11 November 2009

Hasan Al-Banna, Tokoh Pembaru Islam Abad ke-20




Asy-Syahid ini menginginkan seluruh umat Islam bersatu dalam melawan setiap gerakan yang merusak akidah Islam.

Nama Hasan Al-Banna sudah sangat tidak asing bagi sebagian umat Islam. Sepak terjangnya, jejak perjuangannya, membuat namanya cukup tersohor di dunia Islam.

Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus pendiri dan pimpinan tertinggi Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam). Karena perannya itu, ia mendapat julukan sebagai pembaru Islam Abad ke-20.

Hasan Al-Banna berusaha berjuang dan menyiarkan dakwah Islam, sebagaimana tuntutan Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Perhatiannya sangat besar terhadap upaya meluruskan pemahaman Islam dan mengembalikan nilai-nilai ajaran Islam yang telah dibuang oleh umat Islam sendiri.

Menurut Al-Banna, sebagian besar umat Islam hanya menginginkan akidah tanpa syariah, agama tanpa negara, kebenaran tanpa kekuatan, dan perdamaian tanpa perjuangan. Tetapi, Al-Banna menginginkan Islam sebagai akidah dan syariah, agama dan negara, kebenaran dan kekuatan, perdamaian dan perjuangan.

Suatu saat dia ditanya oleh seseorang dan si penanya mengharapkan Hasan Al-Banna menjelaskan tabiat dirinya. Imam Hasan Al-Banna berkata, ''Saya adalah seperti seorang pelancong (pengembara) yang sedang mencari kebenaran, orang yang mencari jati diri yang sebenarnya, warga negara yang mendambakan kemuliaan, kemerdekaan, ketenteraman, dan kehidupan yang mudah di bawah naungan agama Islam yang lurus. Saya berusaha untuk menerapkan Islam yang sebenarnya.''

''Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah untuk Tuhan alam semesta yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah diri saya yang sebenarnya, sekarang siapa diri Anda yang sebenarnya?'' lanjutnya.

Hasan Al-Banna, dikenal sebagai seorang tokoh yang paling gigih memberikan penjelasan kepada umat Islam tentang arti penting keterlibatan umat Islam dalam politik. Menurutnya, politik adalah bagian dari Islam, dan sesungguhnya kemerdekaan adalah salah satu kewajibannya.

Selain itu, Al-Banna juga memberikan perhatian yang besar dalam pembentukan generasi muda Muslim yang istiqamah terhadap diri sendiri, dan menjadikan Allah sebagai tujuannya, Islam jalannya, dan Muhammad sebagai teladannya.

Untuk itu, menurut Al-Banna, para generasi muda Islam haruslah memahami Islam secara mendalam, memiliki iman yang kuat, menjalin hubungan yang erat satu sama lain, mengamalkan ajaran itu dalam dirinya sendiri, bekerja dan berjuang untuk mencapai kebangkitan Islam, serta berusaha mewujudkan kehidupan yang Islami di masyarakatnya.

Guna mencapai tujuan tersebut, kata Al-Banna, umat Islam tidak boleh terpecah belah. Sebab, perpecahan itu akan melemahkan kekuatan Islam. Dalam pandangannya, umat Islam harus disatukan dalam satu landasan Islam yang universal. Dan, Islam itu harus bersatu agar semakin kuat dan jaya.

Keinginan Al-Banna yang besar ini sudah muncul sejak ia masih muda. Dari sini pula, ia mendirikan perkumpulan atau organisasi Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam), bersama enam orang temannya, pada tahun 1938.

Tujuan dari pendirian organisasi tersebut adalah untuk memberi pemahaman Islam yang benar. Menurutnya, Islam adalah merupakan akidah, sarana untuk beribadah, tanah air, kewarganegaraan, kelapangan, kekuatan, akhlak, alat untuk mencari materi, kebudayaan, dan perundang-undangan. Beberapa tokoh yang tergabung di dalamnya, antara lain Sayyid Quthb dan Yusuf Al-Qaradhawi.

Dan, keberadaan organisasi Ikhwanul Muslimin ini mampu memberikan semangat baru bagi generasi muda Islam untuk bangkit dan bersama-sama memperjuangkan Islam, sesuai tuntunan Alquran dan Sunah Nabi SAW.

Menurut Almuzammil Yusuf, dalam bukunya tentang Pemikiran Politik Ikhwanul Muslimin, kelahiran organisasi ini disebabkan adanya fakta sejarah yang menunjukkan keimanan umat Islam sudah mulai bercampur dengan sesuatu, yang tidak diajarkan dalam Alquran maupun hadis Rasulullah SAW.

Selain itu, kemunculan organisasi ini disebabkan adanya fenomena perang Salib, keragaman pendapat dan gagasan tokoh Muslim, seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Di samping itu, kemunculannya juga disebabkan adanya pengaruh sufi dan tarekat serta gerakan ideologi politik.

Ahli pidato
Hasan Al-Banna dilahirkan pada 14 Oktober 1906 di Desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Ayahnya, Syekh As-Sa'ati, adalah seorang ulama hadis dan pengarang buku dalam bidang hadis yang berjudul Al Fath Ar Robani fi Tartib Musnad Al Imam Ahmad . Ia memperoleh pendidikan dasar di sekolah Ar-Rasyad Ad-Diniyah. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal Alquran.

Walaupun masih muda, di sekolahnya dia sudah mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Jam'iyah Al-Akhlaq Al-Adabiyah dan organisasi Man'u Al-Muharramat. Dia juga selalu menulis surat yang dikirimkan kepada orang-orang yang berpengaruh. Dalam surat yang tidak menyebutkan namanya itu, berisi tentang nasihat-nasihat kepada mereka. Dia selalu mengunjungi perpustakaan As-Salafiyah dan tempat-tempat berkumpulnya para ulama Al Azhar.

Sewaktu muda, Hasan Al-Banna sering mengunjungi tempat-tempat hiburan, gedung-gedung pertemuan, dan klub-klub. Dalam kunjungannya ke tempat-tempat tersebut, Hasan Al-Banna dan teman-temannya selalu mengajak mereka agar kembali kepada Islam yang benar.

Selepas lulus SMA dengan memperoleh predikat ranking 5 tingkat negara Mesir, pada tahun 1923 Al-Banna melanjutkan pendidikan ke Fakultas Dar Al Ulum dan lulus pada tahun 1927 dengan mendapatkan peringkat pertama. Setelah menamatkan pendidikannya, ia kerap berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk berdakwah hingga kemudian ia memutuskan untuk menetap di Ismai'iliyah.

Tahun 1938, bersama enam orang temannya, ia mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin. Di Isma'iliyah, ia mendirikan masjid, kantor organisasi Ikhwanul Muslimin, dan sekolah Hara untuk mempelajari Islam. Di samping itu, di sana dia juga mendirikan sekolah yang diberi nama Ummahatul Mukminin. Tujuan dari pendirian sekolah tersebut adalah untuk mendidik putra-putri Islam dengan pendidikan Islam yang benar. Ia kemudian pindah ke Kairo, di sana dia mendirikan sebuah kantor pusat untuk organisasinya. Kantor yang didirikannya itu ia beri nama Kantor Pusat Umum.

Hasan Al-Banna dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berpidato, lidahnya sangat fasih, ahli dalam sastra dan pandai memilih kata-kata yang tepat. Pada tahun 1941, dia dipenjara selama sebulan berkaitan dengan pidato yang ia sampaikan yang isinya mengkritik sistem politik Inggris pada Perang Dunia ke II. Masih pada tahun yang sama, dia dipaksa pindah ke Qana.

Di tempat barunya ini, Al-Banna terus melanjutkan perjuangannya dengan menyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam kepada umat dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia juga mengirimkan delegasi-delegasi ke seluruh penjuru dunia untuk mengetahui keadaaan umat Islam. Delegasi-delegasinya menginformasikan tentang realitas dunia Islam.

Pada tahun 1948, dia mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina. Pasukan yang ia kirim ke Palestina terdiri atas orang-orang Ikhwanul Muslimin. Dalam pertempuran melawan orang-orang Ikhwanul Muslimin, pasukan Yahudi mendapatkan kekalahan yang telak. Salah satu jenderalnya berkata, ''Seandainya mereka memberikan kepadaku satu batalion orang-orang Ikhwanul Muslimin, maka dengan pasukan tersebut saya pasti bisa menaklukkan dunia.''

Sosok Kehidupan Asy-Syahid

Di kalangan para pendiri dan anggota Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna dikenal sebagai sosok yang sangat rendah hati, sangat menjaga kebersihan, daya ingatnya sangat kuat, selalu semangat dan tak kenal lelah, sangat mencintai manusia dan berlaku lemah lembut kepada mereka, selalu senyum, pemberani, dan juga tidak pernah meninggalkan shalat malam.

Sayyid Quthb, salah seorang rekannya di Ikhwanul Muslimin, mengomentari Hasan Al-Banna, ''Sesuatu yang besar dalam diri Hasan Al-Banna adalah dia selalu berpikiran positif, berbuat baik, dan jenius.''

Syekh Muhammad Al-Hamid mengomentari Imam As-Syahid, ''Sejak lama umat Islam tidak menjumpai orang seperti Hasan Al-Banna.'' Syekh An-Nadawi juga berkomentar tentang diri Hasan Al-Banna, ''Dia adalah sosok yang mengejutkan Mesir dan dunia Islam.''

Suatu saat terjadi kekacauan di Mesir dan pemerintah tidak mampu mengatasinya. Pemerintah langsung menuduh Ikhwanul Muslimin yang ada di balik kekacauan tersebut. Dengan alasan ini, pemerintah Mesir menutup kantor-kantor Ikhwanul Muslimin dan banyak anggotanya yang dipenjara serta organisasi mereka juga dibubarkan.

Sementara sang pendiri Ikhwanul Muslimin, terbunuh sebagai syahid pada tahun 1948 di dekat perempatan Ramsis. Di suatu malam, ada tiga orang yang menembakkan senjatanya ke arah Hasan Al-Banna dan mereka langsung melarikan diri. Oleh banyak kalangan, para penembak misterius ini diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah. Dua dari mereka adalah seorang intel dan satunya lagi adalah Muhammad Abdul Majid yang menjabat sebagai kepala Keamanan Negara Mesir saat itu.

Hasan Al-Banna kemudian dilarikan ke rumah sakit. Karena adanya ancaman yang keras dari pemerintah, orang-orang tidak ada yang berani mendekati dan membalut lukanya. Akibatnya, dua jam setelah penembakan terhadap dirinya, Hasan Al-Banna meninggal dunia tanpa ada yang memberinya pertolongan. Dia hanya dishalati oleh bapak dan keempat saudara perempuannya.

Sebelumnya, pemerintah memadamkan listrik terlebih dahulu di desanya. Pemerintah bersedia menyerahkan jenazah kepada keluarganya, dengan syarat mereka tidak akan mengumumkan berita duka. Jenazah kemudian dibawa oleh ayah dan saudara-saudaranya. Proses pemakaman jenazah dilakukan dalam suasana yang sangat mencekam dan dengan dikelilingi oleh tank-tank. Kuburannya dijaga ekstra ketat oleh tentara agar para pengikut Hasan Al-Banna tidak memindahkan jenazahnya.

Kepergian Hasan Al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan sejumlah karya monumental, di antaranya Mudzakkirat Ad-Du'at wa Ad-Da'iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da'i) serta Ar-Rasail (Kumpulan Surat-surat). Selain itu, Hasan Al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini. berbagai sumber/dia

Wirid Al-Ma'tsurat

Al-Ma'tsurat adalah salah satu karya yang pernah disusun oleh Hasan Al-Banna. Risalah kecil berupa wirid, doa, yang diambil dari sejumlah surah dalam Alquran ini, sangat populer di kalangan kaum Muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan, wirid-wirid yang terkandung di dalamnya dijadikan sebagai amalan harian wajib bagi para pengikut kelompok Ikhwanul Muslimin dan kebanyakan para aktivis pergerakan Islam di Indonesia.

Bacaan doa dan wirid yang terdapat dalam kitab Al-Ma'tsurat ini merupakan bagian dari amalan-amalan tarekat Shufiyyah Hashshofiyyah, di mana Hasan Al-Banna telah menjadi salah satu pengikutnya sejak usia muda. Semasa hidupnya, ia selalu mengamalkan ritual-ritual tarekat Hashshofiyyah tersebut, seperti Wazhifah (wirid) Rozuqiyyah setiap pagi dan petang. Tak hanya mengamalkan Wazhifah Rozuqiyyah, bahkan dia juga mengikuti ritual Hashshofiyyah di kuburan-kuburan dengan cara menghadap kepada sebuah kuburan, yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat kematian, kemudian ritual Hadhroh setelah shalat Jumat, dan ritual Maulid Nabi.

Namun, menurut Ustaz Abu Ahmad sebagaimana dikutip dari Majalah Al-Furqon Edisi 06 Tahun VI edisi Februari 2007, beberapa di antara doa-doa dan zikir-zikir dalam Al-Ma'tsurat ini ada yang lemah dalilnya atau bahkan tidak ada asalnya sama sekali. Di samping itu, di dalam risalah Al-Ma'tsurat ini banyak wirid-wirid lain yang sahih lafaznya, tetapi bidah dari segi kaifiyyat-nya (tata cara), karena memberikan bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya dari Rasulullah SAW.

Pada akhir Al-Ma'tsurat ini tercantum Doa Rabithah yang berbunyi: ''Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihi al-quluuba qadijtama'at 'alaa mahabbatika waltaqat 'alaa thaa'atika watawahhadat 'alaa da'watika wa ta'aahadat 'alaa nushrati syarii'atika fawassiq allahumma raabithhaa wa adim wuddahaa.'' (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan kecintaan hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari'at-Mu maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Allah, abadikan kasih sayangnya.''

Mengenai Doa Rabithah ini, Syekh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi berkata: ''Di akhir Al-Ma'tsurat terdapat wirid rabithah ini adalah bidah shufiyyah, yang diambil oleh Hasan Al-Banna dari tarekatnya, Hashshofiyyah.'' (Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam li Abdullah Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi, hal 126)

Karena itu, di antara para ulama ada yang berpendapat bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan di dalam wirid-wirid keseharian seorang Muslim, mengingat banyaknya hal-hal yang bidah yang terdapat dalam Al-Ma'tsurat ini. Para ulama ini menganjurkan agar kaum Muslimin memilih kitab-kitab zikir lainnya, yang mengacu kepada doa dan zikir yang shahih dari Nabi SAW.

No comments: