09 September 2009

Imam an-Nasa'i, Figur Ulama Hadis Sejati

Ia sangat cermat dan teliti dalam meriwayatkan hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW.

Imam an-Nasa'i yang memiliki nama lengkap Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Bahar bin Sinan bin Dinar an-Nasa'i adalah seorang ulama hadis terkenal. Kitabnya termasuk kitab hadis yang enam, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa'i. Keenam kitab hadis ini dikenal karena ketinggian sumber periwayatannya (sanad) maupun kandungan beritanya (matan).

Dilahirkan di satu desa yang bernama Nasa' di daerah Khurasan pada tahun 215 H, an-Nasa'i tumbuh dan berkembang di desa kelahirannya. Ia menghafal Alquran di Madrasah yang ada di Nasa'. Imam an-Nasa'i juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya.

Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, anm-Nasa'i mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia guna memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin ilmu hadis.
Belum genap usia 15 tahun, an-Nasa'i sudah mengembara ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan wilayah Jazirah Arab lainnya. Kemampuan intelektual Imam an-Nasai menjadi kian matang dalam masa pengembaraannya.

Dalam masa pengembaraannya ini, ia banyak mempelajari ilmu hadis dari kalangan ulama ahli hadis ternama. Para gurunya tercatat antara lain Qutaibah bin Sa`id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami`/Sunan al-Tirmidzi).

Seperti para pendahulunya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Tirmidzi, Imam an-Nasa'i juga tercatat mempunyai banyak murid. Diantara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramahnya adalah Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu'jam), Abu Ja'far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai penyambung lidah Imam an-Nasa'i dalam meriwayatkan kitab Sunan an-Nasa'i.

Cermat dan teliti
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang berkualitas tinggi.

Demikian juga dengan Imam an-Nasa'i. Sejumlah karyanya sangat populer. Seperti al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra),  al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan  al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya  Jami' al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fikih mazhab Syafii.

Sebagai seorang ulama hadis, Imam an-Nasa'i merupakan figur yang cermat dan teliti dalam meneliti dan menyeleksi para periwayat hadis. Ia menetapkan syarat-syarat tertentu dalam proses penyeleksian hadis-hadis yang diterimanya. bahkan, para ulama yang hidup pada masanya, banyak memberikan sanjungan pada an-Nasa'i. Menurut mereka, Imam an-Nasa'i adalah figur ulama hadis yang tangguh, kuat, kaya hafalanya, rujukan para ulama, dan memilki karya-karya monumental.

Abu Ali an-Naisapuri, salah satu diantara ulama tersebut, pernah mengatakan, ''Orang yang meriwayatkan hadis kepada kami adalah seorang imam hadis yang telah diakui oleh para ulama, ia bernama Abu Abd al-Rahman an-Nasa'i.''Lebih jauh lagi Imam an-Naisapuri mengatakan, ''Syarat-syarat yang ditetapkan an-Nasai dalam menilai para periwayat hadis lebih ketat dan keras ketimbang syarat-syarat yang digunakan Muslim bin al-Hajjaj.''

Kecermatan dan ketelitian Imam an-Nasa'i dalam menyeleksi hadis-hadis tampak dalam karyanya. Salah satunya adalah kitab  al-Sunan al-Sughra. Banyak ulama berkomentar bahwa kedudukan kitab  al-Sunan al-Sughra di bawah derajat  Shahih al-Bukhari dan  Shahih Muslim.

Karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab  al-Sunan al-Sughra merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan  al-Mujtaba. Pengertian  al-Mujtaba bersinonim dengan  al-Mukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab sebelumnya,  al-Sunan al-Kubra.

Disamping  al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan  al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan  al-Mujtaba, sehingga nama  al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama  al-Mujtaba. Dari  al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan an-Nasa'i, hingga sekarang.

Namun sebelum disebut dengan Sunan an-Nasa'i, kitab ini dikenal dengan  al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, ia menghadiahkan kitab ini kepada Walikota Ramlah sebagai tanda penghormatan.Sang Walikota kemudian bertanya kepada an-Nasa'i, ''Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis sahih?'' Beliau menjawab dengan kejujuran, ''Ada yang sahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya''.

Kemudian sang Walikota berkata kembali, ''Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang sahih-sahih saja''. Atas permintaan Walikota ini, Nasa'i lalu menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab  al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya, Nasa'i berhasil melakukan perampingan terhadap  al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi  al-Sunan al-Sughra.

Juga Pakar dalam Ilmu Fikih

Imam an-Nasa'i tidak hanya ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis, namun juga mumpuni dalam bidang fikih. Ad-Daruquthni pernah mengatakan, An-nasa'i adalah salah seorang Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang fikih pada masanya dan paling mengetahui tentang hadis dan para rawinya.

Al-Hakim Abu Abdullah berkata, ''Pendapat-pendapat Abu Abd al-Rahman mengenai fikih yang diambil dari hadis terlampau banyak untuk dapat kita kemukakan seluruhnya. Siapa yang menelaah dan mengkaji kitab Sunan an-Nasa'i, ia akan terpesona dengan keindahan dan kebagusan kata-katanya.''

Inilah kesaksian dan pengakuan yang disampaikan oleh dua imam besar yang telah mengakui keutamaan dan kepemimpinan Imam an-Nasa'i dalam bidang fikih. Hal ini semakin meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai hakim.

Khusus dalam bidang fikih ini, menurut Ibn al-Atsir, an-Nasa'i tidak bisa diidentifikasi dalam hal mazhabnya jika dilihat dalam struktur mazhab yang empat. Akan tetapi, pengikut Imam Syafii mengklaim bahwa an-Nasa'i menganut mazhab Syafii. Hal ini mungkin disebabkan oleh domisili tetapnya di Mesir yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syafii, dan menerima pelajaran dari imam-imam bermazhab Syafii serta mendengarkan pelajaran dari mereka.

Karena Imam an-Nasa'i cukup lama tinggal di Mesir, sementara Imam Syafii juga lama menyebarkan pandangan-pandangan fikihnya di Mesir (setelah kepindahannya dari Baghdad). Walaupun antara keduanya tidak pernah bertemu, menurut Ibn al-Atsir, karena an-Nasa'i baru lahir 11 tahun setelah Imam Syafii wafat. Namun demikian, hal itu tak menutup kemungkinan banyak pandangan-pandangan fikih mazhab Syafii yang diserapnya melalui murid-murid Imam Syafii yang tinggal di Mesir.

Pandangan fikih Imam Syafii lebih tersebar di Mesir ketimbang di Baghdad. Hal ini lebih membuka peluang bagi Imam an-Nasa'i untuk bersinggungan dengan pandangan fikih Syafii.Pandangan fikih Imam Syafii di Mesir ini kemudian dikenal dengan  qaul jadid (pandangan baru). Karenanya, menurut Ibn al-Atsir, pandangan fikih Imam an-Nasa'i lebih didominasi pandangan baru  (qaul jadid) yang berkembang di Mesir ketimbang pandangan klasik  (qaul qadim) yang berkembang di Baghdad.

Imam an-Nasa'i baru berhijrah dari Mesir ke Damsyik setahun menjelang kewafatannya pada tahun 303 H/915M. Mengenai tempat wafatnya beliau, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ad-Daruqutni mengatakan, an-Nasa'i wafat di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-`Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam an-Nasa`i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja`far al-Thahawi (murid an-Nasa`i) dan Abu Bakar al-Naqatah.Menurut pandangan terakhir ini jasad Imam an-Nasa'i dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina.

No comments: