Menelusuri sumbangan peradaban Islam di era keemasan terhadap ilmu pengetahuan seakan tak pernah ada habisnya. Di zaman kejayaannya, para ilmuwan Muslim ternyata telah berjasa mengembangkan geologi modern: sebuah cabang ilmu alam yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses asal mula terbentuknya bumi serta sejarah perkembangannya.
Geologi mendapat perhatian penting dari para ilmuwan Muslim di zaman kekhalifahan. Sebab, studi tentang bumi itu memiliki kegunaan dan manfaat yang sangat tinggi. Geologi mampu membantu peradaban manusia dalam menemukan dan mengatur sumber daya alam yang ada di bumi, seperti minyak bumi, batu bara, dan juga metal, seperti besi, tembaga, emas, dan uranium.
Selain itu, studi yang dikembangkan para saintis Islam itu juga sangat membantu dalam menemukan zat mineral lainnya yang memiliki nilai ekonomi, seperti asbestos, perlit, mika, fosfat, zeolit, tanah liat, pumis, kuarsa, dan silika serta elemen lainnya, termasuk belerang, klorin, dan helium. Sejak era kekhalifahan, umat Islam telah mampu menemukan ladang minyak, besi, emas, dan lainnya.
Ilmuwan Barat, Fielding H Garisson, menyatakan bahwa studi geologi modern dimulai pada era kekhalifahan. Dalam bukunya yang berjudul History of Medicine, Garisson mengatakan, "Umat Islam di abad pertengahan tak hanya mengawali berkembangnya aljabar, kimia, dan geologi, tapi juga telah meningkatkan dan memuliakan peradaban."
Abdus Salam (1984) dalam Islam and Science menyatakan bahwa Abu Al Raihan Al Biruni (973-1048 M) merupakan geolog Muslim perintis yang berjasa mendirikan studi geologi modern. Secara mendalam, ilmuwan Muslim abad ke-11 M itu menulis geologi India. Al Biruni melontarkan sebuah hipotesis bahwa anak benua India awalnya adalah sebuah lautan.
''Jika Anda melihat tanah India dengan mata sendiri dan mengamati alamnya, sebenarnya daratan India awalnya adalah laut,'' papar Al Biruni dalam Book of Coordinates. Ia juga menuturkan, keberadaan kerang dan fosil di wilayah negeri Hindustan menunjukkan kawasan itu adalah lautan yang kemudian meningkat menjadi daratan kering.
Berdasarkan penemuannya itu, Al Biruni menyatakan bahwa bumi secara konstan mengembang. Temuannya itu memperkuat pandangan Islam yang menyatakan bahwa bumi tak kekal. Teori bumi tak kekal yang dilontarkan Al Biruni itu berlawanan dengan keyakinan ilmuwan Yunani Kuno yang berpendapat bahwa bumi itu kekal.
Al Biruni pun lalu menyatakan bahwa bumi juga memiliki usia. Pendapat sang ilmuwan Muslim di era kekhalifahan itu terbukti. Para geolog modern akhirnya membuktikan pendapat itu dengan menyatakan bahwa usia bumi yang diperkirakan sekitar 4,5 miliar (4,5x109) tahun.
Ilmuwan Muslim legendaris, Ibnu Sina (981-1037 M), juga turut memberi kontribusi yang amat penting bagi studi geologi. Avicenna--begitu masyarakat Barat biasa menyebutnya--menamakan geologi sebagai Attabieyat. Dalam bab lima ensiklopedia berjudul Kitab al Shifa, Ibnu Sina menjelaskan mineralogi dan meteorologi.
Selain itu, bab keenam Kitab Al-Shifa juga mengupas berbagai hal tentang bumi dan proses pembentukannya. Secara perinci dan lugas, Ibnu Sina membahas pembentukan gunung, manfaat gunung dalam pembentukan awan, sumber-sumber air, asal muasal gempa bumi, pembentukan mineral-mineral, serta keanekaragamaan lahan tanah di bumi.
Pemikiran Ibnu Sina tentang geologi ternyata sangat berpengaruh terhadap peradaban Barat. Berkat jasa Avicenna-lah masyarakat Barat kemudian mengenal hukum superposisi, konsep katastropisme (bencana besar), serta doktrin uniformitarianism. Buah pikir Ibnu Sina juga banyak memengaruhi ilmuwan Barat bernama James Hutton dalam mencetuskan Teori Bumi pada abad ke-18 M.
Secara terang-terangan, dua akademisi Barat bernama Toulmin dan Goodfield (1965) menjelaskan sumbangsih yang diberikan Ibnu Sina bagi studi geologi modern. "Sekitar abad ke-10 M, Avicenna telah melontarkan hipotesis tentang asal muasal bentangan gunung. Padahal, 800 tahun kemudian, pemikiran seperti itu masih dianggap radikal di dunia Kristen,'' papar Toulim dan Goodfield.
Tak cuma itu, metodologi ilmiah serta observasi lapangan yang dikembangkan Ibnu Sina hingga kini masih tetap menjadi bagian yang penting dalam investigasi geologi modern. Studi geologi juga sebenarnya secara lusa tercantum dalam Alquran. Dalam surat Alhijr ayat 19, Allah SWT berfirman, "Dan, Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran."
Dalam surat Annahl ayat 15, Sang Khalik juga berfirman, "Dan, Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu. (Dan, Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk." Ayat-ayat inilah yang kemungkinan memberi inspirasi bagi para ilmuwan Muslim untuk mengkaji studi geologi.
Sumbangan lainnya yang didedikasikan ilmuwan Muslim untuk studi geologi adalah penemuan kristalisasi dalam proses pemurnian. Terobosan penting yang dilakukan Jabir Ibnu Hayyan--saintis pada abad ke-8 M--itu sangat penting dalam kristalogi. Bapak Sejarah Sains, George Sarton, menegaskan bahwa Jabir Ibnu Hayyan juga turut berkontribusi dalam geologi.
"Kami menemukan dalam tulisannya (Jabir) pandangan tentang metode penelitian kimia, sebuah teori pembentukan logam pada lapisan tanah, " papar Sarton. Dalam risalah yang ditulisnya, papar Sarton, Jabir Ibnu Hayyan menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat enam logam yang berbeda, akibat adanya perbedaan perbandingan sulfur dan merkuri pada keenam jenis logam itu.
Bila kita simak secara teliti, studi geologi mendapat perhatian dalam Alquran. Selain banyak memaparkan gunung, ayat suci Alquran juga membahas tanah. Dalam surat Al A'raaf ayat 58, Allah SWT berfirman, "Dan, tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah. Dan, tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur."
Dalam ayat lainnya, Alquran juga menjelaskan adanya kandungan penting dalam tanah. "Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah." (QS Thaahaa: ayat 6). Allah SWT juga berfirman dalam surat Alkahfi ayat 41, "Atau, airnya menjadi surut ke dalam tanah. Maka, sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi."Demikianlah bukti nyata bahwa Alquran sangat mendorong umat Islam untuk mengembangkan sains. heri ruslan
Karya Para Ilmuwan Muslim untuk Geologi
Pada era keemasan, begitu banyak ilmuwan Muslim yang mengkaji studi geologi. Menurut Guru Besar Universitas Yordania, Prof Abdulkader M Abed, para saintis Islam itu mengkaji tema-tema khusus, seperti mineral, batu-batuan, serta permata. Sayangnya, kebanyakan risalah itu banyak yang hilang dan tak eksis lagi. Berikut ini adalah para ilmuwan yang risalah pentingnya masih tersisa.
Yahya bin Masawaih (wafat 857 M) menulis permata dan kekayaannya.Al Kindi (wafat 873 M) menulis tiga risalah. Salah satu karyanya yang terbaik berjudul Gems and The Likes.Al Hasan bin Ahmad Al Hamdani (334 H) menulis tiga buku mengenai metode eksplorasi emas, perak, permata, dan bahan mineral lainnya. Ikhwaan As Safa (pertengahan abad ke-4 H) menulis ensiklopedia yang berisi bagian-bagian minelar serta klasifikasinya.
Abu Ar Rayhan Mohammad bin Ahmad Al Biruni (wafat 1048 M) adalah ahli mineralogi terhebat sepanjang sejarah peradaban Islam. Selain menulis Book of Coordinates, dia juga menyusun buku berjudul Al Jamhir fi Ma'rifatil Al Jawahir yang mengupas cara mengenali permata. Buku itu dinilai sebagai kontribusi terbaik yang disumbangkan peradaban Islam bagi studi mineralogi.
Ahmad bin Yousef Al Tifashi menulis kitab Azhar Al Afkar fi Jawahir Al Ahjar yang berisi tentang cara mengenali batu-batu mulia. Mohammad bin Ibrahim Ibnu Al Akfani (wafat 1348 M) menulis buku berjudul Nukhab Al Thakhair fi Ahwaal Al Jawahir. Buku tersebut mengupas karakteristik batu-batu mulia. N hri
Mineralogi dalam Peradaban Islam
Para ilmuwan Muslim di abad ke-10 hingga 11 M banyak menaruh perhatian untuk meneliti dan menulis risalah tentang mineralogi. Studi mineralogi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari geologi. Sebab, mineralogi merupakan cabang geologi yang berfokus pada sifat kimia, struktur kristal, dan fisika dari mineral.
Studi ini juga mencakup proses pembentukan dan perubahan mineral. Sekitar 10 abad yang lalu, para saintis Muslim sudah mampu mengidentifikasi beragam jenis mineral. Mereka mendedikasikan dirinya untuk mempelajari mineral. Al Biruni dikenal sebagai pakar mineralogi Muslim yang paling hebat dalam sejarah peradaban Islam.
Di zaman itu, para ilmuwan Islam sudah mampu menjelaskan komposisi kimia dan struktur kristal. Batu permata dan batu mulia dinilai para ilmuwan Muslim sebagai jenis mineral yang khusus. Intan, batu nilam, jamrud, serta yang lainnya digolongkan ke dalam mineral. Sejak zaman dahulu, batu-batu mulia itu menjadi lambang kemewahan raja-raja dan para wanita.
Sumbangan peradaban Islam dalam bidang mineralogi tak lepas dari keberhasilan umat Islam menguasai wilayah-wilayah penting, seperti Mesir, Mesopotamia, India, dan Romawi. Peradaban wilayah itu sebelumnya juga telah mengenal beragam jenis mineral, batu mulia, dan permata. Karya-karya terdahulu itu lalu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut oleh para ilmuwan Muslim.
No comments:
Post a Comment