Kitab ini tidak begitu populer di dunia pesantren karena tidak berkaitan dengan masalah kehidupan umat Islam.
Ada seorang santri bertanya kepada seorang ustaz di salah satu pesantren. Dia bertanya tentang ayat yang membahas puasa. Kendati secara rutin bergelut dengan bidang agama dan banyaknya pelajaran yang harus dihafal, ia pun lupa akan ayat yang membahas puasa.''Ustaz, ayat yang membahas puasa itu surah apa dan ayat berapa, ya?'' tanya santri.
Sang ustaz, bukannya menjawab nama surah dan ayatnya, malah ikut-ikut lupa nomor ayat dan surahnya. ''Ayat yang membahas puasa itu berbunyi, ''Ya Ayyuhalladzina Amanu kutiba 'alaikumush shiyamu kama kutiba 'alal ladzina min qablikum la'allakum tattaqun ,'' jelas ustaz.
Karena tak sesuai dengan yang ditanyakan, sang santri bertanya lagi. ''Bukan bunyinya, ustaz, yang saya inginkan. Kira-kira, ayat tersebut terdapat dalam surah apa dan ayat berapa?'' tanya santri. Karena benar-benar lupa, sang ustaz pun tidak bisa memberikan jawaban yang spesifik.
Gambaran di atas merupakan contoh nyata yang sering kali dialami umat Islam ketika diminta untuk menunjukkan nama surah dan nomor ayat yang membahas satu topik permasalahan.
Bukan hanya yang berkaitan dengan puasa, banyak santri yang juga tidak hafal nomor ayat atau surah yang membahas waris ( faraidl ), zakat, shalat, larangan minum khamar , zina, poligami, dan lain sebagainya. Sebagian di antara mereka hafal bunyi ayatnya, namun tidak ingat nama surah atau nomor ayat yang membahas hal tersebut.
Tak hanya santri; para dai, ulama, mubaligh, dan umat Islam secara keseluruhan sering kali lupa ketika menghafal satu ayat dalam Alquran tentang surah dan nomor ayatnya. Memang, sebagian mereka menganggap tidak terlalu penting surah dan nomor ayat, yang terpenting bagi mereka adalah hafal bunyi ayatnya. Karena itu, tak heran bila banyak ulama, dai, atau penceramah yang pandai mengucapkan bunyi ayat Alquran, namun tidak disertai dengan penyebutan nama surah dan nomor ayatnya.
Hal yang sama juga sering terjadi ketika banyak ulama, dai, dan mubaligh menyampaikan sebuah hadis. Mereka hanya menyebutkan bunyi hadis secara lengkap yang disertai pula dengan terjemahannya. Namun, sang dai, mubaligh, atau ulama tidak menyampaikan hadis itu riwayat siapa, terdapat dalam kitab apa, juz berapa, dan berapa nomor hadis tersebut. Bagaimana kualitasnya, sahih atau tidak, sering kali terabaikan. Akibatnya, para pendengar dan sebagian besar umat Islam pun hanya mendapatkan bunyi dan tidak tahu sumbernya dari mana.
Berkenaan dengan hal ini, kitab Fath al-Rahman layak dijadikan pegangan bagi para santri, dai, mubaligh, ulama, kiai, dan tokoh agama untuk mencari sumber ayat dan surah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
Harus diakui, kitab Fath al-Rahman ini memang tidak terlalu populer di kalangan umat, termasuk santri yang sehari-harinya berkutat dengan ilmu keagamaan. Jangankan santri; pengasuh pondok pesantren, dai, ataupun mubaligh tidak banyak yang menguasai kitab ini. Sebab, isinya memang tidak membahas topik tertentu dari ilmu-ilmu Islam, seperti tauhid (akidah), akhlak, tafsir, hadis, tasawuf, dan lainnya. Kitab ini justru mengulas kata-kata tertentu, nomor ayat, dan surah dalam Alquran. Kitab yang berjudul Fath al-Rahman Li thalib Ayat al-Qur`an ini secara khusus membahas cara mencari ayat Alquran.
Tidak populer
Di dunia pesantren pun, kitab ini tak banyak dibahas. Hanya beberapa santri yang menaruh perhatian pada kitab ini. Karena itu pula, kitab ini tidak diajarkan kepada seluruh santri. Sebab, tak ada aturan khusus atau kewajiban bagi santri untuk belajar kitab ini.
Santri yang tidak paham atau menguasai kitab ini tidak akan diberi sanksi apalagi sampai tidak diluluskan. Kitab ini hanyalah sebagai materi tambahan ilmu bagi santri. Namun demikian, tidak ada salahnya bila sebagian santri menguasai atau memahami isinya. Sebab, mereka yang memahami isi kitab ini akan mudah melacak atau mencari nama surah dan nomor ayat yang membahas topik tertentu.
Berkaitan dengan kondisi ini; banyak santri, dai, kiai, ulama, mubaligh, dan ustaz yang berceramah hanya menyampaikan bunyi ayat atau hadis dan tidak menyertakan sumbernya (dalam arti tidak menyampaikan nama surah dan nomor ayat). Karena itu, demi meningkatkan kualitas umat, ada baiknya para penyeru dakwah Islam ini juga menyampaikan dalil-dalil yang disertai dengan penyebutan nama surah dan nomor ayat atau kualitas hadis berdasarkan riwayat perawinya. Sehingga, umat akan terbiasa dan mudah mencari atau melacak kembali bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Semestinya, masalah ini menjadi perhatian serius dari Departemen Agama (Depag), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), atau pengelola sekolah Islam untuk memasukkan materi ini dalam kurikulum resmi di sekolah. Sehingga, ayat dan surah yang disampaikan para pengajar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan, santri atau umat Islam pun akan berusaha untuk membuktikan ucapan atau materi yang disampaikan itu dengan mencari dari sumber aslinya. Wa Allahu A'lam .
Melacak Surah dan Nomor Ayat
Kitab Fath al-Rahman adalah kitab yang membahas cara mencari surah dan ayat secara lengkap dalam Alquran. Dengan memahami kitab ini, seseorang akan mudah melacak surah dan nomor ayat Alquran kendati yang bersangkutan hanya hafal sebagian dari bunyi ayat tersebut. Kitab Fath al-Rahman ini bagaikan indeks Alquran atau kamus Alquran. Bedanya, bila kamus disertai dengan penjelasan makna ayat, kitab ini hanya kata dasarnya, lalu dilanjutkan dengan bunyi ayatnya.
Namun demikian, tidaklah mudah melakukan pencarian ayat Alquran dengan kitab ini. Sebab, mereka yang tidak menguasai ilmu sharaf (khususnya) akan kesulitan dalam mencari ayat yang diinginkan. Apalagi, kitab ini ditulis dengan bahasa Arab 'gundul' (tanpa harakat).
Kata dasar
Selain itu, mereka yang belum terbiasa atau belum pernah belajar kitab ini mungkin akan terasa sulit memahaminya. Sebab, di dalamnya hanya terdapat tulisan kata per kata dan beberapa singkatan nama surah. Kesulitan yang pasti didapatkan adalah bila seseorang tidak paham kata dasar dalam bahasa Arab. Misalnya, kata al-shiyam (puasa), seorang pelajar harus memahami terlebih dahulu kata dasar dari al-shiyam . Apa kata dasarnya, baru kemudian kalimat yang diinginkan.
Kata al-shiyam dalam Alquran disebutkan sebanyak dua kali, masing-masing dalam surah Albaqarah ayat 183 dan 185. Sedangkan, kata shiyam atau shiyaman disebutkan sebanyak empat kali. Masing-masing dalam surah Albaqarah ayat 196, Annisa ayat 91, serta Almaidah ayat 92 dan 96. Sedangkan, kata shiyam adalah bentuk jamak dari mashdar shawmun (shawm/shaum ).
Karena itu, untuk mencari kata al-shiyam , seseorang harus paham terlebih dahulu kata dasar al-Shiyam . Setelah tahu kata dasarnya, akan mudah pula melacak kalimat atau kata al-shiyam .Demikian pula dengan kata raaji'uun (dimulai dari huruf ra, alif, jim, ain, wawu, dan nun), asal katanya adalah raja'a (huruf ra, jim, dan ain). Kata raaji'uun ditulis sebanyak empat kali dalam Alquran. Masing-masing pada surah Albaqarah ayat 46 dan 156, Al-Anbiya ayat 93, dan surah Almu'minun ayat 61.
Misalnya, ketika ingin mencari kata yang berkaitan dengan menikahi wanita lebih dari satu orang (poligami), seorang pelajar atau pembaca kitab ini minimal mengetahui terlebih dahulu kata dasar yang diinginkan. Karena, ayat ini berkaitan dengan kata 'nikah', maka yang bersangkutan harus mencarinya pada kata nakaha .
Selanjutnya, harus dilacak kata ankihuu (alif, nun, kaf, ha, wawu, dan alif). Karena ayat yang berkaitan dengan kata 'menikah' lebih dari seorang ini dimulai dengan awalan huruf fa, kalimat yang dicari adalah kata fankihuu (maka menikahilah kamu sekalian). Bila tepat, kata tersebut akan dapat ditemukan pada surah Annisa ayat 3.
Adapun bunyinya adalah wa in khiftun alla tuqsithuu fi al-yatama fankihuu maa thaaba lakum min an-Nisa`i matsna wa tsulatsa wa ruba`. Fa inkhiftum alla ta'diluu fawaahidatan aw maa malakat aymanukum. Dzaalika adna alla ta'uuluu .Selain dari kata dasar nakaha tadi, ayat tersebut juga bisa dilacak dengan menggunakan kata dasar lainnya. Misalnya, kata qasatha (qaf, sin, dan tha`). Dari kata dasar tersebut, bunyi yang sama dengan ayat dimaksud adalah tuqsithuu .
Pada kitab Fath al-Rahman ini, kata tuqsithuu terdapat dalam tiga ayat pada tiga surah yang berbeda. Masing-masing pada surah Annisa ayat 3, surah Almumtahanah ayat 8, dan Alhujurat ayat 9. Secara khusus, yang berkaitan dengan masalah menikah lebih dari seorang itu hanya terdapat pada surah Annisa ayat 3. Demikianlah cari-mencari ayat atau surah dalam Alquran berdasarkan kitab Fath al-Rahman .
Singkatan
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan pula dalam menggunakan kitab ini adalah mengetahui daftar singkatan surah. Dalam kitab ini, sudah ditulis daftar singkatan surah. Namun, bagi yang tidak hafal dapat mencarinya pada cara atau petunjuk penggunaan daftar singkatan surah pada halaman awal kitab Fath al-Rahman .
Misalnya, surah Albaqarah disingkat dengan huruf ba dan qaf; surah Al-Anbiya ditulis dengan singkat huruf alif dan nun; Annas disingkat dengan huruf nun, alif, dan sin; serta Alhujurat disingkat dengan huruf ra, alif, dan ta. Demikianlah cara mempelajarinya.
Walaupun kitab ini tidak dianggap penting bagi sebagian orang karena tidak membahas materi-materi tauhid, fikih, tasawuf, atau lainnya; kitab ini sangat penting untuk dimiliki setiap dai, mubalig, kiai, ustaz, atau pengajar di perguruan tinggi Islam.
Sebab, kitab ini akan membantu umat Islam untuk melacak atau mencari kata, kalimat, surah, atau nomor ayat yang dibahas dalam Alquran. Apalagi, ketika seseorang hafal satu ayat atau sebagian dari ayat Alquran, namun untuk mencari nama surah dan nomor ayatnya, tidaklah mudah. Insya Allah, dengan tuntunan dari kitab Fath al-Rahman ini, ayat yang dicari akan terlacak dengan mudah. Wa Allahu A'lam.
No comments:
Post a Comment