27 December 2008

Imam Bukhori

Penghimpun Hadits Shahih

Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh karenanya siapa yang ingin
mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.
Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah
menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang
dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum
secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah
seperti yang dicontohkannya.
Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh
Penghimpun Hadits yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan Tentang Kitab Hadits-nya yang masyur.
Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadits Nabi di dunia Islam.
waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadits Sahih yaitu:
• Imam Bukhari
• Imam Muslim
• Imam Abu Daud
• Imam Tirmizi
• Imam Nasa'i
• Imam Ibn Majah
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadits itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut
diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-
Hadits (pemimpin orang mukmin dalam hadits), suatu gelar ahli hadits tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal
kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama
Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk
Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena
itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar
ahli hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn
Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram)
dan takwa. Diceritakan, bahwa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat
sedikitpun uang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dan terlahir dalam
lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak heran jika ia lahir dan mewrisi sifat-sifat mulia dari
ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun
kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan
Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim
yang berkata: "Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali,
semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya
meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan
dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididikl oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang
cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Ketika berusia 10
tahun, ia sudah banyak menghafal hadits. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi
berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan
belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn
Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan
mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti
kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia
dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari,
karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan
mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci
dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad.
Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat
tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di
kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Sahih dan
pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang
bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi
mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa
sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri,
hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: "Saya
telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah
dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk
menemui ulama-ulama ahli hadits."
Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering
menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya
karena menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu
pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan
menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan
hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super
jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyuran Imam Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan kemanapun ia pergi selalu di eluelukan.
Masyarakat heran dan kagum akan ingatanya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi
Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Sahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail dating ke
Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan
seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga
marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut
kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, seebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya
Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia
pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri
itu, ia mengajarkan hadits secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri
dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan
dengarkan pengajiannya."
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka
meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal
inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa
berpendapat lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan
majelisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya
ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan
mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah
bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk,
sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'a." Yang dimaksud dengan perbuatan
manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan
ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling
utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku
hidup, aku mati dan dibangkitkan di akherat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa
menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku
di negeri ini." Oleh karena Imam Bukhari berpendapat bahwa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya,
dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri
tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah
oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah
sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi
kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majelis pengajian dan
pengajaran hadits.
Tetapi kemudian badai fitnah dating lagi. Kali ini badai itu dating dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-
Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu,
penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah
karangannya, al-Jami' al-Sahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan
kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahwa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke
istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak
mengadakan majelis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahwa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia
memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian
ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya
sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan
berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan
menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan
dan dipenjara.
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya
yang terpenting, Sahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi
dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadits muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada
masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di
negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di
Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia
pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui
ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum
meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam
dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan
lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal
yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan
dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahwa dia menyatakan: "Aku menulis hadits yang
diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadits dan berpendirian bahwa iman adalah ucapan dan
perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn
Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang
haditsnya diriwayatkan dalam kitab Sahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Karena kemasyurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar
langsung haditsnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadits dari
Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahwa kitab Sahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh
sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya
yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin
Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi.
Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyur sebagai perawi kitab Sahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan hafalan, ketajaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadits, juga dalam bidang ilat-ilat
hadits, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah
mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadits lainnya, untuk menghafal dan menjaga
sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahwa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadits di luar kepala
sebanyak 100.000 buah hadits sahih, dan 200.000 hadits yang tidak sahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadits di
sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadits, lalu mereka
tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadits ini diberi sanad hadits lain dan sanad hadits lain
dinbuat untuk matan hadits yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan
sebanyak 10 pertanyaan tentang hadits yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan
sepuluh buah hadits kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadits, Imam Bukhari menjawab
dengan tegas: "Saya tidak tahu hadits yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada
penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak
mengerti, memastikan bahwa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaanpertanyaan
itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang
sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian
Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadits pertama yang anda kemukakan isnadnya
yang benar adalah begini; hadits kedua isnadnya yang benar adalah beginii…" Begitulah Imam Bukhari menjawab
semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadits. Kemudian ia menoleh kepada penanya
yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab
semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan
satu persatu hadits-hadits yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan
jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad
tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan
kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadits.
Sebagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji coba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang
mengagumkan, bukanlah karena Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat
mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadits yang sudah diputarbalikkan itu secara
berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaanpertanyaan
yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang heran dengan kemampuan Imam Bukhari
mengemukakan 100 buah hadits secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal
beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini
sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadits pun juga yang diterima dari para
sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebagian besar mereka, hari wafat dan tempat
tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadits sahabat dan tabi'in, yakni hadits-hadits mauquf, kecuali ada
dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah
jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah
bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadits
dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya
belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam
Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadits, yang melebihi Muhammad
bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah
melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi
dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceriakan, dengan sanad lengkap. Bahwa Muslim (pengarang kitab Sahih), dating kepada Imam Bukhari,
lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para
ahli hadits dan dokter ahli penyakit (ilat) hadits." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup
terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari
masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek;
kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan
dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebihlebih
untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup
besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik
para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas
tentang para perawi yang tercela ialah: "Haditsnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadits yang diriwayatkan
seseorang hanya karena orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ia berkata: "Saya meninggalkan
10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama
atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal sebagai ahli hadits, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan
fatwa, ia telah sampai pada derajat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab
tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya
sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab
Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan
disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah
seorang ahli hadits yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya
sebagai ahli hadits, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk
menegakkan Diunul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahwa sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah
Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang
lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Sahih (Sahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.
Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SAHIH (Sahih Bukhari)
Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya,
sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian
ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW.
Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Sahih."
Dalam menghimpun hadits-hadits sahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara
ilmiah dan sah yang menyebabkan kesahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti
kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadits-hadits yang
diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling sahih. Sehingga
kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku
susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini
dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahwa ia mendengar Muhammad
bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan
ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat
dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."
Maksud pernyataan itu ialah bahwa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram
secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan
Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadits-hadits dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai.
Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai
kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Karenanya tidak mengherankan bila kitab itu mempunyai
kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadits Nabi yang
Paling Sahih."
Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah kumasukkan ke dalam kitab Al-Jami'as-Sahih ini kecuali haditshadits
yang sahih; dan kutinggalkan banyak hadits sahih karena khawatir membosankan."
Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan
bahwa Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan
tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab,
seperti hadits mutabi dan hadits syahid, dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.
Jumlah Hadits Kitab Al-Jami'as-Sahih (Sahih Bukhari)
Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahwa jumlah hadits Sahih Bukhari sebanyak 7.275
buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan.
Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Sahih Bukhari,
menyebutkan, bahwa semua hadits sahih mawsil yang termuat dalam Sahih Bukhari tanpa hadits yang disebutnya
berulang sebanyak 2.602 buah hadits. Sedangkan matan hadits yang mu'alaq namun marfu', yakni hadits sahih namun
tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadits.
Semua hadits Sahih Bukhari termasuk hadits yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq
sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadits. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk
yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadits. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada
sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.

No comments: