik haji. Namun Ibn Battuta melakukan perjalanan bukan hanya untuk membuat rute naik haji saja. Hal ini yang menyebabkan konteks perjalanan yang dilaluinya menjadi lebih luas.

Rihla sendiri bisa dibilang merupakan buku berisi ingatan tentang perjalanan Ibnu Battuta, karena sejumlah catatan sejarah menyebutkan bahwa dia tidak pernah mengeluarkan catatannya selama melakukan perjalanan. Bahkan yang meminta Ibnu Battuta untuk menuangkan pengalamannya itu ke dalam sebuah buku justru Sultan Marinid Fez.

Sang sultan menilai perjalanan Ibnu Battuta mengandung begitu banyak kisah dan pengalaman berharga yang patut dijadikan pelajaran. Buku Rihla bisa disebut sebagai sejarah oral,  karena Ibnu Battuta dalam menuangkan pengalamannya dalam buku itu dengan cara mendiktekannya kepada penyair yang bekerja di Kerajaan Sultan Marinid Fez.

Dia mendiktekan pengalaman yang ditempuhnya selama 30 tahun itu dalam waktu dua tahun lebih, hingga akhirnya menjadi sebuah buku yang utuh. Ibnu Juzayy merupakan seorang penulis yang memberikan petunjuk penulisan Rihla dan juga yang mengedit buku tersebut. Ibnu Juzzay dengan gayanya berupaya menjadikan Rihla sebagai sebuah buku berkualitas yang mudah dipahami pembacanya.

Sejumlah orientalis di negara-negara Barat memang agak meragukan sejumlah tempat yang benar-benar dikunjungi oleh Ibnu Battuta, seperti perjalanannya menuju Sungai Volga, dari New Sarai ke Bulgaria, perjalanannya ke Sana'a di Yaman, perjalanannya dari Balkh ke Bistam di Khurasan, perjalanannya berkeliling Anatolia, serta petualangannyake Cina. Meskipun sejumlah orientalis Barat menganggap beberapa cerita itu adalah fiksi, tetapi Rihla memberikan banyak keterangan penting berbagai tempat pada abad ke-14.

Ibnu Battuta dalam mengadakan perjalanan ke tempat-tempat yang dilaluinya mengalami beberapa kali gegar buadaya atau  culture shock. Alasannya, budaya lokal setempat sungguh jauh berbeda dengan latar belakang dirinya yang cenderung menganut Islam ortodoks.

Saat bertemu dengan orang-orang Turki dan Mongolia yang berubah menjadi Islam, dia sangat terpesona dengan cara perempuan dari kedua etnis itu  dalam bertingkah laku. Menurutnya mereka sopan sekali. Namun dia terlihat begitu terkejut waktu melihat perempuan di salah satu wilayah Afrika di sekitar gurun Sahara dan perempuan di pulau Maldives yang memakai pakaian yang begitu terbuka.

Dalam perjalanannya, Ibnu Battuta juga sering mendapatkan berbagai macam hadiah karena status sosialnya yang dianggap tinggi olah para penguasa di wilayah yang dikunjunginya. Selama berabad-abad, bukunya menimbulkan keragu-raguan.

Baru pada awal tahun 1800, bukunya dipublikasikan di Jerman dan Inggris berdasarkan sebuah manuskrip yang ditemukan di Timur Tengah yang berisi dengan versi Rihla karangan Ibn Juzayy dalam bahasa Arab dalam bentuk karangan pendek.

Ketika tentara Prancis menyerang Aljazair pada 1830, mereka juga menemukan lima buah manuskrip di Konstantin yang berisi  versi menyeluruh dari buku Rihla. Lalu naskah-naskah tentang Rihla tersebut dibawa ke Bibliotheque Nationale di Paris dan dipelajari sarjana Perancis, Charles Defremery dan Beniamino Sanguinetti.

Pada 1853, mereka menerbitkan seri dari empat jilid berisi teks arab, catatan ekstensif dan sebuah terjemahan ke dalam bahasa Prancis. Hasil penerjemahan Defremery dan Sanguinetti dicetak dalam teks sekarang dan diterjemahkan ke banyak bahasa lainnya. Berkat  Rihla,   Ibnu Battuta menjadi tokoh terkenal hingga saat ini.

Rohla terdiri dari 13 bab. Setiap bab mengisahkan perjalanan Ibnu Batutta. Bab pertama dimulai kisah perjalanannya dari  Maroko melintasi Afrika Utara dan petualangannya di Mesir tahun 1326.  Bab kedua, menceritakan petualangannya ke Suriah dan Palestina serta perngalamannya menunaikan Haji pada 1326.

Dalam bab ketiga,  Ibnu Batutta menyampaikan pengalamannya menjelajahi Persia dan Irak pada 1327.  Pengalamannya menyusuri Lautan Arab dan Afrika Timur selama dua tahun, dari 1328 – 1330 dituangkannya dalam bab empat. Pada bab kelima, ia berkisah tentang pengalamannya di Anatolia (Turki) pada  1330 hingga 1331.

Bab keenam, diisi dengan kisah perjalanannya ke Asia Selatan. Pada bab ketujuh, ia menuturkan tentang pengalamannya dengan penguasa Dinasti Islam di Delhi, India pada 1334 – 1341. Pada bab delapan, ia mengisahkan keberhasilannya meloloskan diri dari Delhi dan sampai di Srilanka pada 1342.  Pada 1345-1346, Ibnu Batutta dalam bab kesemnilan Rihla mengisahkan perjalannya ke Cina dan Nusantara.

Pada bab kesepuluh, ia memaparkan perjalannya kembali ke kampung halamannya di Maroko. Pengalamannya pada 1349 hingga 1350, dituliskan dalam bab sebelas tentang perjalanannya ke Andalusia. Pada bab ke-12, dia berkisah tentang petualangannya ke Afrika Barat. Sedangkan, pada bab ketigabelas mengisahkan tentang proses penulisan  Rihla.


Jejak Sang Petualang
 

Ibnu Battuta adalah seorang petualang yang terkenal  dengan berbagai macam kisah perjalanannya mengelilingi dunia. Dia dilahirkan pada sebuah keluarga sarjana Hukum Islam di Tangier, Maroko, pada 25 Februari 1304. Saat itu, Maroko dikuasai kekuasan Dinasti Marinid.

Sebagai seorang pemuda sekaligus pelajar yang sangat berbakat, dia juga telah menyelesaikan studinya di sekolah Sunni Maliki yang mengajarkan perihal hukum Islam yang dominan di Afrika Utara, pada saat itu.

PadaJuni 1325, ketika Ibnu Battuta genap berusia dua puluh satu tahun, dia melakukan perjalanan dari kota kelahirannya dengan tujuan pergi melaksanakan ibadah haji menuju ke Tanah Suci Makkah. Perjalanan tersebut berlangsung selama 16 bulan, tetapi dia rupanya tidakmelihat Maroko selama 24 tahun.

Perjalanan Ibnu Battuta menuju Mekah dilakukan melalui jalan darat. Dia berjalan menyusuri pantai Afrika Utara, lalu menyeberangi wilayah kekuasaan  Kesultanan Abd al-Wadid dan Hafsid. Rutenya melewati Tlemcen, Bejaia dan kemudian ke Tunisia di mana dia tinggal di wilayah tersebut selama dua bulan.

Guna menghindari berbagai macam risiko kejahatan seperti diserang para perampok, dia memilih untuk melakukan perjalanan dengan sebuah kafilah. Sehingga banyak orang yang ikut menemani perjalanannya. Di Sfax, Ibnu Battuta menikah untuk yang pertama kalinya dari beberapa kali pernikahan yang dilakukannya dalam perjalanan yang panjang.

Pada awal musim semi 1326, setelah Ibnu Battuta melakukan perjalanan sejauh lebih dari 3.500 km, dia mengunjungi Pelabuhan Iskandariyah, yang merupakan bagian dari Kerajaan Mamluk Bahri. Dia menghabiskan beberapa pekan mengunjungi situs-situs yang terdapat di wilayah tersebut dan kemudian menuju pedalaman wilayah tersebut.

Lalu dia menuju Kairo, kota penting yang besar dan ibukota Dinasti Mamluk, di Kairo dia tinggal selama sekitar sebulan. Dalam wilayah Mamluk, perjalanan relatif aman. Secara umum, terdapat tiga rute umum yang biasanya digunakan dari Kairo menuju ke Makkah. Ibnu Battuta memilih rute perjalanan ke Nil, kemudian ke timur lewat darat ke pelabuhan Laut Merah Aydhab.

Namun, ketika mendekati kota, ia dipaksa untuk kembali ke Kairo karena pemberontakan lokal. Kembali ke Kairo, dia mengambil rute lain menuju Makkah. Dia juga menuju Damaskus dan  bertemu dengan seorang laki-laki suci selama perjalanan pertamanya. Dia mengatakan, Ibnu Battuta hanya akan mencapai Makkah, setelah melakukan perjalanan melalui Suriah.

Lantaran melalui Suriah, dia bisa mengunjungi tempat-tempat suci sepanjang rute Hebron, Yerusalem, dan Betlehem. Dinasti Mamluk juga memastikan keamanan perjalan bagi orang-orang yang naik haji. Ibnu Battuta menghabiskan bulan Ramadan di Damaskus, lalu bergabung dengan kafilah perjalanan dari Damaskus ke Madinah, tempat pemakaman Nabi Muhammad.


Setelah empat hari, dia melanjutkan perjalanan ke Makkah. Di sana ia menyelesaikan ritual ibadah haji. Setelah itu dia memutuskan pulang ke tanah kelahirannya. Setelah Ibn Battuta menyelesaikan buku Rihla pada tahun 1355, dia diangkat menjadi hakim di Maroko. Lalu dia meninggal di Maroko pada 1368.

Metode Pendidikan dalam Pandangan Tiga Ilmuwan Islam

Pendidikan merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Kemajuan yang dicapai peradaban Islam di zaman kekhalifahan tak lepas dari keberhasilan dunia pendidikan. Pada zaman itu, kota-kota Islam telah menjelma menjadi pusat pendidikan dan peradaban yang sangat maju.

Di abad pertengahan, para ilmuwan dan cendekiawan Muslim telah menyusun metode pendidikan atau pembelajaran yang sangat baik. Metode itu disusun agar para siswa bisa memahami dan menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan di madrasah-madrasah dengan mudah.

Berikut ini adalah tiga metode pendidikan yang dicetuskan tiga intelektual Muslim terpadang di zaman kekhalifahan. Mereka adalah Ibnu Sina, Ibnu Khaldun serta Al-Ghazali. Lalu bagaimana gagasan dan pemikiran mereka tentang pendidikan yang baik dan ideal bagi dunia  Islam?

* Ibnu Sina (980 -1037)

Abu ‘Ali al-Husayn bin ‘Abdullah ibnu Sina tak hanya dikenal sebagai seorang dokter legendaris. Ibnu Sina juga mencurahkan gagasannya tentang pendidikan. Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, metal maupun moral.
''Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,''  tutur Ibnu Sina,

Dalam pandangan Ibnu Sina,  pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter.  Menurutnya, pendidikan sangat  penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.

Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.

- Masa baru lahir hingga umur dua tahun
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.

Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi.

Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai  diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara drastis.

- Masa kanak-kanak
Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus dibangunkan dari tidur.

Ketiga, anak-anak tak diperbolehkan langsung minum setelah makan, sebab makanan itu akan masuk tanpa dicerna terlebih dahulu. Keempat, perkembangan rasa dan perilaku anak-anak perlu diperhatikan.

Ibnu Sina menganggap anak-anak harus mendengarkan musik, sehingga saat berada dalam ayunan mereka tertidur dengan suara musik. Hal itu akan mempersiapkan anak mempelajari musik, selanjutnya dia akan tertarik untuk mempelajari puisi yang sederhana dan akhirnya membuatnya menghargai nilai-nilai kebenaran.

- Masa Pendidikan
Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam.

Menurut Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok, bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa belajar mengenai arti persahabatan.

- Masa usia 14 tahun ke atas
Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka.

Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.

* Ibnu Khaldun (1332/732H, -- 1406/808H)

Ibnu Khaldun dikenal sebagai seorang sejarawan terkemuka. Lewat Kitab Almuqadimmah yang ditulisnya, Ibnu Khaldun menjadi salah  seorang intelektual Muslim legendaris sepanjang masa. Selain berkontribusi pada bidang sejarah, politik dan ekonomi, Ibnu Khaldun pun mencurahkan pikirannya dalam bidang pendidikan.

Pemikirannya dalam bidang pendidikan bermula dari  presentasi ensiklopedia ilmu pengetahuannya. Hal ini merupakan jalan untuk membuka teori tentang pengetahuan dan presentasi umum mengenai sejarah sosial dan epitomologi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan.

Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional. Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal dari pemikiran yang alami.

Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya, metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan atau seseorang yang berkuasa.

Menurut dia, ketika seorang anak baru dilahirkan, maka sang bayi  belum memiliki ilmu. ''Bayi itu seumpama sebuah bahan mentah yang harus diberi isi yang baik supaya menjadi orang dewasa yang berguna kelak,'' tutur Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun mengungkapkan, setiap orang mendapatkan ilmu pengetahuan melalui organ-organ tubuh yang diberikan oleh Tuhan. ''Kita belajar menggunakan mata, telinga, mulut, kaki, dan tangan. Semua organ tubuh itu mendukung kita dalam proses pembelajaran demi mendapat ilmu pengetahuan,'' ungkapnya.

Ibnu Khaldun juga membagi ilmu pengetahuan berdasarkan tingkat pemikiran yaitu: Pengetahuan praktis yang merupakan hasil dari memahami intelijen. Sehingga membuat kita mampu melakukan apapun di dunia dalam sebuah tatanan.

Pengetahuan tentang apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus tidak kita lakukan. Hal ini berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai tentang kebaikan dan keburukan bisa diperoleh dari intelijen empirik dan dapat diterapkan untuk menuntun kita saat berhubungan dengan orang lain.

Menurut dia, mengajarkan ilmu pengetahuan itu sangat penting, karena ilmu pengetahuan akan lebih mudah diperoleh manusia dengan bantuan dan ajaran gurunya.


Metode  Pendidikan Ala Al-Ghazali


Al Ghazali memberi  perhatian yang sangat besar untuk menempatkan pemikiran Islam dalam pendidikan. Menurutnya, seluruh metode pendidikan harus berpegang teguh pada syariat Islam.

Menurutnya, tujuan manusia adalah mencapai kebahagian dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan kata lain, berbagai macam tujuan manusia untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan sosial, ilmu pengetahuan, hanyalah sebuah ilusi jika semua itu hanya berhubungan dan ditujukan untuk pencapaian dunia fana.

Menurut dia, bayi lahir dalam keadaan jernih, lalu tumbuh menjadi anak-anak yang membutuhkan kepribadian, karakter, dan tingkah laku saat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan. Keluarga mengajarkan anak-anak tentang bahasa, adat-istiadat, tradisi agama, dan semua pengaruh dari ajaran tersebut tidak mungkin lenyap hingga mereka dewasa.

Oleh karena itu, yang paling bertanggung jawab terhadap buruk atau baiknya pendidikan seorang anak adalah orangtua mereka. Orang tua merupakan mitra dalam mendidik anak-anak dan mereka harus membaginya dengan para guru anak-anak tersebut.

Al-Ghazali menekankan pentingnya pembentukan karakter. Dengan memberikan pendidikan karakter yang baik maka orang tua sudah membantu anak-anaknya untuk hidup sesuai jalan yang lurus. Namun, pendidikan yang buruk akan membuat karakter anak-anak menjadi tidak baik dan berpikiran sempit sehingga sulit membawa mereka menuju jalan yang benar kembali.

Oleh karena itu, anak-anak harus belajar di sekolah dasar sehingga pengetahuan yang diperoleh sejak masih kecil akan melekat kuat bagai ukiran di atas batu. Selain itu, anak-anak juga harus diyakinkan bahwa mereka harus selalu mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya.

Anak-anak terus berkembang, pada usia remaja mereka akan merasa tertarik dengan lawan jenis, lalu pada usia 20 tahun, mereka merindukan menjadi pemimpin, dan pada usia 40 tahun orang membutuhkan kedekatan dan kesenangan terhadap pengetahuan akan Tuhannya.

Pada masa anak-anak, orang tua harus mengajari mereka ilmu Alquran dan hadis. Selain itu, mereka harus dijaga dari  puisi-puisi cinta. Sebab hal itu, kata dia, bisa menjadi bibit yang buruk bagi jiwa seorang anak laki-laki.

Mereka juga harus diajari mematuhi nasehat orang tua, gurun, serta orang-orang yang lebih tua. Selain itu mereka juga harus diajarkan menjadi orang yang jujur, sederhana, dermawan, dan beradab. Selain itu, anak-anak sebaiknya memiliki teman yang bermoral baik, berkarakter baik, pandai, serta jujur.

18 October 2009

Al-Ghazali, Sang Hujjatul Islam



Puluhan karya yang ditulisnya merupakan bukti kecerdasan dan keluasan ilmu yang dimiliki Al-Ghazali.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafii atau lebih dikenal dengan nama Imam Al-Ghazali adalah salah seorang tokoh Muslim terkemuka sepanjang zaman. Ia dikenal sebagai seorang ulama, filsuf, dokter, psikolog, ahli hukum, dan sufi yang sangat berpengaruh di dunia Islam.

Selain itu, berbagai pemikiran Algazel--demikian dunia Barat menjulukinya--juga banyak mempengaruhi para pemikir dan filsuf Barat pada abad pertengahan.

Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sungguh fenomenal. ''Tak diragukan lagi bahwa buah pikir Al-Ghazali begitu menarik perhatian para sarjana di Eropa,'' tutur Margaret Smith dalam bukunya yang berjudul Al-Ghazali: The Mystic yang diterbitkan di London, Inggris, tahun 1944.

Salah seorang pemikir Kristen terkemuka yang sangat terpengaruh dengan buah pemikiran Al-Ghazali, kata Smith, adalah ST Thomas Aquinas (1225 M-1274 M). Aquinas merupakan filsuf yang kerap dibangga-banggakan peradaban Barat. Ia telah mengakui kehebatan Al-Ghazali dan merasa telah berutang budi kepada tokoh Muslim legendaris itu. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sangat mempengaruhi cara berpikir Aquinas yang menimba ilmu di Universitas Naples. Saat itu, kebudayaan dan literatur-literatur Islam begitu mendominasi dunia pendidikan Barat.

Perbedaan terbesar pemikiran Al-Ghazali dengan karya-karya Aquinas dalam teologi Kristen, terletak pada metode dan keyakinan. Secara tegas, Al-Ghazali menolak segala bentuk pemikiran filsuf metafisik non-Islam, seperti Aristoteles yang tidak dilandasi dengan keyakinan akan Tuhan. Sedangkan, Aquinas mengakomodasi buah pikir filsuf Yunani, Latin, dan Islam dalam karya-karya filsafatnya.

Al-Ghazali dikenal sebagai seorang filsuf Muslim yang secara tegas menolak segala bentuk pemikiran filsafat metafisik yang berbau Yunani. Dalam bukunya berjudul The Incoherence of Philosophers, Al-Ghazali mencoba meluruskan filsafat Islam dari pengaruh Yunani menjadi filsafat Islam, yang didasarkan pada sebab-akibat yang ditentukan Tuhan atau perantaraan malaikat. Upaya membersihkan filasat Islam dari pengaruh para pemikir Yunani yang dilakukan Al-Ghazali itu dikenal sebagai teori occasionalism.

Sosok Al-Ghazali sangat sulit untuk dipisahkan dari filsafat. Baginya, filsafat yang dilontarkan pendahulunya, Al-Farabi dan Ibnu Sina, bukanlah sebuah objek kritik yang mudah, melainkan komponen penting buat pembelajaran dirinya.

Filsafat dipelajar Al-Ghazali secara serius saat dia tinggal di Baghdad. Sederet buku filsafat pun telah ditulisnya. Salah satu buku filsafat yang disusunnya, antara lain, Maqasid al-Falasifa (The Intentions of the Philosophers). Lalu, ia juga menulis buku filsafat yang sangat termasyhur, yakni Tahafut al-Falasifa (The Incoherence of the Philosophers).

Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam memadukan sufisme dengan syariah. Konsep-konsep sufisme begitu baik dikawinkan sang pemikir legendaris ini dengan hukum-hukum syariah. Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi sufisme formal dalam karya-karyanya. Al-Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritik aliran lainnya. Ia tertarik dengan sufisme sejak berusia masih belia.

Kehidupan Al-Ghazali
Dilahirkan di Kota Thus, Provinsi Khurasan, Persia (Iran), pada tahun 450 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1058 Masehi. Al-Ghazali berasal dari keluarga ahli tenun (pemintal). Ayahnya adalah seorang pengrajin sekaligus penjual kain shuf (yang terbuat dari kulit domba) di Kota Thus.
Namun, sang ayah menginginkan Al-Ghazali kelak menjadi orang alim dan saleh. Karena itu, menjelang wafat, ayahnya mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, ''Sungguh, saya menyesal tidak belajar khath (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka, saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya,'' ungkapnya pada pengasuh Al-Ghazali dan saudaranya.

Imam Al-Ghazali memulai belajar di kala masih kecil dengan mempelajari Bahasa Arab dan Parsi hingga fasih. Karena minatnya yang mendalam terhadap ilmu, Al-Ghazali mulai mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fikih, dan filsafat. Selepas itu, ia berguru kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani di Kota Thus untuk mempelajari ilmu fikih. Kemudian, ia berangkat ke Jurjan untuk menuntut ilmu dengan Imam Abu Nashr Al-Isma'ili.

Selepas menuntut ilmu di Jurjan, Al-Ghazali pergi mengunjungi Kota Naisabur untuk berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini. Selama di Naisabur, ia berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafii, ilmu perdebatan, ushuluddin, mantiq, hikmah, dan filsafat. Selain itu, ia berhasil menyusun sebuah tulisan yang membuat kagum gurunya, Al-Juwaini.

Setelah sang guru wafat, Imam Al-Ghazali pergi meninggalkan Naisabur menuju ke majelis Wazir Nidzamul Malik. Majelis tersebut merupakan tempat berkumpulnya para ahli ilmu. Di sana, Al-Ghazali menantang debat para ulama dan berhasil mengalahkan mereka.

Lalu, karena ketinggian ilmu yang dimiliki Imam Al-Ghazali, Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi guru besar di Madrasah Nizhamiyah (sebuah perguruan tinggi yang didirikan oleh Nidzamul Malik) di Baghdad pada tahun 484 H. Saat itu, usia Al-Ghazali baru menginjak 30 tahun. Di sinilah, keilmuan Al-Ghazali makin berkembang dan menjadi terkenal serta mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Sebagai pimpinan komunitas intelektual Islam, Al-Ghazali begitu sibuk mengajarkan ilmu hukum Islam di madrasah yang dipimpinnya. Empat tahun memimpin Madrasah Nizamiyyah, Al-Ghazali merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Batinnya dilanda kegalauan. Ia merasa telah jatuh dalam krisis spiritual yang begitu serius. Al-Ghazali pun memutuskan untuk meninggalkan Baghdad.

Kariernya yang begitu cemerlang ditinggalkannya. Setelah menetap di Suriah dan Palestina selama dua tahun, ia sempat menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah. Setelah itu, Al-Ghazali kembali ke tanah kelahirannya. Sang ulama pun memutuskan untuk menulis karya-karya serta mempraktikkan sufi dan mengajarkannya.

Apa yang membuat Al-Ghazali meninggalkan kariernya yang cemerlang dan memilih jalur sufisme? Dalam autobiografinya, Al-Ghazali menyadari bahwa tak ada jalan menuju ilmu pengetahuan yang pasti atau pembuka kebenaran wahyu kecuali melalui sufisme. Itu menandakan bahwa bentuk keyakinan Islam tradisional mengalami kondisi kritis pada saat itu.

Keputusan Al-Ghazali untuk meninggalkan kariernya yang cemerlang itu, sekaligus merupakan bentuk protesnya terhadap filsafat Islam. Al-Ghazali wafat di usianya yang ke-70 pada tahun 1128 M di kota kelahirannya, Thus. Meski begitu, pemikiran Al-Ghazali tetap hidup sepanjang zaman.


Karya-karya Sang Sufi

Selama masa hidupnya (70 tahun), Imam Al-Ghazali banyak menulis berbagai karya dalam sejumlah bidang yang dikuasainya. Mulai dari fikih, tasawuf (sufisme), filsafat, akidah, dan lainnya.

Dalam kitab Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Asya'irah dan Thabawat Asy-Syafi'iyyah karya Abdurrahman bin Shaleh Ali Mahmud, Imam Al-Ghazali dikenal sebagai penulis produktif. Sejumlah karyanya kini tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Bidang Ushuluddin dan Akidah
1. Arba'in Fi Ushuliddin merupakan juz kedua dari kitabnya, Jawahir Alquran.
2. Qawa'id al-'Aqa`id yang disatukan dengan Ihya` Ulumuddin pada jilid pertama.
3. Al Iqtishad Fil I'tiqad.
4. Tahafut Al Falasifah berisi bantahan Al-Ghazali terhadap pendapat dan pemikiran para filsuf, dengan menggunakan kaidah mazhab Asy'ariyah.
5. Faishal At-Tafriqah Bayn al-Islam Wa Zanadiqah.

Bidang Usul Fikih, Fikih, Filsafat, dan Tasawuf

1. Al-Mustashfa Min Ilmi al-Ushul
2. Mahakun Nadzar
3. Mi'yar al'Ilmi
4. Ma'arif al-`Aqliyah
5. Misykat al-Anwar
6. Al-Maqshad Al-Asna Fi Syarhi Asma Allah Al-Husna
7. Mizan al-Amal
8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi
9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fi al-Masa1il Ukhrawiyah
10. Ma'arij al-Qudsi fi Madariji Ma'rifati An-Nafsi
11. Qanun At-Ta'wil
12. Fadhaih Al-Bathiniyah
13. Al-Qisthas Al-Mustaqim
14. Iljam al-Awam 'An 'Ilmi al-Kalam
15. Raudhah ath-Thalibin Wa Umdah al-Salikin
16. Ar-Risalah Al-Laduniyah
17. Ihya` Ulum al-din
18. Al-Munqidzu Min adl-Dlalal
19.Al-Wasith
20. Al-Basith
21. Al-Wajiz
22. Al-Khulashah
23. Minhaj al-'Abidin

Masih banyak lagi karya Imam Al-Ghazali. Begitu banyak karya yang dihasilkan, menunjukkan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Al-Ghazali. Ia merupakan pakar dan ahli dalam bidang fikih, namun menguasai juga tasawuf, filsafat, dan ilmu kalam. Sejumlah pihak memberikan gelar padanya sebagai seorang Hujjah al-Islam.


Ihya 'Ulum al-Din; Magnum Opus Al-Ghazali



Salah satu karya Imam Al-Ghazali yang sangat terkenal di dunia adalah kitab Ihya` Ulum al-din. Kitab ini merupakan magnum opus atau masterpiece Al-Ghazali. Bahkan, kitab ini telah menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia dalam mempelajari ilmu tasawuf. Di dalamnya, dijelaskan tentang jalan seorang hamba untuk menuju ke hadirat Allah.

Saking luas dan dalamnya pembahasan ilmu tasawuf (jalan sufi) dalam karyanya ini, sejumlah ulama pun banyak memberikan syarah (komentar), baik pujian maupun komentar negatif atas kitab ini.

Syekh Abdullah al-Idrus
''Pasal demi pasal, huruf demi huruf, aku terus membaca dan merenunginya. Setiap hari kutemukan ilmu dan rahasia, serta pemahaman yang agung dan berbeda dengan yang kutemukan sebelumnya. Kitab ini adalah lokus pandangan Allah dan lokus rida-Nya. Orang yang mengkaji dan mengamalkannya, pasti mendapatkan mahabbah (kecintaan) Allah, rasul-Nya, malaikat-Nya, dan wali-wali-Nya.''

Imam an-Nawawi
''Jika semua kitab Islam hilang, dan yang tersisa hanya kitab al-Ihya`, ia dapat mencukupi semua kitab yang hilang tersebut.''

Imam ar-Razi
''Seolah-olah Allah SWT menghimpun semua ilmu dalam suatu rapalan, lalu Dia membisikkannya kepada Al-Ghazali, dan beliau menuliskannya dalam kitab ini.''

Abu Bakar Al-Thurthusi
''Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya` dengan kedustaan terhadap Rasulullah SAW. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasa`il Ikhwan ash-Shafa. Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.'' (Dinukil Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala, 19/334).

Sebagian ulama ada pula yang mengkritik karya Imam Al-Ghazali ini karena memuat sejumlah hadis, yang diduga beberapa sanadnya terputus. Wa Allahu A'lam.

Ahmed Zewail, Bapak Femtokimia


Berkat jasanya ilmu kimia memiliki cabang baru yang disebut Femtokimia. Atas jasanya itu,  Zewail didapuk sebagai Bapak Femtokimia.

Para sejarawan sains Barat mengakui bahwa ilmu kimia merupakan warisan peradaban Islam pada era kekhalifahan.  Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, mengatakan, para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahan telah meletakkan fondasi ilmu kimia modern.

''Kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam,'' papar Durant. Tak heran jika  kimiawan Muslim di era keemasan bernama Jabir Ibnu Hayyan ditabalkan sebagai ''Bapak Kimia Modern''. Kontribusi kimiawan Muslim tak hanya diakui di era keemasan, pada zaman globalisasi pun  kimiawan Muslim masih berprestasi.

Salah seorang penerus jejak Jabir Ibnu Hayyan di era modern itu bernama Ahmed Hassan Zewail atau Ahmed Zewail. Ia  merupakan ahli kimia Muslim  yang pernah meraih hadiah Nobel Kimia pada 1999. Penghargaan bergengsi itu diraihnya setelah berhasil  spektroskopi femto laser.

Berkat jasanya ilmu kimia memiliki cabang baru yang disebut femtokimia. Atas jasanya itu, Zewail didapuk sebagai ''Bapak Femtokimia''. Zewail terlahir pada 26 Februari 1946 di Damanhur -- yang terletak 60 Km dari kota Alexandria, Mesir. Ayahnya seorang pegawai negeri sipil, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Sejak remaja, Zewail sangat mencintai ilmu kimia. Bahkan, dia sering menghabisakan waktu berhari-hari untuk melakukan berbagai macam penelitian kimia kecil-kecilan. Kecintaannya  terhadap  Kimia mendorongnya untuk mendalami ilmu itu dengan sangat serius.

Menurut Zewail, kimia sangat memesona dan memberinya pengalaman-pengalaman yang menakjubkan. ''Kimia menyediakan fenomena laboratorium yang ingin dicoba ulang dan dipahaminya secara terus menerus,'' tuturnya.

Tanpa sepengetahuan orang tuanya, di dalam kamar tidur sendiri, Zewail kecil, sempat merakit sebuah peralatan kecil yang terbuat dari kompor ibunya serta beberapa tabung gelas milik keluraganya untuk mengamati bagaimana sebatang kayu diubah menjadi asap dan cairan.

Selama masa SMA, kegiatan Zewail tak pernah terlepas dari berbagai macam percobaan kimia. Rupanya kimia telah mendarang daging dan menjadi bagian hidupnya. Setamat SM, Zewail memutuskan kuliah di Fakultas Sains Universitas Alexandria, jurusan kimia.

Pada 1967, Zewail lulus dari Fakultas Sains Universitas Alexandria sebagai seorang sarjana kimia dengan meraih predikat cum laude. Melihat prestasinya yang sangat cemerlang di bidang pendidikan, terutama kimia, Zewail akhirnya diangkat sebagai asisten dosen di fakultasnya.

Setelah itu, dia mendapatkan beasiswa S-2 guna mengasah bakat dan ilmunya lebih lanjut. Sebagai seorang asisten dosen dia sangat disukai oleh para mahasiswanya. Sebab selain baik budi pekertinya, dia mampu memberikan penjelasan-penjelasan tentang kimia kepada mahasiswanya dengan baik. Sehingga para mahasiswanya mampu menyerap ilmu yang disampaikannya.

Pada 1969,  ia berkesempatan mendapat beasiswa pada prgram doktoral  Universitas Pensylvania, Philadelphia, Amerika Serikat.  Pertama kali menginjakkan kaki dan belajar di Amerika Serikat membuat Zewail merasa sangat kesulitan. Maklum saja, budaya antara Mesir dan Amerika  sangat jauh berbeda. Selain itu, kemampuan berbahasa Inggrisnya masih pas-pasan. Meski begitu,  Zewail berbekal tekad baja, ia akhirnya mampu belajar di negara tersebut.

Berbekat otak yang encer,  Zewail mampu menyelesaikan disertasinya dalam waktu yang singkat, yakni delapan bulan. Topik penelitian yang dikajinya dalam disertasinya itu tentang interaksi molekul dengan cahaya atau disebut spektroskopi pasangan molukeul (dimer). Pada 1974, Zewail meraih gelar doktor.

Begitu menyelesaikan studinya, wilayah Timur Tengah dilanda peperangan dan mengalami pergolakan hebat. Zewail pun memutuskan kembali ke tanah kelahirannya, Mesir. Ia akhirnya bekerja sebagai peneliti pascadoktoral di Universitas Barkeley selama dua tahun dan melamar posisi dosen ke universitas-universitas ternama di Amerika Serikat.

Setelah menerima beberapa tawaran,  ia memutuskan memilih berkarir pada California Institute of Technology di California. Di universitas tersebut, Zewail melakukan penelitian keadaan transisi reaksi kimia.



Keadaan transisi reaksi kimia adalah waktu yang harus dilalui molekul atau atom saat bereaksi. Keadaan ini sangat sulit diamati sebab terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Waktu keadaan transisi yaitu dalam rentang femtodetik (sepuluh pangkat minus 15 detik). Sebagai gambaran, satu femtodetik setara dengan satu detik dibagi 32 juta tahun.

Seperti para ahli kimia yang sudah melakukan penelitian sebelumnya, Zewail menghadapi berbagai macam masalah teknis dalam melakukan penelitian keadaan transisi ini. Bahkan beberapa ilmuwan mengatakan, apa yang dilakukan Zewail itu tidak akan berhasil.

Zewail tak seperti ahli kimia lainnya yang pesimistis. Ia justru tertantang dan sekamin intensif dalam penelitiannya. Saking bersemangatnya,  ia sering berada di laboratorium sampai pukul  4 pagi dan menghabiskan bergelas-gelas kopi.

Dia terus saja fokus terhadap penelitiannya. Hingga akhirnya, pada akhir1980-an, Zewail berhasil mengamati keadaan transisi reaksi kimia garam natrium iodida dengan spektotrofotometer baru ciptaannya, yang sumber cahayanya berasal dari laser berdurasi femtodetik.

Meski berhasil dalam penelitiannya, Zewail belum merasa puas. Dia menggunakan alatnya itu untuk meneliti reaksi-reaksi kimia lain dari  cairan, padatan, gas, dan bahkan reaksi-reaksi kimia hayati (reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup). Penelitian-penelitian Zewail tersebut diakui dan dipuji sebagai terobosan oleh komunitas ilmiah. Beberapa tahun kemudian, penelitian-penelitan Zewail dan koleganya melahirkan cabang baru ilmu kimia yang disebut femtokimia.

Tidak hanya itu, pada  1999, Zewail pun dianugerahi Hadiah Nobel Kimia. Dengan demikian, Zewail adalah peletak dasar pengembangan femtokimia, sehingga ia layak disebut sebagai Bapak Femtokimia.

Bahkan Zewail pernah dinominasikan menjadi salah satu anggota Presidential Council of Advisors on Science and Technology (PCAST) bagi kepemimpinan Presiden Amerika Serikat yang baru Barack Obama. PCAST berbicara pnajang lebar mengenai edukasi, ilmu pengetahuan, pertahanan, energi, ekonomi, serta teknologi.


Prestasi dan Karya Penerus Jabir Ibnu Hayyan



Atas penemuannya terhadap ilmu femtokimia, Zewail mendapatkan berbagai macam penghargaan. Selain mendapatkan Nobel Kimia, ia juga meraih penghargaan Wolf Prize dalam bidang kimia pada  1993 dari Wolf Foundation.  Tolman Medal dan Robert A Welch Award juga sempat dianugerahkan kepadanya pada 1997.

Pada 1999, dia mendapatkan gelar penghormatan tertinggi di Mesir yaitu Grand Collar of the Nile. Zewail juga mendapatkan sempat menerima  gelar kehormatan PhD Honoris dari Lund University di Swedia pada  Mei 2003. Ia juga tercatat sebagai salah seorang anggota Royal Swedish Academy of Sciences.

Cambridge University juga menganugerahinya gelar Honorary Doctorate in Science pada 2006. Dua tahun kemudian, tepatnya Mei 008, Zewail juga menerima menerima PhD Honoris Causa dari Complutense University of Madrid.  Setahun kemudian, ia juga diberikan honorary PhD dalam seni dan ilmu pengetahuan dari University of Jordan.

Kecintaan Zewail terhadap ilmu pengetahuan, terutama kimia membuatnya tak pernah lelah untuk menuliskan berbagai macam cara dia melakukan percobaan kimia, termasuk prosesnya, hingga akhirnya mendapatkan hasil reaksi kimia yang mengagumkan.

Dia terus menerus menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan ilmu kimia untuk membagikan pengetahuannya terhadap kimia kepada semua orang. Sejumlah karya-karya besar Zewail dalam ilmu kimia antara lain: Advances in Laser Spectroscopy I,  Advances in Laser Chemistry,  Photochemistry and Photobiology, Volume 1 dan 2, Ultrafast Phenomena VII, The Chemical Bond: Structure and Dynamics,  Ultrafast Phenomena VIII, serta Ultrafast Phenomena IX.

Selain itu, dia juga menulis karya lainnya bertajuk, Femtochemistry: Ultrafast Dynamics of the Chemical Bond, serta  Voyage Through Time: Walks of Life to the Nobel Prize. Buku yang terkait dengan peristiwa Zewail mendapatkan Nobel ini diterjemahkan ke dalam 17 bahasa antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Romania, Hungaria, Rusia, Arabi, Cina, Korea, Indonesia, India

Ia juga menulis buku bertajuk Age of Science, Time (Al Zaman, in Arabic), Dialogue of Civilizations 2007, Physical Biology: From Atoms to Medicine, serta  4D Electron Microscopy.

Selain menulis berbagai macam buku tersebut, Ahmad Zewail juga menjadi editor  Encyclopedia of Analytical Chemistry. Hal itu dilakukannya supaya tidak ada kesalahan dalam menuliskan ensiklopedia kimia tersebut.

Jamshid Al-Kashi, Ilmuwan Besar dari Dinasti Timurid

AL-KASHI MERU PAKAN ILMUWAN YANG SANGAT HEBAT, DAN SALAH SEORANG YANG PALING TER KENAL DI DUNIA.

Jamshid al-Kashi merupakan salah seorang matematikus masyhur di dunia Islam. Ia adalah seorang saintis yang mengembangkan matematika dan astronomi pada zaman kejayaan Dinasti Timurid, di Samarkand abad ke-14 M.  Ia berjasa mengembangkan ilmu matematika dan astronomi dengan sederet penemuannya.

Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan,  sebuah padang pasir di sebelah utara wilayah Iran Tengah. Ia hidup pada era kekuasaan Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid, yang memenangkan sederet pertempuran. Timur Lenk  memproklamirkan dirinya sebagai penguasa dan tokoh restorasi Kekaisaran Mongol di Samarkand pada 1370.

Pada 1383, Timur Lenk mulai menaklukan Persia dengan merebut wilayah Herat. Setelah   Timur Lenk wafat pada 1405, kerajaan yang didirikannya terbagi  menjadi dua dan dipimpin dua anak lelakinya. Salah satu putranya bernama Shah Rukh.

Ketika Timur Lenk berkuasa, ia hanya fokus pada bidang militer dan penaklukan wilayah. Akibatnya, masyarakatnya hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Pada amasa itu, al-Kashi juga merasakan betapa hidupnya begitu sussah karena kemiskinan yang melilitnya.

Hidup dalam kemiskinan, tak membuat al-Kashi putus asa. Semangatnya untuk belajar tak pernah surut. Sejak kecil, matematika dan astronomi telah membetot perhatiannya. Ia sangat mencintai kedua ilmu itu. Seperti para ilmuwan hebat lainnya, ia biasa melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menimba ilmu pengetahuan.

Setelah Shah Rukh menduduki tampuk kekuasaan, kondisi di tanah kelahirannya mulai membaik. Shah Rukh mulai memperbaiki kehidupan rakyatnya. Dia berusaha meningkatkan ekonomi, kesejahteraan rakyatnya. Bahkan dia juga sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Maka rakyat yang dulu berada dalam penderitaan akibat banyaknya peperangan, kini bisa bernafas dengan lega. Sehingga mereka memikirkan hal-hal yang lebih baik guna memperbaiki kehidupan seperti pendidikan dan seni.

Angin segar yang dibawa Sah Rukh itu membuat ilmu pengetahuan begitu berkembang pesat. Semuanya b erkat dukungan  Shah Rukh.  Al-Kashi pun memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan giat, ia mengembangkan ilmu astronomi dan matematika yang diakuasainya.

Al-Kashi  pun berhasil melakukan observasi terhadap gerhana bulan di Kashan yang tepat terjadi pada 2 Juni 1406. Dukungan kuat terhadap berbagai macam penelitian yang dilakukan al-Kashi juga diberikan oleh Ilugh Beg, penguasa kota Samarkand bagian dari Kerajaan Timur Lenk.

Ulugh Beg merupakan putra Shah Rukh. Ia adalah seorang ilmuwan besar pada masanya. Berbagai macam penelitian dan karya-karya besar al-Kashi banyak yang dipersembahkan kepada Ulugh Beg diantaranya adalah buku tabel astronomi Khaqani Zij yang dibuatnya berdasarkan tabel karya Nasir al-Tusi.

Tanpa bantuan Ulugh Beg, al Kashi tidak mungkin bisa mnyelesaikan berbagai macam karyanya secara menyeluruh.  Karya-karya besar Jamshid Al Kashi dalam bidang astronomi dan matematika cukup banyak. Namun untuk menyelesaikan karya-karya besarnya itu, dia mendapatkan banyak bantuan dari Ulugh Beg.

Ulugh Beg membangun sebuah universitas untuk mempelajari ilmu teologi dan ilmu pengetahuan di Samarkand pada 1420. Ia bekerja sama  dengan al-Kashi dalam mengerjakan ber bagai proyek penelitian. Selain mengajak al-Kashi, dalam proyeknya, Ulugh Beg juga mengundang seorang ilmuwan hebat Qadi Gaza dalam proyek tersebut.

Sejumlah catatan sejarah ada yang menyebutkan bahwaaAl-Kashi merupakan seorang ahli astronomi dan matematika yang sangat terkemuka di Samarkand. Bahkan dia juga sering disebut sebagai Ptolemy Kedua oleh para ahli sejarah yang hidup pada zaman itu.

Kecermelangan karirnya dalam ilmu pengetahuan dibuktikan dengan sebuh surat yang ditulisnya dari Samarkand kepada ayahnya yang tinggal di Kashan. Dalam surat tersebut, dia menceritakan bagaimana perkembangan kehidupannya yang penuh ilmu pengetahuan.  Selain itu, dia juga menceritakan Ulugh Beg yang mulai membangun konstruksi tempat penelitian di Samarkand.

Dalam suratnya, al-Kashi juga menceritakan kehebatan Ulugh Beg dalam bidang matematika. Dia juga tidak lupa menggambarkan kehebatan Qadi Zada yang diseganinya. Ulugh Beg sering mengadakan berbagai rapat dan diskusi untuk membahas masalah astronomi dan matematika.

Namun di antara para ilmuwan yang diundangnya untuk menghadiri diskusi tersebut, hanya al-Kashi dan Qadi Zada saja yang bisa mengikuti dengan baik. Sejumlah ilmuwan lain merasa diskusi matematika dan astronomi tersebut sangat sulit untuk dimengerti.

Setelah meninggalnya al-Kashi, Ulugh Beg pernah memuji kehebatan al-Kashi dengan mengatakan, ''Al-Kashi merupakan ilmuwan yang sangat hebat, salah seorang yang paling terkenal di dunia. Dia sangat sempurna dalam memahami ilmu pengetahuan zaman kuno serta banyak berjasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.''


Sumbangan Al-Kashi bagi Ilmu Pengetahuan

Selama hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan matematika.
 
* Bidang Astronomi
Buku tabel astronomi Khaqani Zij

Dalam buku tersebut terdapat tabel trigonometri yang berisi fungsi sinus, tabel gerakan longitudinal matahari, bulan, juga planet-planet. Al-Kashi juga membuat tabel garis bujur dan garis lintang yang paralaks dengan garis lintang, tabel gerhana, juga tabel saat bulan dapat dilihat.

Risalah Instrumen observasi astronomi
Pada 1416, al-Kashi menulis buku berjudul Risalah Instrumen Observasi Astronomi. Dalam buku tersebut, al-Kashi menggambarkan berbagai macam instrumen yang berbeda untuk observasi astronomi seperti triquetrum, bola armillary , equinoctial armillary juga solsticial armillary, sinus, sextant , Fakhri sextant di tempat observatorium Samarkand.

Plate of Conjunctions
Al-Kashi menemukan Plate of Conjunctions semacam alat analog perhitungan yang digunakan untuk menentukan waktu dan hari kapan konjungsi planet akan terjadi.

Computer Planet
Al-Kashi juga menemukan computer planet yang dia sebut sebagai Plate of Zones yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tentang planet seperti prediksi posisi yang benar antara matahari dan bulan dalam garis bujur, garis lintang matahari, bulan, dan planet-planet. Instrumen tersebut juga digunkan untuk mengukur ekliptika matahari.

* Bidang Matematika
Hukum Cosinus
Di Prancis, Hukum Cosinus dikenal sebagai Theoreme d'Al-Kashi (Teorema Al-Kashi). Sebab Al-Kashi merupakan orang yang pertama yang menemukan hukum tersebut. Dia juga memberikan sejumlah alasan mengapa Hukum Cosinus bisa digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan segitiga.

Risalah Kord dan Sinus
Dalam bukunya yang berjudul Risalah Kord dan Sinus,  dia menghitung nilai sin 1° dengan sangat akurat. Dari semua ilmuwan matematika pada masanya, hanya Al Kashi yang bisa menilai sin 1° dengan akurat hingga muncullah seorang ahli matematika pada abad ke-16 yakni Taqi al-Din.
Al-Kashi juga mengembangkan berbagai macam metode untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan kubik yang baru dipelajari di Eropa beberapa abad setelah penemuannya. Untuk menghitung nilai sin 1° dengan tepat, Al-Kashi menemukan rumus matematika yang sering disebut sebagai persembahan kepada Francois Viete.

Pecahan desimal

Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.

Segitiga Khayyam
Untuk menandingi kebesaran segitiga Pascal, di Persia dikenal Segitiga Khayyam dari nama Omar Khayyam. Segitiga Pascal pertama kali diketahui dari sebuah buku karya Yang Hui yang ditulis pada tahun 1261, salah seorang ahli matematika Dinasti Sung yang termasyhur.
Namun, sebenarnya segitiga tersebut telah dibahas dalam buku karya Al Kashi yang disebut dengan Segitiga Khayyam. Dan kita semua tahu bahwa ilmu di Cina dan Persia itu sudah tua. Sedangkan segitiga Pascal yang dibahas oleh Peter Apian, seorang ahli Aritmatika dari Jerman baru diterbitkan pada 1527. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Segitiga Khayyam muncul terlebih dulu sebelum segitiga Pascal.

Dunia Medis Warisan Seljuk

Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk terdapat sederet dokter Muslim terkemuka.

Dunia kedokteran tumbuh begitu pesat di era kejayaan Islam. Di bawah kekuasaan Kekaisaran Seljuk Agung--sebuah dinasti Islam--yang berkuasa di Asia Tengah dan Timur Tengah pada abad ke-11 hingga 14 M, studi kedokteran pun berkembang dan telah melahirkan sederet dokter Muslim terkemuka.

Pada zaman kekhalifahan, madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai kota Islam mejarkan ilmu kedokteran, selain ilmu pengetahuan lainnya. Syeikh al-Tibb, salah seorang guru besar pada zaman itu, mengungkapkan, di madrasah Muayyadiya dan madrasah Mansuriyyah di Kairo , Mesir  telah diajarkan ilmu kedokteran.

Meskipun sejumlah madrasah di kota-kota lain seperti Kairo maupun Baghdad terdapat mata pelajaran kedokteran, tidak ada catatan yang menunjukkan adanya mata pelajaran kedokteran di madrasah Turki era Seljuk. Kedokteran pada era Seljuk diajarkan melalui hubungan antara guru dan murid yang magang.

Sebuah catatan menunjukkan pendidikan kedokteran pada era Seljuk tak dilakukan di madrasah, melainkan langsung di rumah sakit.  Dalam dokumen tercatat ada seorang dokter bernama Burhan Al-Din Abu Bakr, mendapatkan ilmu dari gurunya, seorang dokter bernama Izzeddin yang bekerja di Rumah Sakit Konya. Burhan diajarkan untuk merawat dan menyembuhkan pasiennya dengan penuh kasih sayang.

Selain itu, ia juga dilarang  mendiskriminasi pasien yang dirawatnya, sekalipun mengidap penyakit gila. Para calon dokter pun diajarkan untuk tak membedakan pasiennya berdasarkan status, kaya atau miskin. Semua harus diperlakukan secara sama.

Menurut sejumlah literatur di Turki, pada era  Dinasti Seljuk, banyak dokter yang aktif di kota, terutama masa kepemimpinan Kilic Arslan II and Ala Al-Din Keykubad. Pada masa kepemimpinan mereka, banyak dokter yang diundang ke Anatolia. Bahkan sejumlah dokter dikirim untuk misi politik ke luar negeri karena kemampuan intelektual dan personalitinya.

Salah seorang dokter yang dikirim ke luar negeri untuk menjalani misi politik adalah Abu Bakr bin Yusuf. Sejumlah dokter pada masa itu ada yang bekerja di rumah sakit. Namun ada juga ang melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk mendatangi dan mengobati para pasiennya.

Sebuah catatan sejarah pernah menyebutkan, seorang dokter yang bernama Saduddin Mes'ud mengirim sebuah surat kepada temannya. Dalam surat itu, ia  mengatakan akan melakukan perjalanan ke sejumlah kota seperti Sinop, Kastamonu, Amasya dan Niksar. Tujuannya untuk mengobati para pasiennya. Dia juga mengunjungi Canik karena sejumlah pasien sudah menunggunya.

Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk terdapat sederet dokter Muslim terkemuka. Para dokter hebat dari zaman Seljuk itu antara lain; Malik al-Hukama, Sultan al-Atibba, Aflatun al-Dahr, Bakurat al-Asr, Masih al-Zaman, Fakhr al-Milla wa-l-Din. Selain itu, di era Seljuk juga terdapat sejumlah dokter yang diundang para penguasa Dinasti Seljuk untuk datang ke Anatolia dan diminta bekerja  secara temporer pada waktu tertentu.


Para dokter itu adalah:

* Hakim Barka
Dia merupakan dokter yang pertama kali menerbitkan karyanya yang berjudul Tuhfa-i Mubarizi dalam bahasa Turki. Ia pun mengalihbahasakan karyanya ke dalam bahasa Persia. Buku itu didedikasikannya kepada Gubernur Amasya, Ala Al-Din Keykubat, Mubaruziddin Halifet Alp Gazi.  Gubernur Amasya, menilai, buku tersebut merupakan sebuah karya yang tak ternilai harganya. Hakim juga menulis buku kedokteran berjudul Kitab-i Hulasa der ‘ilm al-Tibb.

* Ekmeleddin Muayyad el-Nahcuvani
Ekmeleddin lahir di Nahcivan. Ia lalu dia belajar kedokteran dan menjadi seorang dokter ketika dia datang ke Konya. Dia mendapatkan nama Mevlana dari istana dan menjadi seorang dokter yang terkenal pada masa itu.

* Gazanfer Tabrizi
Gazanfer Tabrizi bernama asli Abu Ishak Ibrahim bin Muhammed. Dia merupakan dokter yang bekerja sama dengan dokter Ekmeleddin dalam mengobati seorang penyair hebat di era Seljuk, Mevlana Jalal Al-Din Rumi hingga menghembuskan nafas terakhirnya di tempat tidurnya yang nyaman. Karya-karya yang ditulis oleh Gazanfer antara lain buku berjudul Biruni's Kitab al-Saydana dan kritik Bahmanyar kepada Ibnu Sina.

* Najm Al-Din Nahcuvani
Najm merupakan seorang ilmuwan yang sangat berbakat pada abad ke-13 M. Dia menulis sejumlah komentar terhadap karya-karya Fahreddin Razî yang berjudul Sharh Kulliyat al-Qanun dan Hallu Shukuk al-Mufrada fi Sharh al-Fahr al-Razi,  yang ditulis pada 1253. Dia juga menuliskan komentar terhadap karya Ibn Sina dalam kitab al-Isharat wa al-Tenbihat dan  Zubdat al-Nakz serta Lubab al-Kaff.

* Muhazzibiddin bin Hubel
Muhazzibiddin merupakan salah seorang murid seorang dokter yang terkenal bernama Abu al-Barakat dari Baghdad. Putranya bernama  Izzeddin ibnu Hubel juga berprofesi sebagai doketr. Ia  berusaha menyembuhkan penyakit Sultan Ala Al-Din Keykubat ketika dia berada di Malatya. Salah satu karya besar Muhazzibiddin adalah buku yang berjudul al-Muhtar fi al-Tibb yang digunakan sebagai referensi pada era Seljuk.

* Hubaysh al-Tiflisi
Hubaysh diperkirakan menuju ke Anatolia saat Dinasti Seljuk dipimpin oleh Kilicarslan II. Pada masa itu, di Anatolia dibangun banyak masjid, madrasah, dapur sup dan bazar bagi orang-orang yang tak mampu. Selain itu, pada masa kedatangan Hubaysh ke Anatolia, banyak ilmuwan dan pedagang dari Azerbaijan yang juga datang ke kota tersebut.

Hubaysh sendiri telah menulis sekitar 30 tentang  kesehatan, bahasa, literatur, astrologi, juga buku tafsir mimpi dan cara pelafalan kitab suci Alquran yang benar. Beberapa hasil karya besarnya antara lain: Adviyat al-Adviya, buku tentang farmasi, cara membuat obat, bagaimana cara menyimpan obat, cara membakar obat, dan bagaimana cara membuat obat cair.

Ia juga menulis Ihtisaru Fusuli al-Bukrat: Aporieme Hippocrates  dalam bahasa Arab.  Selain itu, buku lain penting lainnya ditulis Hubaysh berjudul Kifayat al-Tibb.  Buku initu terdiri dari dua buku dan 224 bab. Buku ini juga ditulis dalam bahasa Persia dan dihadiahkan kepada Sultan Meliksah.

Kesehatan Gratis di Era Seljuk


Pada masa kekuasaan Dinasti Seljuk, pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan budaya. Pemerintah juga banyak membangun rumah sakit yang disebut dar al-shifa, dar al-sihha atau bimaristan di setiap kota. Selain itu,  para dokter merawat orang-orang yang sakit yang berada di caravanserai (tempat istirahat bagi para pengelana maupun pedagang).

Di rumah sakit era Seljuk, perawatan kesehatan diberikan secara gratis. Dokter umum, dokter mata, ahli bedah, dan ahli farmasi bekerja di rumah sakit milik Dinasti Seljuk. Beberapa rumah sakit yang dibangun pada era Seljuk antara lain:

* Rumah Sakit  Necmeddin Ilgazi. Rumah sakit ini dibangun Sultan Artuklu Necmeddin Ilgazi.  Rumah sakit tersebut dilengkapi dengan masjid, madrasah, juga air mancur.

* Rumah Sakit dan madrasah Kayseri, Gevher Nesibe, merupakan bangunan untuk keperluan kesehatan yang dibangun pada era Seljuk di Anatolia. Pemimpin Dinasti Seljuk ybernama Giyaseddin Keyhusrev membangun rumah sakit tersebut atas permintaan adik perempuannya yang meninggal pada waktu kecil.

* Rumah Sakit Sivas, Izzeddin Keykavus yang dibangun oleh Izzedin Keykavus di Sivas pada  1217 M. Rumah sakit tersebut memiliki halaman dan ruangan sebanyak 30 buah. Rumah sakit tersebut dibangun dari batu bata dan ubin mosaik.

* Rumah Sakit Kastamonu, Ali bin Suleyman dipimpin  Muhezzibuddin Ali, putra salah seorang wazir Kekaisaran Dinasti Seljuk Muineddin Suleyman pada 1272 di Kastamonu. Namun rumah sakit tersebut hancur akibat kebakaran hebat yang menimpanya 150 tahun yang lalu dan hanya pintu depan yang tersisa.

* Rumah Sakit Tokat. Rmuah sakit ini dilengkapi dengan madrasah.  Eumah sakit tersebut dibangun oleh pejabat Dinasti Seljuk yang bernama, Pervane Muinuddin Suleyman. Sekarang rumah sakit tersebut menjadi museum Tokat.

* Rumah sakit Amasya. Dibangun  pada era kekuasaan Olcayto Mehmed sekitar 1308 oleh Amber bin Abdullah yang merupakan pelayan Puteri Yildiz Hatun. Rumah sakit itu juga memiliki tempat khusus untuk mempelajari ilmu kedokteran. Sejumlah dokter yang diminta memberikan pelajaran kedokteran di tempat tersebut antara lain Shukrullah tahun 1488, Sabuncuoglu Serefeddin tahun 1465, dan Halimi tahun 1516.

11 October 2009

Sayed Quthb, Sang Syahid yang Kontroversial



Quthb lahir dengan nama lengkap Sayyid Quthb Ibrahim Husein asy-Syadzili pada tanggal 9 Oktober 1906 M. (1326 H.) di Musya, sebuah pedesaan yang terletak di dekat kota Asyut, hulu Mesir. Ayahnya pernah aktif di Partai Nasional pimpinan Musthofa Kamil, hal ini mungkin yang menanamkan pada diri Quthb kesadaran politik yang tinggi.

Perjalanan intelektual Quthb dimulai dari desa di mana dia lahir dan dibesarkan. Di bawah asuhan orangtuanya, Quthb berhasil menghafal Alquran dalam usia relatif dini, 10 tahun. Menyadari bakat tersebut, orangtuanya memindahkan keluarga ke Hilwan, daerah pinggiran Kairo, agar Quthub memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziyah “Dar al-‘Ulum” (nama lama dari Universitas Cairo).

Pada tahun 1929, Quthb kuliah di Dar al-‘Ulum dan memperoleh gelar Sarjana Muda di bidang Pendidikan pada tahun 1933, kemudian bekerja sebagai pengawas pada Departemen Pendidikan. Tahun 1949 ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya di bidang Pendidikan selama 20 tahun, tepatnya di Wilson's Teacher's College Washington dan Stanford University California.

Sekembalinya dari Amerika, Quthb bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin karena kekagumannya pada Hasan Al-Banna, pendiri gerakan tersebut. Quthb menjadi tokoh penting dalam kelompok ini. Pada tahun 1954, Quthb diangkat menjadi Pemimpin Redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Namun, baru dua bulan terbit, harian tersebut dibredel oleh pemerintahan Gammal Abdul Nasser.

Menurut Quthb, saat itu Ikhwanul Muslimin menghadapi situasi yang hampir sama dengan situasi masyarakat saat Islam datang untuk pertama kalinya, yaitu kebodohan tentang akidah Islam dan jauh dari nilai-nilai etik Islam (jahiliyah). Namun sayangnya, kesucian niat dan semangatnya dalam memperjuangkan orang banyak mengantarnya ke penjara pada 13 Juli 1955.

Pada tahun 1964 Quthb dibebaskan atas permintaan Abdul Salam Arif, Presiden Irak, yang mengadakan kunjungan ke Mesir. Saat itu, menurut informasi Abdul Hakim Abidin, salah seorang sahabatnya, Abdul Salam meminta Quthb untuk ikut bersamanya ke Irak, tetapi dia menolak seraya menyatakan, "Ini adalah medan perjuangan yang tidak bisa saya tinggalkan".

Setahun kemudian (1965) ia kembali ditangkap. Presiden Nasser menguatkan tuduhannya bahwa Quthb berkomplot untuk membunuhnya. Berdasarkan UU No. 911 tahun 1966, Presiden mempunyai kekuasaan untuk menahan siapa pun yang dianggap bersalah.

Sayyid Quthb diadili oleh Pengadilan Militer pada tanggal 12 April 1966. Tuduhannya sebagian besar berdasarkan tulisannya, Ma'alim fi ath-thariq, di mana isinya dianggap berupaya menumbangkan pemerintahan Mesir dengan kekerasan. Kemudian, pada 21 Agustus 1966 Sayyid Quthb bersama Abdul Fattah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy dinyatakan bersalah dan dihukum mati.

Quthb dihukum gantung bersama dua orang sahabatnya pada 29 Agustus 1966. Pemerintah Mesir tidak menghiraukan protes dari Amnesti Internasional yang memandang proses peradilan militer terhadap Sayyid Quthub sama sekali bertentangan dengan rasa keadilan.

Sejak saat itu Quthb dijuluki sebagai Syahid bagi kebangkitan Islam, yang rela mengorbankan nyawanya di tiang gantungan.
 
Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an, Sarana Dakwah dari Balik Jeruji Penjara

Umej Bhatia (peneliti di Pusat Studi Timur Tengah, Universitas Harvard, AS), dalam A Critical Reading of Sayyid Quthb's Qur'anic Exegesis, mengatakan, pada kondisi sosial dan politik itulah karya-karya Sayyid Quthb tentang pergerakan melawan penguasa tiran harus dipahami. Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an (Di Bawah Naungan Alquran) merepresentasikan gagasan-gagasan pergerakan tersebut.

Umej Bhatia menilai, tafsir Fi Zhilal al-Qur'an menyajikan cara baru dalam menafsirkan Alquran yang belum pernah dilakukan oleh ulama-ulama klasik. Sayyid Quthb memasukkan unsur-unsur politik dan ideologi dengan sangat serasi. Boleh dibilang, tafsir yang satu ini paling unik karena menjadikan Alquran sebagai pijakan utama untuk melakukan revolusi politik dan sosial.

Tampaknya, menurut Umej, Sayyid Quthb dipengaruhi oleh dua ulama agung sebelumnya, yakni Muhammad Abduh dan Rashid Ridho. Tafsir  Al-Mannar karya kedua ulama tersebut lebih memfokuskan penafsiran Alquran dalam konteks sosial masyarakat ketimbang mengupas makna kata per kata. "Akan tetapi, Sayyid Quthb selangkah lebih maju daripada kedua pendahulunya itu. Ia berhasil mengolaborasikan teori-teori sosial Barat ke dalam pesan-pesan agung Alquran," kata Umej.

Penilaian serupa juga disampaikan oleh Dr Ahzami Samiun Jazuli, pakar tafsir Alquran dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Menurut Ahzami, tafsir yang ditulis oleh Sayyid Quthb ini merupakan tafsir haraki (tafsir pergerakan) atau tafsir dakwah. Sang ulama tidak menggunakan  manhaj (metode) penulisan tafsir seperti ulama-ulama terdahulu, misalnya tafsir tahlili (tafsir analitis) yang memulai penafsiran dari penjelasan kata dalam ayat Alquran.

"Sayyid Quthb tidak menjelaskan panjang lebar makna kata dalam suatu ayat. Tidak pula menerangkan secara detail aspek-aspek  fiqhiyyah (hukum-hukum fikih) karena pembahasan semacam itu sudah banyak dikupas dalam kitab-kitab tafsir klasik," jelas Ahzami.

Alquran bagi Sayyid Quthb merupakan kitab pedoman hidup yang komprehensif ke arah kehidupan yang diridhai Allah SWT. Oleh sebab itu, ia menamai tafsirnya itu  Fi Zhilal al-Qur'an supaya umat Islam benar-benar berada dalam tuntunan dan naungan Alquran.

Tafsir  Fi Zhilal al-Qur'an merupakan hasil dari dinamika akademis, politik, dan sosial. Ia tidak semata-mata rekreasi intelektual yang mendekati Alquran dari perspektif ilmu pengetahuan. Namun, juga menggunakan pendekatan atas dasar pengalaman hidup sang penulis. Tidak mengherankan, kata Ahzami, kalau kitab tafsir ini berpengaruh besar terhadap umat Islam di seluruh dunia, terutama mereka yang aktif dalam gerakan dakwah.

Dr Muchlis Hanafi, ahli tafsir lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, melihat fenomena tafsir  Fi Zhilal al-Qur'an ini dari sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, ada beberapa aspek yang menonjol dalam karya Sayyid Quthb itu. Di antaranya adalah  al-zauq al-adabi (ketinggian nilai sastra). Sayyid Quthb, menurut Muchlis, menjelaskan makna ayat-ayat Alquran dengan gaya bahasa yang sangat indah. Sehingga, punya kekuatan magnetik dan pengaruh yang besar terhadap pembacanya.

Kelebihan lainnya, menurut Muchlis, adalah  al-wihdah al-maudhu'iyyah (kesatuan tema). Setiap surat yang ia tafsirkan diawali dengan mukadimah. Dan, mukadimah itu menjelaskan secara komprehensif isi surah sehingga tampak benang merah dan kesatuan tema sebuah surah.

Metode ini bukanlah hal baru dalam tradisi penafsiran Alquran, tetapi Sayyid Quthb berhasil menggunakannya dengan sangat baik. Saat ini, dapat disaksikan sebuah tafsir kontemporer yang bernilai tinggi. Namun demikian, tafsir ini tidak serta-merta lolos dari kritik para pegiat tafsir Alquran.

Dari segi metodologi, banyak yang menilai bahwa Sayyid Quthb melanggar tata aturan penafsiran Alquran yang dianut oleh para ulama salaf. Ia terlalu banyak menggunakan akal daripada merujuk pada Alquran, hadis Nabi SAW, dan tradisi para sahabat.

Ide-ide revolusioner
Umej Bhatia berpendapat bahwa penjara dan penyiksaan berperan penting dalam membentuk karakter pemikiran Sayyid Quthb. Umej memakai istilah  prison perspective (perspektif penjara) bagi perspektif Sayyid Quthb dalam penafsiran Alquran. Yaitu, sebuah cara pandang korban keganasan rezim otoriter terhadap realitas sosial politik di masanya.

Kepahitan pengalaman politik Sayyid Quthb mendorongnya menyerukan konsep  hakimiyatullah (kekuasaan hanya milik Allah) sebagaimana diusung oleh Abu al-'Ala al-Maududi di Pakistan.  Hakimiyatullah berarti kekuasaan harus dikembalikan kepada Allah, bukan dikuasai manusia zalim yang melanggar hukum-hukum Tuhan. Umat Islam wajib berjihad mengembalikan tata aturan itu sesuai dengan doktrin Alquran.

Untuk itu, menurut Sayyid Quthb, perlu ada gerakan  At-Thali'ah al-Islamiyah , yaitu menyiapkan generasi Muslim baru yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran Allah serta mendidik mereka untuk menjadi pemimpin umat di masa depan. Ide-ide pergerakan dan perlawanan Sayyid Quthb itu tampak jelas dalam mukadimah tafsirnya pada surah Al-An'am.

Ia memaparkan konsep masyarakat ideal sesuai dengan tuntunan Islam; berseru kepada para juru dakwah untuk konsisten berada di jalan ini; serta menancapkan akidah agar sistem pemerintahan yang terbentuk kelak tidak melanggar tata aturan yang ditetapkan Allah SWT. "Orang-orang yang tidak memiliki akidah adalah pribadi-pribadi jahiliyah. Kejahiliyahan mereka memenuhi akal, pikiran, dan hati," tegas Sayyid Quthb.

Dalam pemaparannya tentang tatanan sosial politik yang ideal menurut doktrin Islam, Sayyid Quthb tidak segan-segan melabeli status 'kafir' kepada para penguasa zalim atau yang melanggar hukum Allah. Ini mengundang respons beragam dari banyak kalangan, bahkan dari ulama sendiri.

Dr Yusuf al-Qardhawi menilai bahwa pemikiran takfir (pengkafiran pada Muslim lain) dalam karya Sayyid Quthb sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut mayoritas umat Islam di dunia. Pemikiran ini, tambah Qardhawi, juga tidak mencerminkan pemikiran gerakan Ikhwan al-Muslimin karena pemikiran takfir sama sekali tidak selaras dengan pemikiran organisasi itu ( RepublikaOnline, 9 Agustus 2009).

Pernyataan Qardhawi tersebut disanggah sejumlah tokoh Ihkwan al-Muslimin. Menurut mereka, Sayyid Quthb tidak keluar dari Ahlussunnah wal Jamaah. Semua pemikiran Sayyid Quthb selaras dengan  manhaj Ikhwan al-Muslimin, tidak ada satu pun yang menyalahi kaidah dan dasar organisasi tersebut. Quthb, menurut mereka, juga tidak pernah mengafirkan kelompok Islam lain dan tidak pernah mendakwahkan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah ( RepublikaOnline, 19 Agustus 2009).

Menawarkan Pemecahan Problem Umat
Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an ditulis oleh Sayyid Quthb selama kurang lebih 15 tahun, yaitu sejak tahun 1950-ah hingga 1960-an. Pada mulanya, ia memulai menulis tafsirnya itu atas permintaan rekannya, Said Ramadhan, redaktur majalah  Al-Muslimun yang terbit di Kairo dan Damaskus.

Sang mufasir menyambut baik permintaan itu dan memberi nama rubrik tersebut  Fi Zhilalil Quran. Tulisan pertama yang dimuat adalah penafsiran surah Alfatihah, kemudian surah Albaqarah. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, Sayyid Quthb memutuskan menyusun satu kitab tafsir sendiri yang juga ia beri nama  Fi Zhilalil Quran .

Karya beliau lantas dicetak dan didistribusikan oleh penerbit al-Bab al-Halabi. Penerbitan pertamanya tidak langsung berjumlah 30 juz, namun tiap satu juz. Setiap juznya terbit dalam dua bulan sekali. Proses penyempurnaan penafsiran selanjutnya diselesaikan dalam penjara.

Edisi pertama dalam bentuk 30 juz diterbitkan pada tahun 1979. Sejak saat itu, persebarannya meluas hingga mencapai hampir seluruh negara Muslim di dunia. Umej Bhatia mencatat, kitab tafsir ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, Turki, Urdu, Bengali, Indonesia, dan Melayu.

Di negara-negara Arab, volume penjualan tafsir  Fi Zhilal al-Qur'an bak kacang goreng. Selama bertahun-tahun, tafsir itu menjadi  best seller. Menurut cerita Syekh Abdullah Azzam, pada pertengahan 1980-an, jika di Lebanon ada percetakan mulai bangkrut, kemudian pemiliknya mencetak  Fi Zhilalill Quran dan juga buku-buku Sayyid Quthb yang lain, percetakan tersebut selamat dari kebangkrutan.

Gaya bahasa dan kualitas penafsiran Sayyid Quthb merupakan daya pikat utama bagi para pembaca untuk menyelami samudra ilmu Alquran. Di dalamnya tersaji konsep-konsep Islam modern tentang jihad, masyarakat jahiliyyah dan Islam, serta ummah .

Konsep-konsep tersebut menumbuhkan kesadaran baru akan gerakan sosial politik berdasarkan doktrin Islam. Tak ayal, banyak peneliti Barat yang melabeli Sayyid Quthb sebagai pengusung radikalisme, ekstremisme, fundamentalisme, atau atribut-atribut yang menjurus pada nuansa kekerasan lainnya.

Tentang konsep umat, Sayyid Quthb mengutarakan bahwa pembentukan pribadi umat harus berdasarkan keimanan yang kokoh, optimisme pada rahmat dan pertolongan Allah, serta rasa percaya diri sebagai umat terbaik yang diutus Allah di muka bumi ini. Segala permasalahan umat, menurutnya, harus dicarikan solusinya dari kitab Allah SWT dan sunah nabi.

"Keimanan berimplikasi pada sikap pasrah dan menyerah kepada hukum-hukum Allah. Jiwa-jiwa yang tulus akan menerima segala sistem hukum dan perundangan Islam secara sukarela. Tidak terdetik satu penentangan pun sejak aturan tersebut dikeluarkan. Juga, tak ada sedikit pun keengganan untuk melaksanakannya ketika hukum itu diterima," kata Sayyid Quthb dalam mukadimah surat Al-An'Am.

Secara umum, tema yang ditekankan dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur'an meliputi gagasan tentang hubungan antarsesama manusia. Allah SWT, menurutnya, menghendaki sebuah bangunan sosial yang harmonis berdasarkan keimanan dan cinta kasih. Konsep ini menghindarkan terbentuknya kekuasaan tiran yang menebarkan kebencian, kebodohan, dan kekafiran.

Geliat Ilmu Pengetahuan di Era Dinasti Timurid


Monumen Timur Lenk di Samarkand, Uzbekistan


Dinasti Timurid. Inilah salah satu kerajaan Islam yang pernah menguasai wilayah Asia Tengah, Persia hingga Asia Selatan pada abad ke-14 hingga 16 M. Dinasti Timurid dibangun oleh seorang penakluk dari Mongol bernama Timur Lenk. Dinasti itu dibangun oleh percampuran antara bangsa Mongolia keturunan Jenghis Khan dan bangsa Turki.

Pada awalnya, bangsa Mongolia nomaden  yang dikenal sebagai Barlas  membuat permukiman di Turkistan. Mereka berinteraksi dengan penduduk asli. Lambat laun, bangsa Mongol mengalami perubahan  dalam bahasa dan budaya. Mereka mengikuti penduduk lokal Turki. Tak heran, jika bahasa dan budaya mereka lebih Turki, ketimbang Mongol.

Menurut B Spuler dalam tulisannya bertajuk Central Asia in the Mongol and Timurid periods, bangsa Mongol itu pun memeluk agama Islam.  Meski secara historis mereka adalah keturunan antara Mongolia dan Turki, tetapi dalam perkembangan peradaban pada era Dinasti Timurid, mereka banyak mengadopsi ilmu pengetahuan, seni, maupun arsitektur dari Persia.

Asimilasi antara budaya Persia yang dipengaruhi oleh budaya Islam dengan Dinasti Timurid sangat kental pada masa itu. Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Dinati Timurid sangat dipengaruhi oleh literatur Persia. Seorang penulis bernama David J Roxburg dalam bukunya yang berjudul  The Persian Album 1400-1600: From Dispersal to Colletion, mengatakan, puisi-puisi bergaya Persia sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan berbagai macam tulisan yang berkembang pada masa Dinasti Timurid.

Salah seorang Sultan Dinasti Timurid yang terkenal yaitu Sahrukh Mirza dan putranya yang bernama Mohammad Taragai Uleg Beg merupakan pembangun fondasi budaya Persia di dinastinya. Mereka sangat mendukung penyerapan berbagai macam ilmu pengetahuan dan budaya Persia yang dianggap sangat maju pada masa itu. Sehingga untuk memajukan dinastinya, mereka harus mempelajari pengetahuan dari Persia.

Salah satu karya literatur yang sangat penting pada masa era Timurid adalah biografi Timur Lenk sebagai pendiri Dinasti Timurid. Dalam biografi Timur yang ditulis oleh seorang ahli penulis biografi kerajaan yang bernama Sharaf ud-Din Ali Yazdi, Timur juga sering disebut Zafarnameh. Biografi Timur Lenk  dibuat pada masa 'Sang Penakluk' masih hidup.

Pada era itu, Dinasti Timurid memiliki penyair masyhur bernama Nur Ud-Din Jami. Ia dikenal dengan karya-karyanya yang fenomenal. Selain itu, dia juga menjadi sufi hebat yang terakhir pada akhir abad pertengahan. Karya-karya Nur Ud-Din Jami sangat berpengaruh terhadap puisi-puisi yang dilahirkan di Persia.

Ilmu pengetahuan di era Timurid tumbuh pesat pada masa kepemimpinan Ulugh Beg. Ia dikenal sebagai penguasa yang  sangat cinta dan tertarik pada ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, terutama astronomi dia buktikan dengan mengeluarkan berbagai macam karya astronomi.

Sebagian karyanya ditulis dengan bahasa Persia, meskipun sebagian besar karyanya ditulis dalam bahasa Arab. Astronomi Barat, Kevin Krisciunas dalam tulisannya berjudul  The Legacy of Ulugh Beg, mengungkapkan, pada masa kepemimpinannya, Ulugh Beg berhasil membangun observatorium astronomi.

Menurut Krisciunas,  observatorium  yang dibangun Ulugh Beg adalah yang termegah  di antara tempat pengamatan benda antariksa lainnya yang dimiliki peradaban Islam. Observatorium itu dibangun di Samarkand.

''Ketertarikan dalam astronomi bemula, ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha yang dibangun ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasir al-Din al-Tusi,” tutur Krisciunas. Geliat pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung pada tahun 1201. Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah kekuasaan Ulugh Beg mulai terjadi pada 1408.

Salah seorang penguasa Dinasti Timurid  lainnya yang menyokong aktivitas keilmuan adalah Baysungur. Dia ikut mempersiapkan Epik Nasional Persia yang berjudul  Shahnameh atau disebut juga  Shahnameh Baysungur.

Dinasti Timurid  ternyata tak hanya sangat berperan penting dalam mengembangkan literatur Persia. Dinasti itu  juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah perkembangan literatur Turki. Berdasarkan tradisi literatur Persia, literatur nasional Turki akhirnya dikembangkan dengan menggunakan bahasa  Chagatay.

Para penyair Chagatay seperti Mir Ali Sher Nawa'i, Sultan Husayn Bayqara, dan Zaher ud-Din Babur mendorong para penyair untuk membuat berbagai macam puisi dengan gaya bahasa Persia, Arab, maupun Turki untuk memperbanyak khasanah bahasa dalam puisi.

Zaher ud-Din Babur dan Mir Ali Sher Nawa'is merupakan seorang penyair hebat yang sangat mempengaruhi karya literatur Turki. Pada era Timurid, lukisan gaya Persia sangat berkembang pesat. Perkembangan lukisan Persia banyak dipengaruhi oleh perkembangan seni Safawiyah Persia dan seni Cina. Hal itu terjadi karena banyaknya para petualang maupun ilmuwan yang membawa lukisan Cina ke Timurid.

Para seniman Timurid banyak yang mengembangkan seni menyampul buku dengan menghiasi sampul buku tersebut menggunakan kaligrafi, iluminasi, maupun ilustrasi yang penuh dengan warna warni yang indah. Sebenarnya etnis Mongol dari suku Chagatay dan Timurid Khan yang pertama kali mengembangkan seni Persia pada abad pertengahan.

Dalam bidang arsitektur, Dinasti Timurid banyak dipengaruhi oleh perkembangan arsitektur Bangsa Seljuk yang bergaya Islami. Hal ini bisa terlihat dari adanya ubin berwarna turkois dan biru yang menghiasi berbagai macam bangunan dengan mengikuti pola geometri. Bahkan interior yang berada di dalam bangunan Dinasti Timurid juga disusun dan didekorasi mengikuti gaya Seljuk, termasuk lukisan serta relief yang berada di dalamnya.

Arstitektur Timurid benar-benar menggambarkan kesenian Islam yang berkembang pada abad pertengahan di Asia Tengah. Berbagai macam bangunan Dinasti Timurid yang spektakuler banyak dibangun di Samarkand. Bangunan-bangunan di kedua wilayah tersebut banyak juga dipengaruhi oleh arsitektur Mughal, selain arsitektur Seljuk.

Salah satu bangunan peninggalan Dinsti Timurid adalah Mausoleum yang dibangun untuk menghormati Ahmed Yasawi yang merupakan tokoh penting pada masa itu. Bangunan tersebut sekarang berada di Kazakhstan. Selain itu Dinasti Timurid juga membangun mausoleum untuk menghormati Gur-e Amir di Samarkand.

Salah satu ciri khas bangunan warisan Dinasti Timurid adalah simetri aksial yang selalu ada dalam struktur bangunan Timurid. Struktur simetri aksial itu bisa dilihat pada struktur bangunan kompleks Musallah di heart serta  Masjid Gowhar Shad di Mashhad. Pada masjid tersebut terdapat kubah dobel yang dihiasi dengan warna yang sangat indah. Arsitektur Timurid juga lebih didominasi arsitektur Persia dibanding India.

Ilmuwan Dinasti Timurid

Jamshid Al-Kashi (1380-1436)
Jamshid Al- Kashi merupakan ilmuwan sekaligus ahli astronomi yang terkemuka pada masa kekuasaan Dinasti Timurid. Ia tumbuh besar ketika Timur Lenk, penguasa Dinasti Timurid, menguasai tanah kelahirannya. Ia berasal dari keluarga miskin. Meski begitu, kemiskinan justru memicu semangatnya untuk belajar dan bekerja keras.

Al-Kashi sangat tertarik dengan ilmu matematika dan astronomi. Sehingga dia tak pernah lelah mempelajari dan melakukan berbagai macam penelitian terkait dengan kedua subjek tersebut. Perekonomian di tanah kelahirannya mulai pulih ketika Dinasti Timurid dipimpin Shahrukh. Sang pemimpin baru Dinasti Timurid tersebut sangat mendukung dan mendorong berkembangnya ekonomi, seni, dan ilmu pengetahuan.

Di kota kelahirannya, Al-Kashi dengan serius mempelajari dan mengkaji astronomi. Pada 1 Maret 1407 M, dia berhasil merampungkan penulisan risalah astronomi berjudul,  Sullam Al-Sama . Naskahnya hingga kini masih tetap eksis. Pada 1410 M, ia kembali berhasil menyelesaikan penulisan buku  Compendium of the Science of Astronomy. Buku tersebut sebenarnya ditulis dan didedikasikan secara khusus untuk penguasa Timurid.

Al-Kashi telah berjasa menemukan peralatan yang menggunakan prinsip kerja komputer analog. Dia berhasil menciptakan  Plate of Conjunctions yaitu sebuah alat hitung untuk menentukan waktu dan hari terjadinya konjungsi planet-planet di alam semesta. Dia juga sukses menciptkan komputer planet:  The Plate of Zones, berupa sebuah komputer planet mekanik yang bisa memecahkan berbagai macam masalah terkait planet.

* Qadi Zada al-Rumi ( 1364 -1440)
Qadi Zada adalah seorang ahli matematika yang lahir di Bursa, Turki. Ia menyelesaikan pendidikannya terkait ilmu geometri dan astronomi pada  1431. Gurunya adalah seorang ahli ensiklopedi teologi yang bernama Al-Fanari.

Namun, melihat perkembangan dan minat yang besar Qadi terhadap geometri dan astronomi, Al-Fanari menyarankan Qadi untuk pergi ke pusat kebudayaan Kerajaan Khurasan atau Transoxania. Dengan demikian Qadi bisa bertemu dan belajar dengan seorang ahli matematika hebat di sana. Al-Fanari juga memberikan surat rekomendasi bagi Qadi dan memberikan salah satu karyanya yang berjudul  Emmuzeg al-ulum (Tipe-tipe ilmu pengetahuan) sebagai tanda bah wa dia adalah seorang pelajar.

Mengikuti nasihat gurunya, Qadi akhirnya belajar matematika dan astronomi di Transoxiana sebagai pusat kebudayaan. Pada 1383, Qadi memiliki reputasi yang hebat sebagai ahli matematika dengan menyelesaikan bukunya yang berjudul  Risala fi'l Hisab ( Risalah Aritmatika). Buku tersebut berisi pengetahuan kompleks mengenai aritmatika, aljabar, dan pengukuran.Pada 1417, pemimpin Dinasti Timurid Ulugh Beg mulai membangun madrasah karena dorongan Qadi. Pembangunan madrasah tersebut selesai pada 1420 berhadapan dengan alun-alun Rigestan di Samarkand.

Piri Reis, Kartografer Terkemuka di Abad XVI



Peradaban Islam pernah memiliki seorang geografer dan kartografer (pembuat peta) terkemuka pada abad ke-16 M. Sang kartografer berhasil membuat peta yang kerap disebut sebagai petunjuk dunia baru.  Geografer sekaligus kartografer kebanggaan Kekhalifahan Turki Usmani itu bernama Piri Reis..

Geografer masyhur itu bernama lengkap Hadji Muhiddin Piri Ibnu Hadji Mehmed. Ia terlahir di  kota Gallipoli yang terletak di dekat Pantai Aegea pada 1465. Selain dikenal sebagai seorang geografer dan kartografer, Piri juga sembat menduduki jabatan Laksamana di Kekhalifahan Turki Usmani.

Jejak hidup Piri mulai diperbincangkan, ketika para sejarawan menemukan peta dunia yang dibuatnya pada 1513 M. Peta dunia yang diciptakan Piri ditemukan di Istana Topkapi Istanbul pada 1929. Yang paling menakjubkan,  peta buatan Piri itu mampu menampilkanpeta Amerika zaman kuno.

Tak heran, jika peta yang diciptakannya ditabalkan sebagai ''petunjuk dunia baru''.  Salah satu peta Amerika tertua lainnya sempat dibuat Juan de la Cosa pada 1500 M, yang sampai saat ini masih disimpan di dalam Museum Kelautan di Madrid, Spanyol.

Peta karya Piri begitu fenomenal. Betapa tidak,   dalam peta dunia pertamanya, Piri berhasil menampilkan peta dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi dalam menggambarkan jarak dan posisi antarbenua yang ada di dunia. Posisi benua Afrika dan Amerika dibuat demikian detil dan teliti, termasuk memasukkan gambar Amerika Selatan.

Kehebatan Piri juga terletak pada kemampuannya menggambarkan posisi-posisi benua maupun negara-negara dengan letak yang akurat.  Sangat sulit untuk menemukan kartografer sehebat Piri, pada zamannya.  Peta buatan Piri dikenal sangat akurat. Berkat kehebatannya itulah, Piri pun menjelma menjadi kartografer terkemuka pada zamannya.

Sejumlah ahli mengatakan Piri  membuat peta dunia pertamanya dengan pusatnya di Sahara.
Namun, seorang ilmuwan yang bernama Charles Hapgood dalam bukunya yang berjudul Maps of the Ancient Sea Kings: Evidence of Advanced Civilization in the Ice Age, menduga, Piri membuat peta dunia pertamanya berdasarkan pengetahuannya tentang Antartika dari peradaban Zaman Es.

Pada 1528, Piri membuat peta dunianya yang kedua dengan menggambarkan Greenland dan Amerika Utara dari Labardor, Newfoundland, hingga ke arah utara menuju Florida, Kuba, dan bagian dari Amerika Tengah.

Sebelum berkiprah dalam bidang geografi dan kartografi, Piri mulai bekerja di Angkatan Laut Kekhalifahan Turki Usmani pada 1481. Ia  mengikuti jejak pamannya yang bernama Kemal Reis, pelaut ulung pada masa itu.  Berbagai ekspedisi diikuti Piri dalam kariernya sebagai seorang marinir.Pada saat berekspedisi bersama Angkatan Laut Turki Usmani, Piri ikut bertarung melawan pasukan angkatan laut  Spanyol, Genoa, juga Venezia. Dia juga ikut bertempur dalam Pertempuran Lepanto I pada 1499. Pa 1500, ia terlibat dalam  Pertempuran Lepanto II, yang juga dikenal sebagai Pertempuran Modon.

Setelah pamannya Kemal Reis meninggal pada 1511, Piri kembali dari pertempuran menuju Gallipoli. Dia lalu mulai menulis bukunya yang berjudul  Kitab-i Bahriye (Buku Tentang Navigasi). Pada  1513, dia membuat peta dunianya yang pertama berdasarkan puluhan peta tua yang dia koleksi dan dari perjalanannya.


Rupanya Piri juga memiliki koleksi peta buatan Christopher Columbus. Menurut catatan sejarah, Piri mendapatkan peta dari pamannya Kemal Reis yang diperoleh  saat bertempur dengan pasukan Spanyol. Pada waktu itu,  pamannya menangkap tujuh kapal Spanyol di Valencia, di sana terdapat beberapa kru Columbus yang membawa peta itu,  dan merebutnya dari mereka.

Pada 1516, Piri kembali melaut dengan kapal milik Kekaisaran Turki Usmani. Dia ikut bertempur melawan Mesir pada  1516 hingga  1517. Pada tahun yang sama, dia juga berhasil menunjukkan peta dunianya yang pertama kepada Sultan Selim I.

Piri kemudian menyelesaikan karyanya  Kitab-i Bahriye pada 1521. Lalu dia ikut bertempur melawan Ksatria St John dengan pasukan Kekaisaran Turki Usmani. Dalam pertempuran tersebut Ksatria St John kalah dan menyerahkan Pulau Rhodes kepada Turki Usmani pada t25 Desember 1522.

Dua tahun kemudian,  Piri didaulat menjadi kapten kapal Turki Usmani dan mengantarkan Wazir Kekaisaran Turki Usmani,  Makbul Ibrahim Pasah menuju Mesir. Sang wazir kemudian memberitahu Piri untuk mengedit bukunya dan menghadiahkan buku tersebut kepada Sultan Sulaiman Yang Agung pada 1525.

Tiga tahun kemudian,  dia mempersembahkan peta dunia keduanya kepada Sultan Sulaiman. Berkat prestasinya yang semakin moncer, pada 1547, Piri diangkat sebagai laksamana armada Turki Usmani. Dia memimpin armadanya ke Samudera Hindia dan ke Mesir lalu membuat kantor di terusan Suez.

Setahun kemudian, tepatnya pada  26 Februari 1548, dia mengambil Aden dari Portugis dan mengambil Muskat, Oman yang berada di bawah kekuasaan Portugis sejak 1507 dan menjadi pulau yang penting di Kish. Dalam ekspedi berikutnya, Piri menaklukan Pulau Hormuz yang terletak di Selat Hormuz yang menjadi pintu masuk menuju Teluk Persia.

Ketika Portugis mulai meningkatkan perhatiannya ke Teluk Persia, Piri berusaha keras menaklukkan Semenanjung Qatar dan Pulau Bahrain. Penaklukan kedua wilayah tersebut dilakukan oleh Piri untuk mengusir dan mendesak Portugis supaya tidak memiliki armada di pantai-pantai di Arab. Hal itu tentu saja akan menyulitkan Portugis untuk menaklukan wilayah-wilayah di Timur Tengah.

Setelah melakukan penaklukan kedua wilayah tersebut, dia kembali lagi ke Mesir. Ketika usianya mencapai 90 tahun, dia menolak permintaan Gubernur Basra di bawah kekaisaran Turki Usmani untuk membantu melawan Portugis di bagian Utara Teluk Persia mengingat usianya yang semakin renta. Dia khawatir dengan kekuatan kondisi fisiknya yang semakin lemah.

Hingga kini, kiprah dan dedikasi Piri terus dikenang masyarakat Turki. Guna mengenang jasanya yang tak ternilai,  sejumlah kapal perang dan kapal laut milik Angkatan Laut Turki diberi nama Piri Reis.
Kitab-i Bahriye, Adikarya Sang Kartografer

Kitab-i Bahriye berarti buku tentang Navigasi. Ini merupakan  salah satu karya Piri Reis yang sangat legendaris. Buku tersebut merupakan buku navigasi yang diaukui kehebatannya, sangat bagus dan detail.  Kitab-i Bahriye berisi informasi yang mendetil tentang pelabuhan-pelabuhan utama, laut, teluk, semenanjung, tanjung, berbagai pulau, selat, juga tempat-tempat peristirahatan di Laut Mediterania.

Dalam buku tersebut, Piri juga menuliskan tentang informasi yang berhubungan antara astronomi dengan navigasi. Selain itu, dia juga menginformasikan tentang berbagai macam teknik navigasi di lautan. Buku tersebut juga berisi mengenai orang-orang lokal dari setiap negara yang terletak di Laut Mediterania, termasuk juga budaya lokalnya.

Kitab-i Bahriye ditulis Piri antara 1511 hingga 1521. Lalu buku tersebut diedit lagi dengan penambahan berbagai macam informasi baru pada 1524. Piri mendedikasikan buku itu  untuk Sultan Sulaiman. Buku tersebut merupakan hasil perjalanan bersama  pamannya Kemal Reis selama berkeliling Laut mediterania.

Dalam buku setebal 434 halaman itu terdapat  sebanyak 290 peta.  Kitab-i Bahriye memiliki dua bagian penting. Bagian pertama berisi tentang tipe-tipe badai di laut, teknik menggunakan kompas, juga informasi tentang pelabuhan dan pantai-pantai. Dia juga menuliskan teknik navigasi berdasarkan bintang dan karakteristik samudera-samudera utama.

Bagian kedua dari  Kitab-i Bahriye berisi tentang pentujuk pelayaran. Setiap topik berisi gambar peta tentang pulau maupun pantai. Di bagian kedua dia menggambarkan Selat Dardanela, terus menggambarkan pulau-pulau dan pantai-pantai di Laut Aegea, Laut Ionea, Laut Adriatik, Laut Tirania, Laut Liguria serta Riviera Prancis.

Piri juga melengkapinya dengan Pulau-pulau Balearik, Pantai Spanyol, Selat Gibraltar, Pulau Canary, Pantai-pantai di Afrika Utara, Mesir, Sungai Nil, juga pantai-pantai di Anatolia. Pada bagian ini, dia juga menuliskan berbagai macam bangunan penting maupun monumen di setiap kota yang dia kunjungi.

Kopian pertama  Kitab-i Bahriye banyak ditemukan di berbagai perpustakaan dan museum di seluruh dunia. Kopian yang pertama yang diterbitkan pada 1521, ditemukan tersimpan di Istana Topkapi, sedangkan kopian lainnya tersimpan di perpustakaan Nuruosmaniye dan perpustakaan Suleymaniye di Istanbul, di Perputakaan Nasional Vienna, di Perputakaan Nasional Prancis, di Museum Inggris di London, di Perpustakaan Bodleian di Oxford, juga di museum seni Walters di Baltimore.

Sedangkan kopian kedua  Kitab-i Bahriye juga ditemukan di Istana Topkapi, di Perpustakaan Kopruluzade Fazil Ahmed Pasa dan di Perpustakaan Suleymaniye Turki, juga di Perpustakaan nasional Prancis.