31 July 2010

Tantangan Dakwah Islam di Brazil

Di kawasan Amerika Selatan, Brazil merupakan negara terbesar, baik dari aspek luas wilayah maupun jumlah penduduk (180 juta jiwa). Negara yang menjadi gudangnya pesepak bola terkenal di dunia ini, juga merupakan pusat agama Nasrani di wilayah tersebut.

Untuk meneguhkan status itu, orang-orang Brazil pun membangun sebuah patung Yesus Kristus dalam ukuran cukup besar, tahun 1850-an. Terletak di puncak Bukit Corcovado, Rio de Janeiro, patung yang dinamakan Cristo Redentor ini bahkan pernah diusulkan menjadi satu dari sekian keajaiban dunia.

Di tengah dominasi agama Nasrani, agama Islam terus berupaya mengembangkan diri. Ya, umat Muslim memang bereksistensi di sini, bahkan telah ada sejak seabad lampau. Dan, kini jumlahnya, menurut otoritas Islam setempat, mencapai sekitar 1,5 juta jiwa lebih. Geliat Islam terbilang cukup baik. Dan, itu ditunjang situasi di dalam negeri yang kondusif. Brazil merupakan negara yang memiliki keanekaragaman etnik, budaya, dan keagamaan.

Semua komunitas maupun golongan memiliki kesempatan sama untuk berkembang.
Islam, misalnya. Jumlah masjid di Brazil hingga kini tercatat sekitar 120 unit. Begitu pula, dengan pusat-pusat Islam, yayasan amal, dan organisasi-organisasi keagamaan.
Seperti diungkapkan Al-Sadiq Al-Othmani, kepala Departemen Urusan Islam pada Pusat Dakwah Islam di Amerika Latin, umat Muslim merasakah sebuah suasana toleransi. ''Mereka bebas untuk berdoa dan membangun masjid-masjid,'' katanya.

Peluang ini pun tak disia-siakan. Umat Muslim setempat terus menggencarkan dakwah Islam. Tak hanya lewat jalur konvensional, seperti di masjid atau pusat keislaman, dakwah juga dilakukan melalui media elekronik maupun internet.Selama ini untuk berkhotbah, kata Othmani, para dai dan relawan harus menempuh perjalanan selama dua hingga tiga jam untuk mencapai masjid di dalam kota.

Bayangkan apabila masjid yang hendak dituju berada di luar kota, waktu yang dibutuhkan bisa jadi 12 jam. ''Maka itu, melalui internet, sebuah khotbah akan dapat langsung diakses oleh umat di berbagai kota sehingga lebih efisien dan efektif,'' katanya menandaskan.
Namun demikian, belakangan ini dakwah yang dilakukan mulai menemui kendala. Pekan lalu, berbagai media melansir laporan bahwa sejumlah masjid di Brazil ditutup karena kekurangan imam dan dai. ''Ada sepertiga jumlah masjid yang ditutup,'' aku Othmani lagi.Menurut Khaled Taqei al Din, seorang imam di Sao Paolo, dari 120 masjid yang ada, hanya memiliki sekitar 40 imam dan khotib. Itu pun hanya sedikit yang menyelesaikan pendidikan syariat di tingkat perguruan tinggi.

Akibatnya, masjid menjadi sepi dari aktivitas keagamaan, bahkan untuk mengejar shalat lima waktu berjamaah, tidak semuanya bisa. Dikhawatirkan, kondisi itu bisa memengaruhi para generasi muda Muslim untuk memperdalam ilmu agama.Beberapa tokoh agama lantas mengaitkan masalah ini dengan kurangnya dana di pusat-pusat keislaman. Itu menjadikan mereka tidak mampu mencetak imam-imam baru yang mumpuni.

Masalah ini membutuhkan solusi cepat. Umat, organisasi Islam, yayasan amal, serta lainnya, diimbau untuk bekerja sama terutama dalam penggalangan dana, agar bisa diadakan kembali pelatihan-pelatihan bagi para dai dan imam.Selain itu, umat Muslim di Brazil membutuhkan ribuan buku keislaman berbahasa Portugis. Maklum saja, Brazil adalah satu-satunya negara di Amerika Latin yang menggunakan bahasa Portugis.

Kebanyakan buku dan literatur keagamaan bagi kawasan ini ditulis dengan bahasa Spanyol. Dan, hanya sedikit sekali yang sudah merupakan terjemahan bahasa Portugis.
Mengutip dari situs berita Aljazeera , kalangan Muslim di Brazil menduga hambatan ini disebabkan dua faktor utama, yakni faktor eksternal dan internal.

Bahasa Arab
Pada faktor eksternal, dukungan dari institusi-institusi Islam di sejumlah negara Muslim, dirasakan masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari minimnya jumlah buku dan literatur yang diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis. Selain itu, mereka juga tidak terlampau gencar mengirimkan dai dan guru agama ke Brazil.

Adapun dari internal, hal itu terkait dengan awal mula kedatangan agama Islam ke negara penghasil pisang terbesar di dunia ini. Orang-orang Islam pertama yang datang ke Brazil merupakan para budak serta pekerja kasar yang dipekerjakan di perkebunan.
Karakteristik mereka tentu saja jauh dari tradisi keilmuan maupun wawasan keislaman. Hingga pada pertengahan abad ke 20, datanglah para pedagang asal Arab dan mereka lantas menetap di Brazil, dengan bekal keilmuan agama yang cukup.

Dengan keterbatasan itu, Islam tetap berkembang, tak hanya menyebarkan nilai-nilai Islam terhadap kalangan umat sendiri, tapi juga kepada warga Brazil yang non-Muslim.
Kini, kehidupan generasi berikutnya dari umat Muslim awal di Brazil, sudah jauh berbeda. Mereka telah mengeyam pendidikan lebih bermutu, menduduki jabatan publik dan swasta, serta memiliki kehidupan lebih layak. Inilah modal utama eksistensi Islam di masa mendatang.

Tapi, ''Penguasaan bahasa Arab mereka masih terbatas. Mereka pun kesulitan jika harus merujuk pada buku-buku dan literatur utama agama Islam yang masih berbahasa Arab,'' ungkap Samir Hayek, seorang penulis dan pengarang keturunan Arab.Beragam usaha dalam mengurangi hambatan ini terus dilakukan. Seperti, yang dirintis oleh Prof Dr Hilmi Nashr, dosen di Islamic Studies di Universitas San Paolo, yang merintis penerjemahan Alquran maupun hadis ke dalam bahasa Portugis.

Tapi, papar Hilmi, segenap umat di sana berharap dukungan dari negara-negara Islam lainnya untuk dakwah di Brazil. ''Terutama, penyediaan buku-buku rujukan yang ditulis dalam bahasa kami,'' katanya. Pengurus Islamic Center Kawasan Amerika Latin, lembaga yang mengoordinasikan kegiatan dakwah di wilayah itu, juga tak tinggal diam. Menurut pimpinan Islamic Center, Sheikh Ahmed bin Ali al Swayfiy, mereka sedang mengupayakan penerjemahan beberapa buku keislaman ke bahasa Portugis. ''Intinya, jangan sampai kegiatan dakwah terhambat,'' kata dia menandaskan.

Turis Muslim Pilih Brazil

Makanan yang semula disajikan hangat itu berangsur dingin. Akan tetapi, si empunya makanan, Abdel Rahman Yehia (51 tahun), tidak terlalu mempermasalahkan, dia sedang asyik menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pramusaji di restoran tersebut.
Abdel Rahman tampak senang, dia lantas menjawab panjang lebar apa pun pertanyaan yang diajukan, terkait agama dan negara asalnya. Dan, sore itu, justru menjadi momen berkesannya selama berlibur di Brazil.

''Kami sekeluarga sudah tiga kali berlibur di Brazil,'' paparnya, seperti dikutip dari situs  islam online . Mengapa memilih liburan di negara ini? Alasannya sederhana. Selain memang keindahan pemandangan panoramanya, Brazil juga kondusif bagi turisme, termasuk bagi mereka yang berasal dari negara-negara Islam.

Dengan sikap saling menghormati, kehidupan masyarakat sangat tenteram, jauh dari pertikaian antaretnis dan agama. Jadilah, selain London, kini kota-kota di Brazil sudah masuk dalam daftar tempat wisata yang ingin dikunjungi para turis Muslim. Abdel Rahman mengaku, ketika berjalan-jalan di pusat kota, sama sekali tidak ada gangguan. Meski secara fisik, dia bisa dikenali dari wajahnya yang khas Timur Tengah.

Masyarakat setempat malahan kerap menyapanya dengan ramah. Mungkin mereka tahu, dia adalah seorang turis sehingga harus dihormati. ''Ada juga yang lantas bertanya banyak hal, terutama menyangkut agama Islam. Ini tentu membanggakan,'' ujarnya. Penegasan senada diungkapkan Sajida Obeid (58), pelancong dari Lebanon. Dia begitu terkesan dengan atmosfer bersahabat di kota-kota metropolitan Brazil. ''Saya datang bersama putra saya setelah mendengar banyak informasi yang cukup baik tentang Brazil,'' jelas dia.

Obeid lantas bercerita pengalamannya pertama kali berjalan-jalan di kawasan wisata. ''Awalnya, saya khawatir karena mengenakan kerudung. Tapi, orang-orang tidak merasa aneh dan membiarkan kita menikmati liburan,'' kata dia lagi. Kedatangan para turis Muslim ini disambut dengan hangat di Brazil. Dari penuturan Roberto Almeida, kepala hubungan masyarakat dan media Departemen Turisme dan Informasi Brazil, pintu terbuka bagi turis dari berbagai negara, agama, dan etnis.

Menurutnya, peningkatan jumlah penduduk keturunan Arab di negara ini, menjadi salah satu pendorong kedatangan para turis dari kawasan Timur Tengah. ''Mereka kemudian menyampaikan informasi mengenai Brazil ke keluarganya,'' papar dia.Ke mana tujuan para turis ini selama liburan di Brazil? Ada beberapa lokasi favorit, di antaranya ke Santos, Sao Paolo, Goiania, Curitiba, Brasilia, dan Florianopolis.

Kota-kota ini dianggap sesuai dengan tradisi Islam. ''Selain itu, di sana juga terdapat komunitas Muslim yang cukup besar. Sehingga, mereka bisa menyaksikan tradisi Islam maupun tempat-tempat ibadah yang ada,'' ujar Claudio Muhammad Baker, juru bicara Muslim Association of Santo

No comments: