Dibanding saudara-saudaranya nya di ujung selatan Benua Hitam, kawasan Tanduk Afrika, area yang meliputi Somalia, Etiopia, Djibouti, dan Eritrea merupakan kawasan dengan pemeluk Islam dominan. Islam diperoleh melalui nenek moyang mereka yang berpindah agama, atau para migran dari semenanjung Arab. Pemeluk Islam terutama dari kalangan etnis Somali, Oromo, Afar dan beberapa ras lain yang berbicara dengan Bahasa Cushitic.
Muslim di Somalia dan Djibouti kini bahkan hampir menjadi mayoritas, di Etiopia, 40 % adalah penganut Muslim sementara jumlah Muslim d Eritrea mencapai 50 %.
Sejarah Islam di Kawasan Tanduk Afrika
Menurut sejarah, imigrasi Muslim pertama ke Benua Hitam tersebut dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad ke Etiopia karena ancaman pembunuhan dari penyembah berhala di Mekkah, Arab pada 615 Masehi.
Raja Abyssinian (Habash) Nagashi menyambut hangat para Sahabat di kerajaannya dan mengijinkan mereka mengajarkan dan mendakwahkan agama mereka di Habash. Bahkan Nagashi pun tak mau menyerahkan mereka saat delegasi Arab meminta ekstradisi para Sahabat. Beberapa warga Etiopia pun memeluk Islam karena jasa para Sahabat yang tinggal bertahun-tahun di Habash sebelum Nabi Muhammad meminta mereka kembali ke tanah air. Penyebaran Islam pun terhenti sesaat setelah Sahabat pulang ke Mekkah.
Islam masuk ke Etiopia, sebagai keyakinan utama diyakini pada abad ke-16 lewat para pedagang dan pendakwah Arah, yang akhirnya menjadikan 65 % warga Etiopia memeluk Islam. Situasi itulah yang mulai memunculkan ketakutan pada pihak Gereja Eitopia yang kemudian menganggap Muslim sebagai ancaman utama terhadap keberadaan mereka.
Pada abad ke-16 dan awal abad ke-17, Negara Islam ADAL diumumkan oleh para etnis Somalia dan Arab dipimpin oleh Ahmed Guray. Ahmad Guray atau Ahmed Gran di Etiopia, yang keturunan Arab, memimpin perang melawan Abyssinia dan mengalahkan mereka. Ahmed Guray bahkan menangkap lebih dari 50 % warga dataran tinggi Etiopia, sehingga mempercepat penambahan jumlah warga Etiopia yang memeluk Islam. Ahmed sendiri mendapat dukungan dari Kaisar Ottoman, Turki dan Raja Saeed Barqash dari Kesultanan Oman.
Perasaan negatif Gereja Etiopia terhadap Muslim meningkat sangat tajam, dan setelah mereka gagal menghentikan Ahmed Guray beserta pasukkannya, mereka mendesak Portugal mengirim bantuan. Ahmed Guray terus menambah daftar kemenangan atas pasukan Abyssinian selama dua dekade. Namun ia terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Portugis yang datang untuk membantu Etiopia. Sang Janda Ahmed, bernama Bati Del Wambara mengambil alih kepemimpinan kerajaan ADAL dan meneruskan kampanye peperangan terhadap Kristen Etiopia.
Markas besar ADAL sendiri terletak di kota Zayla, kota pantai yang menghubungkan Djibouti dan Tanah Somalia. ADAL sempat ambruk sesaat setelah kematian Ahmed Guray. Situasi itu memberi kesempatan Etiopia untuk merebut kembali tanah yang hilang tanpa banyak perlawanan.
Setelah Portugis, masuk pula beberapa negara pengkoloni barat. Para pengkoloni barat pun membagi Somalia menjadi lima bagian, mereka menyerahkan Djibouti di bawah Perancis, Tanah Somalia di bawah Inggris, Selatan Somalia di bawah Italia, dan Area Cadangan dengan Etiopia sebagai tambahan wilayah NFD dan Kenya. Penjajahan area-area tersebut terjadi di dalam waktu berbeda. Terakhir Inggris menjual Area Cadangan dan NFD kepada Eitopia dan Kenya di abad ke-20.
Islam dan Somalia.
Somalia adala nama yang diambil dari kata Somali (Soo Maal) yang berarti kaya dengan sumber kehidupan. Negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia dengan penduduk 100 Muslim. Seluruh Muslim di sana adalah kaum Suni yang mempraktekkan kitab Iman Syafi'i. Orang-orang yang hidup di Somalia umumnya berbicara Somalia dan Arab, plus bahasa Rahanwayn minoritas di selatan Somalia.
Ada empat suku besar di Somalia yakni Hawiye, Isaaq, Darod, dan Rahanwayn. Isaaq, Darod, dan Hawiye memiliki akar Arab, sementar Darod adalah keturunan dari Darod Ismail Jabarti yang berasal dari selatan Yaman. Isaaq, lebih tepatnya adalah keturunan Sheikh Isaaq bin Ahmed yang berasal dari Mosul Irak. Sedangkan Hawiye adalah kombinasi dari beberapa kelompok berbeda namun umumnya dari Yaman.
Para warga Somalia setelah ambruknya ADAL, mulai mendatangai universitas Arab khususnya Universitas Al-Azhar di Mesir. Hubungan antara Arab dan Somalia pun bertambah kuat, terutama antara Yaman dan Kesultanan Oman.
Beberapa lulusan Universitas Al-Azhar kembali pulang termasuk Sayed Abdullah Hassan, yang memiliki julkan, The Mad Mullah atau Mullah yang Gila. Ia bukanlah orang yang bijak dan mulai membangun pasukan untuk berjuang melawan Inggris. Ia mencoba mengambil alih beberapa bagian Tanah Somalia terutama area Hawd. Inggris pun menghancurkan pasukkannya dengan bom udara. The Mad Mullah itu pun terbunuh dalam serangan udara yang dilancarkan pasukan Inggris.
Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia sekitar empat dekade lalu.
Awal Paham Salafi di Somalia
Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia sekitar empat dekade lalu
Hingga tahun 1960, mayoritas Muslim Somalia mempraktekkan paham Sufi, paham yang mendapat penghormatan besar di hampir seluruh suku Somalia. Warga menganggap Sufi memiliki tingkat kekerasan jauh lebih sedikit bila dibanding Salafi.
Namun setelah gerakan ulet yang dilakukan kaum Salafi selama 40 tahun lebih, berangsur-angsur membuat sebagian warga Somalia meninggalkan paham Sufi. Kini kondisi mulai berbalik. Jumlah praktek sufi lebih sedikit dibanding para penganut paham Salafi.
Salah satu keunikkan lain yang bisa ditemukan dalam tradisi Islam Somalia menulis Al Qur'an dengan lembar dari kayu dengan tinta yang dibuat dari batu-bara Somalia. Penulisan ulang dilakukan karena penduduk tidak mengerti bahasa Arab sehingga pengajaran dilakukan dengan bahasa Somalia. Praktek penulisan macam itu sendiri masih dapat dijumpai hingga sekarang hanya saja semakin jauh berkurang.
No comments:
Post a Comment