1. Riwayat Hidup
Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq dilahirkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 1287 H/1864 M., dari seorang ayah bernama Muhammad Afif bin Khadhi H. Mahmud dan ibu bernama Shafura. Ia adalah keturunan (buyut) dari Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yaitu sosok ulama besar yang pertama kali mengembangkan Islam di Kalimantan.
Syekh Abdurrahman Siddiq memulai pendidikannya dengan menimba ilmu dasar-dasar agama pada Mak Ciknya, Siti Saidah, seperti membaca al-Qur’an, ilmu fiqh dan ilmu Alat (khususnya dari kitab-kitab fiqh seperti: Kitab Dammun, Matan Jurumiah, dan Matan Bina). Pada usia 13 tahun, ia meluaskan pengetahuannya dengan mempelajari berbagai kitab antara lain: Kitab Mukhtasar, Kailani, Ilmu Bayan, Mantik, Ma’ani, Tafsir dan Hadis. Saat usianya menginjak dewasa, ia memutuskan ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama. Di Mekkah, ia berguru pada beberapa ulama besar kala itu, seperti Syekh Said Satta (pengarang kitab I’anatut al-Thalibin), Syekh Ahmad Dimyati, Syekh Ahmad Bapadhil, dan Syekh Umar Sambas. Selain berguru secara formal pada guru-guru terkemuka di Masjidil Haram, ia juga banyak berguru pada ulama-ulama sufi di kota Mekkah. Maka tak heran, jika Syekh Abdurrahman Siddiq lebih banyak berkarya di bidang ilmu tauhid daripada ilmu fiqh. Setelah 6 tahun menimba ilmu di Mekkah, sekitar tahun 1316 H, ia kembali ke kampung halamannya di Kampung Dalam Pagar, Martapura, untuk menyebarkan agama Islam.
Sekitar tahun 1324 H/1913 M, Syekh Abdurrahman Siddiq merantau ke Indragiri. Ketika datang pertama kali, ia bermastautin di Sapat (sekarang ibukota kecamatan Kuala Indragiri) sebagai tukang mas selama 7 bulan. Kemudian tahun 1337 H, ia secara resmi diangkat menjadi Mufti Kerajaan Indragiri yang pertama oleh Sultan Mahmud Syah yang berkedudukan di Rengat. Ia menjabat mufti di Kerajaan Indragiri selama kurang lebih 20 tahun. Disamping sebagai mufti, ia juga membuka perkebunan kelapa di Parit Hidayat dan mendirikan sebuah perguruan untuk mengajarkan ilmu agama kepada santri-santrinya. Pengajaran biasa diberikan di masjid atau di rumah yang biasa disebut Rumah Besar.
Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq wafat di Parit Hidayat, Sapat, Kecamatan Kuala Indragiri, Riau, pada tanggal 10 Maret 1366 H/1930 M. Abdurrahman Siddiq meninggalkan sembilan orang istri yaitu Salmah, Nursam, Rahmah, Zulaiha, Halimah, Fatimah, Hutnah, Aminah, dan Fatmah dan 35 orang putra-putri. Salah satu peninggalan Syekh Abdurrahman Siddiq yang terkenal adalah Masjid Tua di Parit Hidayat yang dibangun bersama para santri pada tahun 1927.
2. Pemikiran / Pengaruh
Salah satu karya Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq yang sangat terkenal adalah Syair Ibarat Khabar Kiamat yang dikategorikan sebagai karya sastra keagamaan (Islam). Ide, gagasan, dan pandangan Syekh Abdurrahman Siddiq banyak tertuang melalui syair-syair yang termaktub di dalamnya. Salah satunya adalah mengenai eksistensi manusia dan hari kiamat. Menurut Abdurrahman Siddiq, eksistensi manusia sebagai makhluk tuhan adalah sebagai khalifah dan sekaligus hamba Allah di muka bumi, yang datang dan akan kembali kepada-Nya. Konsep eksistensi manusia sebagai khalifah adalah meletakkan manusia sebagai makhluk tuhan yang bertanggung jawab atas segala tingkah-lakunya di dunia ini. Manifestasi dari konsep manusia sebagai khalifah dapat dilihat dalam pengabdian diri kepada tuhan melalui shalat bagi umat Islam. Shalat adalah sebuah kewajiban yang konstan dan absolut, tidak ada pengecualian terhadap suatu golongan untuk tidak mengerjakan perintah shalat dalam kondisi apapun. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ganjaran dan hukuman bagi manusia di akhirat kelak. Ibadah shalat merupakan syarat utama dalam mengesahkan pemberian ganjaran tersebut, sebagaimana digambarkan dalam syair berikut;
pahala sembahyang tiada berkurang
banyaknya lebih daripada bintang
meninggalkan dia amal pun hilang
di akhirat tiada lagi ditimbang
jika tiada sembahyang selama-lama
Haji dan zakat tiada diterima
Adapun pandangan Syekh Abdurrahman Siddiq mengenai hari kiamat ialah bahwa kefanaan dunia ini diakhiri sebuah kejadian yang mahadahsyat yaitu hari kiamat. Terjadinya kiamat adalah sebuah momen puncak hancurnya dunia ini dan disambut oleh alam akhirat yang kekal dimana semua manusia akan menemuinya setelah menjalani proses kematian di dunia.
Ide dan gagasan Syekh Abdurrahman Siddiq tersebut, banyak memberikan pengaruh kepada para seniman di daerah Sumatera, khususnya Riau dan kawasan-kawasan lain seperti Kalimantan, Semenanjung Malaysia, dan bahkan sampai ke pulau Jawa.
3. Karya-karya
Sebagai sosok ulama besar dan seorang pujangga, Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq telah melahirkan beberapa karya tulis berupa buku-buku agama dan karya sastra, antara lain:
1. Syair Ibarat Khabar Kiamat, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1915).
2. Fath al-Alim fi Tartib al-Ta’lim (tahun 1929).
3. Risalah Amal Ma’rifat, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1338).
4. Asrar al-Shalat min ‘Iddat al-Kutub al-Mu’tabarat, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1931).
5. Bay’ al-Hayawan li al-Kafirin, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1916 M).
6. Risalah fi ‘Aqaid al-Iman, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1936).
7. Kitab al-Farai’dh, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1919).
8. Majmu’ al-Ayat wa al-Ahadits fi Fahmi al-’Ilm wa al-Ulama wa al-Muta’allimin wa al-Mustami’in, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1927).
9. Tazkiratun li Nafsi wa li Amtsali, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1935).
10. Maw’izhatun li Nafsi wa li Amtsali Min al-Ikhwan, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1936).
11. Risalah Syajarah al-Arsyadiyyah wa ma Ulhiqa Biha, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1937).
12. Risalah Takmilat Qawal al-Mukhtashar, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1937).
13. Sejarah Perkembangan Islam di Kerajaan Banjar.
14. Kumpulan Khutbah, diterbitkan oleh Mathba’ah Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1938).
sumber: melayuonline.com
No comments:
Post a Comment